1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Klan Ampatuan Dituduh Dalangi Pembantaian di Maguindanao

10 Desember 2009

Polisi Filipina, dalam sebuah siaran pers di Manila, Rabu (09/12), menyatakan, 161 orang ambil bagian dalam aksi kekerasan yang menewaskan 57 orang di Maguindanao, Filipina Selatan.

https://p.dw.com/p/KzG3
Demonstrasi di depan istana presiden, Manila, mengutuk pembantaian di MaguindanaoFoto: AP

Kepala polisi Filipina Jesus Verzosa mengatakan mereka sudah mengindentifikasi para tersangka, termasuk sejumlah tentara, polisi dan milisi bersenjata yang berada dibawah pengaruh kuat klan Ampatuan.

Dalam kesempatan itu, Jesus Verzosa menunjukkan foto-foto tersangka yang diduga terlibat pembunuhan massal 23 November lalu, juga gambar-gambar mereka yang menjadi korban. Ia juga mengatakan bahwa walikota Datu Unsay, Andal Ampatuan Junior, merupakan tersangka utama peristiwa tersebut disamping ayahnya, yang menjabat sebagai gubernur Maguindanao, saudara lelakinya, Zaldy Ampatuan yang menjabat sebagai gubernur wilayah istimewa Mindanao Filipina selatan, Anwar Ampatuan, walikota Sharrif Aguak ,Sajid Ampatuan dan sejumlah anggota klan Ampatuan. Para penuntut telah mengeluarkan surat panggilan kepada 6 anggota keluarga Ampatuan tersebut untuk hadir dalam pemeriksaan 18 Desember mendatang.

Hasil pemeriksaan korban menunjukkan bahwa mereka yang tewas, ditembak dari jarak dekat. Verzosa juga mengatakan para saksi menyebutkan Ampatuan Junior adalah pemimpin serangan itu. Ampatuan Junior telah ditahan di Manila dan dikenai 25 dakwaan pembunuhan. Sementara itu, keluarga Ampatuan menyangkal seluruh dakwaan.

Jumat (04/12), Presiden Filipina Gloria Macapagal Arroyo memberlakukan Undang-Undang Darurat Perang di Filipina Selatan dengan pertimbangan dibutuhkan lebih banyak penggerebegan dan penangkapan untuk memerangi apa yang disebut sebagai kelompok kelompok bersenjata. Sejak undang-undang itu diberlakukan, militer telah menyita lebih dari 1.500 senjata api dan sekitar 500.000 amunisi di kota Sharrif Aguak, yang diyakini sebagai kota yang dikuasai oleh klan Ampatuan.

Dengan temuan tersebut, Kepala Komisi Hak Asasi Manusia Filipina mengatakan, klan Ampatuan bisa jadi berada dibalik "pembunuhan extra judicial" sekitar 200 orang di Maguindanao.

Undang Undang Perang di wilayah Maguindanao yang mulai diberlakukan Jumat malam (04/12), langsung memicu pro dan kontra. Pemberlakuan undang-undang itu telah menyebabkan sejumlah penangkapan tanpa surat perintah penangkapan. Hari Minggu malam (06/12), aparat keamanan sempat terlibat kontak senjata dengan kelompok bersenjata di Maguindanao.

Memenuhi syarat hukum, hari Minggu (06/12), Presiden Filipina mengeluarkan sebuah laporan yang membeberkan alasan pemberlakuan Undang Undang Darurat Perang di provinsi Maguindanao. Senat Filipina mengadakan sidang Selasa (08/12) untuk mediskusikan laporan presiden tersebut.

Menteri Kehakiman Filipina Agnes Devanadera mengatakan mereka yang ditangkap setelah pemberlakuan Undang Undang Darurat Perang akan didakwa sebagai pemberontak.

Aksi Kekerasan selalu mewarnai pemilu di Filipina. Pembunuhan massal di Maguindanao, merupakan yang terburuk dalam sejarah politik Filipina. Sejak tahun 1990an, pemerintah Filipina membentuk wilayah khusus yang didominasi umat Muslim di selatan negara tersebut, termasuk Magiundano, guna menumpas kebangkitan separatis yang ingin mendirikan gerakan negara Muslim merdeka.

MH/AS/dpa/rtr