1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Khartoum Kembali Tutup Pintu Rapat-Rapat

13 Maret 2007

Pekan Lalu, Presiden Sudan Umar Basyir mengirimkan surat kepada Sekjen PBB Ban Ki Moon. Basyir menolak bantuan militer PBB untuk Uni Afrika.

https://p.dw.com/p/CP89
Kondisi kamp pengungsi di Darfur, Sudan
Kondisi kamp pengungsi di Darfur, SudanFoto: AP

Ketika pembahasan mengenai Laporan Perserikatan Bangsa Bangsa soal pelanggaran hak azasi manusia (HAM) di Darfur merajalela di Jenewa, kondisi yang sama sekali berbeda menimpa sang empunya laporan di New York.

Kata-kata besar Sekretaris Jendral PBB Ban Ki Moon tentang bagaimana ia memprioritaskan masalah Sudan dalam agendanya tertohok oleh sepucuk surat dari Presiden Umar Basyir. Untuk kesekian kalinya, Khartoum menutup pintu Darfur rapat-rapat bagi pasukan perdamaian PBB.

Tamparan itu datang ke meja Sekjen PBB Ban Ki Moon, Sabtu (10/03). Alih-Alih menjawab surat tersebut, Ban Ki Moon memilih diam. Juru bicaranya sendiri meminta sedikit waktu bagi Ban untuk mengeluarkan pernyataan resmi berkaitan dengan surat itu.

Tak pelak, secarik kertas dari Khartoum itu pun dianggap batu sandungan terbesar yang pernah dihadapi Ban Ki Moon selama menjabat sekjen PBB. Bukan cuma karena Presiden Basyir membiarkan Ban menunggu selama enam minggu untuk menjawab permohonannya soal izin pengiriman pasukan PBB, tapi juga surat tersebut meragukan keberhasilan misi bersama PBB dan Uni Afrika di Darfur. Padahal sebenarnya, rezim di Sudan sudah menyetujui pengiriman pasukan PBB ke Darfur bulan September tahun lalu.

Dalam suratnya, Presiden Basyir menolak mentah-mentah niat PBB untuk membantu pasukan Uni Afrika dengan tentara dan peralatan tempur. Padahal, minggu lalu Ban Ki Moon untuk kesekian kalinya sudah mewanti-wanti, bahwa kondisi kemanusiaan yang semakin memburuk di Darfur sangat tidak bisa diterima.

Akhir minggu lalu, Ban berbicara dengan Presiden Basyir lewat telefon. Dalam pembicaran tersebut, Ban berjanji akan membiarkan Uni Afrika memimpin pasukan perdamaian PBB. Alih-alih menerima tawaran itu, Basyir malah semakin rajin mengulur-ulur waktu. Diktatur yang merebut kekuasaan lewat kudeta militer di tahun 1989 itu bahkan mengundang petinggi PBB untuk kembali ke meja perundingan di Khartoum.

Dalam beberapa hari ke depan, Ban Ki Moon cuma ingin menginformasikan perjalanannya ke Sudan kepada Dewan Keamanan PBB. Ia juga tidak berencana menggelar konfrensi pers menjawab surat Basyir.

Celakanya, sikap keras kepala Basyir didukung oleh pemerintah Cina yang memegang hak veto di Dewan Keamanan PBB. Tak heran, karena Cina adalah importir minyak terbesar dari Sudan. Bahkan protes besar-besaran dari New York gagal membuat Cina mengurungkan sikapnya terhadap masalah Darfur.

Perang telah mencabik-cabik kawasan tandus dan miskin itu sejak 2003. Kelompok milisi Arab, Janjaweed, yang didukung pemerintah Sudan melakukan genosida terhadap 200 ribu warga kulit hitam di Darfur. Khartoum sering dituding melakukan pembasmian etnis untuk mengeliminasi orang kulit hitam Afrika demi keunggulan orang Arab.