1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Ketika Kewalahan Menahan Syahwat

Uly Siregar13 September 2016

Apakah perselingkuhan terjadi akibat hubungan percintaan dengan pasangan sendiri muram? Adakah yang bisa dilakukan agar tak terjebak dalam urusan perselingkuhan? Simak opini Uly Siregar berikut ini.

https://p.dw.com/p/1JwQJ
Symbolbild Intimitäten am Arbeitsplatz
Foto: picture alliance/Denkou Images

“Banyak banget teman gue yang sudah kawin tapi punya pacar. Beneran. Nggak cuma satu orang yang gue kenal, tapi banyak banget, terutama cowok. Mainstream deh selingkuh itu sekarang,” cerita Nurul, berapi-api. “Kadang-kadang gue penasaran. Mereka ini sebenarnya cinta nggak sih dengan pasangan mereka? Tapi kayaknya rumah tangga mereka baik-baik aja tuh.”

Selingkuh adalah mimpi buruk dalam hubungan percintaan. Secara sederhana, selingkuh diartikan sebagai aksi tidak setia kepada pasangan. Menurut riset yang dikeluarkan lembaga survei paling ekstensif soal hubungan asmara, Normal Bar, 33% laki-laki dan 19% perempuan mengaku pernah tidak setia pada pasangan. Tak hanya data Normal Bar, data dari lembaga survei lain pun menunjukkan selingkuh terjadi dalam banyak pernikahan. Beragam studi terkini dengan objek studi sejumlah pasangan warga Amerika menunjukkan 20% hingga 40% pria heteroseksual menikah dan 20% hingga 25% perempuan heteroseksual menikah akan memiliki hubungan di luar nikah semasa hidup mereka. Selingkuh, bagi mereka, adalah keniscayaan.

Penulis: Uly Siregar
Penulis: Uly SiregarFoto: Privat

Bagi beberapa orang, tidak mudah menghindari perselingkuhan. Pasalnya, otak memberi kontribusi pada aksi terlarang ini. Menurut antropolog biologi Helen Fisher, sejatinya manusia memiliki tiga sistem primer yang berhubungan dengan cinta: sex drive, romantic love, dan partner attachment.

Yang pertama, memotivasi individu untuk mencari partner bercinta. Yang kedua, membuat dia fokus pada satu partner dengan cara merawat cinta. Yang ketiga, bentuk hubungan pun menguat dengan menghadirkan anak dalam relasi tersebut.

Nah, yang bikin runyam, ketiga sistem ini memungkinkan seseorang secara biologis mengekspresikan perasaan ini tidak hanya pada satu orang. Jadi ketika seseorang masuk pada tahapan romantic love pada pasangannya, eh pada saat yang bersamaan dia mengarahkan sex drive-nya pada individu lain. Repot, kan?

Lantas bagi mereka yang sudah berpasangan dan bertekad untuk setia, apa masih ada harapan untuk tetap tak terseret arus perselingkuhan? Jelas bisa, meski sungguh sulit. Di era internet, selingkuh bisa dilakukan dengan mudah, atau setidaknya diawali dengan mudah. Dari saling berkirim pesan di Facebook atau Twitter, pindah ke Whatsapp, lanjut ke ngopi bareng, diteruskan ke bar atau ke bioskop—bukan untuk menonton film tapi untuk saling raba dan cium di bioskop yang memungkinkan pengunjung bisa tidur-tiduran di bawah selimut. Yang paling parah tentu mereka yang sudah siap tempur dengan check-in ke hotel. Lantas ada pula yang serius ingin merasakan sensasi selingkuh dengan menggunakan aplikasi mencari teman kencan semacam Tinder dan OKCupid. Untuk golongan ini, selingkuh kadang sudah menjadi candu.

Tak melulu terjadi pada hubungan yang muram

Yang makin memusingkan, selingkuh tak melulu terjadi dalam hubungan cinta yang muram. Pernikahan yang bahagia pun ternyata tak luput dari perselingkuhan. Mereka yang memasang foto-foto mesra berdua pasangan di medsos namun terlibat selingkuh? Banyak. Dan bukan berarti mereka mencoba menipu publik. Memang betul mereka bahagia dengan pasangan masing-masing, tapi tetap tak berdaya menghindar dari perselingkuhan.

Melanjutkan survei yang sudah disebut di atas, 56% pria dan 34% perempuan yang berselingkuh ternyata mengaku pernikahan mereka termasuk dalam kategori “bahagia” dan “sangat bahagia”, membuat peneliti menganalisa lebih jauh bahwa selingkuh mungkin juga berkaitan dengan genetis.

Jenis-jenis perselingkuhan

Tak semua pelaku selingkuh bajingan. Atau setidaknya, begitu pengakuan mereka. Ada yang mengaku khilaf karena terbawa suasana, lantas setelahnya buru-buru insyaf. Ada yang hanya selingkuh virtual, lewat kalimat-kalimat nakal dan romantis di layar telepon, tapi tak pernah sampai ke tindakan. Definisi tidak setia pun beragam. “Kalau suamiku sih bilangnya, kalau nggak sampai berhubungan seks ya belum dihitung selingkuh,” ujar Julia, istri seorang bekas wartawan. Artinya cium dan sentuh, bahkan dengan melibatkan perasaan bisa dimasukkan dalam kategori khilaf. Toh tak sampai penetrasi. Bertukar pesan yang sifatnya flirting di Whatsapp? “Halah... biarkan sajalah kalau itu, sih. Capek banget kalau flirting lewat Whatsapp pun dianggap selingkuh,” tambah Julia. Padahal peneliti memasukkan aksi tersebut dalam kategori selingkuh. Ada tiga macam selingkuh: selingkuh seksual tanpa ada keterlibatan perasaan, selingkuh romantik tanpa ada hubungan seksual, dan selingkuh seksual dan romantik yang melibatkan aktivitas seksual dan perasaan.

Mudah untuk menghakimi pelaku selingkuh. Padahal tak semua orang menghadapi godaan yang sama. Setidaknya begitu pengakuan Rita, istri sekaligus ibu yang gampang menarik perhatian pria. “Masalahnya, kadang mereka yang mengaku setia sebenarnya karena nggak ada yang mau aja. Lah sudah jelek, nggak menarik, kelakuannya minus pula. Saya kagum dengan mereka yang bisa setia meski tertarik pada orang lain dan punya kesempatan selingkuh karena perasaannya berbalas. Itu baru dahsyat kalau bisa tak selingkuh.”

Jika semua tak mampu ditahan

Urusan selingkuh memang kompleks. Pelaku selingkuh dengan beragam alasannya, kadang sulit untuk dipahami. Meskipun hasilnya tetap sederhana: pihak yang diselingkuhi jelas disakiti dan merana. Luka batin akibat pasangan berselingkuh sering tak bisa disembuhkan. Lantas adakah yang bisa dilakukan agar tak terjebak dalam urusan perselingkuhan? Memelihara cinta tentu harus jadi prioritas, termasuk setiap urusan kecil di dalamnya, dari urusan seks hingga soal remeh seperti mendengarkan keluhannya dengan sepenuh hati tanpa melirik telepon genggam di tangan. Saat bertemu seseorang yang menarik dan berpotensi diajak berselingkuh, langsung menghindar. Bila menghadapi masalah, jangan ragu untuk meminta bantuan ahli, seperti psikolog.

Nah, kalau semua upaya menghindari selingkuh sudah dilakukan—termasuk melantunkan doa-doa—tapi hawa perselingkuhan masih juga mengintai? Bila selingkuh sudah menjadi keniscayaan dan kompromi tak mungkin dilakukan, mungkin ada baiknya untuk mencoba hidup sendiri, tanpa direcoki urusan percintaan dan perselingkuhan. Toh hidup melajang pun memiliki kenikmatannya sendiri. Seperti kata filsuf dan penyair Henry David Thoreau, “I never found a companion that was so companionable as solitude.”

Penulis:

Uly Siregar bekerja sebagai wartawan media cetak dan televisi sebelum pindah ke Arizona, Amerika Serikat. Sampai sekarang ia masih aktif menulis, dan tulisan-tulisannya dipublikasikan di berbagai media massa Indonesia.

@sheknowshoney

*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.