1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

090611 Katar Libyen

9 Juni 2011

Kelompok kontak Libya bertemu di Abu Dhabi untuk merencanakan masa depan negara Afrika Utara tersebut usai era Gaddafi. Satu negara yang memainkan peranan penting adalah Qatar.

https://p.dw.com/p/11XYA
Gambar simbol pemberontakan di LibyaFoto: dapd

Liga Arab lah yang menyetujui zona larangan terbang di wilayah Libya. Tanpa tekanan negara-negara Teluk, mungkin Liga Arab tidak akan melakukannya. Setidaknya ini pendapat Christian Koch dari pusat penelitian Teluk di Dubai. "Tidak ada negara lain dari dunia Arab yang mengusulkan hal ini. Dalam kevakuman ini, negara Teluk Arab bersuara juga untuk menunjukkan bahwa mereka bisa bernegosiasi. Ini kesempatan yang mereka manfaatkan."

Lagipula Muammar Gaddafi telah lama menjadikan negara Teluk Arab sebagai musuhnya. Ini jelas tampak pada KTT dua tahun yang lalu. Di depan kamera televisi, Gaddafi menghina Raja Arab Saudi yang duduk di hadapannya. "Di belakang kamu ada kebohongan, di depan kamu ada kuburan." Demikian Gaddafi, sementara Emir Qatar yang menjadi tuan rumah berusaha mendiamkannya.

Kontribusi Besar

Uni Emirat Arab kini menurunkan 12 pesawat tempur di Libya, sementara Qatar empat. Kesannya memang Qatar hanya sedikit urun rembuk. Tetapi menurut David Roberts, pakar Institut RUSI di Doha, jumlah itu sebenarnya banyak untuk Qatar. "Bagi Qatar ini pada dasarnya sebagian besar dari pesawat tempur yang bisa diturunkan. Angkatan udara Qatar hanya memiliki 12 pesawat. Dan tidak ada negara yang 100 persen pesawatnya bisa diturunkan. Artinya, empat pesawat di Libya adalah luar biasa."

Qatar termasuk negara yang paling melindungi para pemberontak Libya. Ada petunjuk nyata, bahwa Doha menyuplai mereka dengan senjata dan mengirimkan pelatih militer ke Libya. Lagipula Qatar memasarkan minyak bumi pemberontak dan stasiun televisi oposisi boleh siaran dari Doha dan mendapat dukungan penuh.

Menurut David Roberts, yang penting bagi warga Qatar adalah masalah kemanusiaan. "Dari beberapa warga Qatar, saya mendengar kalimat seperti 'Ingat Srebrenica. Kita tidak bisa berdiam diri, kalau kita sebenarnya bisa melakukan sesuatu.' Ditambah sikap yang selalu ditunjukkan oleh Qatar. Yakni, orang Arab lah yang seharusnya menyelesaikan masalah Arab. Kedua hal ini bercampur jadi satu."

Peluang bagi Qatar

Qatar adalah monarki absolut. Walau pun diperintah dengan tidak demokratis, citranya tidak buruk. Ini juga berkat misi di Libya. Pemikiran Qatar sejalan dengan rakyat Arab. Demikian menurut Shadi Hamid dari institut Brookings di Doha, "Qatar adalah sedikit dari negara Arab yang sepertinya berada di sisi sejarah yang benar, yang lebih menuntut demokrasi dibandingkan negara tetangga lainnya. Dan imej ini tentu ingin didukung."

Jadi keterlibatan Qatar di Afrika Utara bukanlah untuk menguntungkan diri sendiri. Shadi Hamid berpendapat, "Jika Gaddafi jatuh dan demokrasi baru terwujud di Libya, maka Qatar berada dalam posisi sangat bagus untuk membantu di masa transisi, baik dari segi keuangan mau pun politis. Ini penting bagi untuk memiliki pengaruh lebih luas dari kawasan Teluk."

Carsten Kühntopp/Vidi Legowo-Zipperer

Editor: Hendra Pasuhuk