1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Menilik Imbauan Polri Larang Anggotanya Pamer Kemewahan

18 November 2019

Kapolri imbau jajarannya untuk menerapkan pola hidup sederhana dengan tidak pamer kemewahan di media sosial. Polisi yang melanggar, akan dikenakan sanksi. Hal ini dinilai Polri mampu kurangi kecemburuan sosial.

https://p.dw.com/p/3TD11
Indonesien Polizeichef Idham Azis
Foto: Imago Images/Zuma/D. Roszandi

Melalui Surat Telegram Nomor : ST/30/XI/HUM.3.4/2019/DIVPROPAM tanggal 15 November 2019, Kapolri Jenderal Idham Azis secara resmi melarang seluruh jajarannya untuk menampilkan hal-hal yang bersifat kemewahan di media sosial. Melalui surat imbauan tersebut, anggota Polri diminta mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih melalui penerapan pola hidup yang sederhana.

Setidaknya ada tujuh poin imbauan yang tertuang dalam surat telegram tersebut. Pada intinya, anggota Polri diimbau untuk tidak memamerkan barang-barang mewah dalam kehidupan sehari-hari baik dalam interaksi sosial di kedinasan maupun di area publik. Selain itu, anggota Polri juga dilarang mengunggah foto dan video pada media sosial yang menunjukkan gaya hidup yang hedonis karena dinilai menimbulkan kecemburuan sosial. Sanksi tegas akan diberikan bagi anggota Polri yang melanggar.

Baca juga : Tahun ini Facebook Sudah Hapus 5,4 Miliar Akun Palsu

Hilangkan kecemburuan sosial

Analis media sosial Drone Emprit and Kernels Indonesia, Ismail Fahmi mengapresiasi imbauan Polri yang melarang anggotanya untuk pamer gaya hidup mewah di media sosial. Gebrakan tersebut ia nilai menjadi awal yang bagus karena jumlah anggota Polri yang besar akan secara masif mengurangi kecemburuan sosial di masyarakat. Menurut data dari kepolisian, jumlah SDM yang dimiliki Polri saat ini mencapai angka 443.379 personel.

Fahmi menyebutkan bahwa foto-foto gaya hidup mewah di media sosial cenderung menimbulkan tekanan bagi penggunanya yang tidak mampu, sehingga terpaksa melakukan hal-hal negatif demi memenuhi kebutuhan gaya hidup mewah yang ditampilkan di media sosial.

"Ini langkah yang bagus, saya sangat mendukung supaya mengurangi postingan-postingan yang bisa menyebabkan orang lain cemburu", ujar Fahmi kepada DW Indonesia.

Lebih jauh, Fahmi mengatakan bahwa aktivitas media sosial oleh anggota polisi atau TNI apalagi dengan jumlah follower yang banyak, wajar dilakukan sepanjang dipergunakan untuk membagikan hal-hal yang positif, bukan untuk endorsement barang-barang mewah.

"Ada banyak yang bisa mereka lakukan secara positif kalo yang endorse yang sifatnya konsumtif itu kan negatif ya saya kira saya setuju untuk di stop ga boleh kayak gitu," ujar Fahmi.

"Tetapi kalau yang positif banyak kok saya pernah tau ada yang bagus karena mereka kan terbiasa kadang militer itu ya terbiasa dengan latihan lari olahraga body building banyak pengikutnya itu sih it's okay", tambahnya.

Saat ini di media sosial Instagram, diketahui marak bermunculan 'polisi selebgram' dengan jumlah pengikut fantastis bahkan mencapai ratusan ribu pengikut.

Sebut saja Brigjen Pol Krishna Murti yang saat ini menjabat sebagai Kepala Biro Misi Internasional (Misinter) Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri, memiliki pengikut sebanyak 753 ribu melalui akunnya yang bernama @krishnamurti_bd91.

Contoh lain, seorang polisi berpangkat brigadir di Palu, Sulawesi Tengah bahkan memiliki pengikut sebanyak 465 ribu di Instagram melalui akunnya yang bernama @ianaditya31.

Menurut Fahmi, penggunaan media sosial oleh polisi justru bagus karena dapat menjadi alat untuk melakukan pendekatan kepada masyarakat khususnya generasi millenial dan genZ.

"Selama yang dilakukan masih tidak melanggar hukum saya kira tidak masalah dan moralitas ya mesti ada value, value hukum moralitas ya", ujar Fahmi.

"Anak-anak yang jumlahnya sekarang lagi besar itu generasi millenial generasi Z itu paling besar itu mereka mainnya di media sosial, jadi mereka harus dekati dengan cara-cara yang menarik juga yang cocok dengan cara mereka yaitu media sosial," tambahnya.

Upaya reformasi kultur

Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Pungki Indarti berpendapat bahwa imbauan Kapolri melarang jajarannya memamerkan gaya hidup mewah menjadi upaya melanjutkan reformasi kultur di tubuh Polri. Tujuannya untuk mengubah watak dan perilaku anggota Polri agar menjadi lebih baik.

Pungki pun menilai aturan tersebut harusnya tidak hanya diterapkan bagi anggota Polri saja tapi juga kepada keluarga dari anggota Polri. 

"Divisi Profesi dan Pengamanan Polri wajib mengawasi jika ada yang bergaya hidup mewah, harus segera diperiksa. Jangan-jangan kepemilikan barang mewah atau gaya hidup mewah diperoleh dari cara-cara yang bertentangan dengan hukum," ujar Pungki seperti dilansir dari Tempo.

Sementara itu, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) mengatakan bahwa surat imbauan terkait gaya hidup mewah yang dikeluarkan oleh Mabes Polri, memperlihatkan adanya keresahan di kalangan internal Polri terhadap gaya hidup yang tidak wajar dari sebagian besar anggotanya. 

Ia menyebut bahwa dengan gaji anggota Polri, baik jajaran bawah maupun jajaran atas, seharusnya tidak memungkinkan mereka untuk bergaya hidup mewah. "Faktanya banyak polisi yang hidup mewah dengan gaya hidup bak selebriti," kata Neta seperti dilansir dari Antara.

Meski menyambut positif surat imbauan tersebut, Neta mendorong Propam Polri untuk mendata dan mengungkap para anggota Polri yang kerap memamerkan kekayaannya dan bergaya hidup mewah.

"Jika TR hidup sederhana tidak dipatuhi, apa sanksinya? Beranikah menindak istri-istri jenderal yang kerap bergaya hidup glamour dengan barang-barang branded bergaya super mahal?" ujar Neta.

gtp/ap (dari berbagai sumber)