1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Ketika Negara Absen

8 Mei 2012

Sekelompok orang membubarkan diskusi di Jakarta. Seorang aktivis pluralisme dipukul dan ditelanjangi karena membela hak minoritas. Negara absen mengerjakan fungsi utamanya.

https://p.dw.com/p/14rlF
Aparat negara tidak bisa menjamin kebebasan berpikir dan berkeyakinanFoto: AP

Di mana negara?

Ketika kelompok minoritas terancam?

Ketika kemerdekaan berpikir dibatasi?

Awal Mei lalu adalah contoh sempurna, tentang absennya negara.

Peluncuran buku Irshad Manji di Jakarta, dibubarkan polisi atas tekanan kelompok Islam radikal. Keesokan harinya, organisasi Aliansi Jurnalis Independen yang menggelar diskusi buku yang sama, terpaksa minta bantuan Banser NU, karena aparat keamanan tidak bisa memberikan jaminan keamanan.

Satu hari kemudian, seorang aktivis toleransi ditelanjangi, dipukul dan diarak oleh kelompok radikal, saat membela jemaat HKBP yang dilarang beribadah oleh mereka yang mengklaim diri mewakili mayoritas.

Peristiwa tiga hari berturut-turut di awal Mei, secara gamblang menunjukkan betapa negara absen.

Negara tidak mengerjakan fungsinya yang paling mendasar: menjamin kebebasan berpikir dan memastikan kelompok minoritas bisa menjalankan keyakinannya.

Pada hal-hal yang prinsipil negara tidak hadir. Sebaliknya, negara justru ingin ikut campur pada soal-soal yang seharusnya diserahkan kepada individu. Lihatlah, betapa repotnya presiden yang ingin menjaga moralitas publik, dengan membentuk Satuan Tugas Anti Pornografi, yang terdiri dari belasan menteri.

Kita punya Menteri Agama yang bertekad memberantas rok mini. Kita punya Ketua DPR yang punya waktu luang membuat aturan tentang cara berpakaian perempuan di gedung parlemen.

Inilah ironi negara bernama Indonesia. Negara yang obsesif ingin ikut campur dalam banyak hal, tapi pada saat bersamaan, absen mengerjakan fungsi utamanya.