1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Komisi Yudisial Seleksi Calon Hakim Agung

31 Oktober 2006

Komisi Yudisial mulai melakukan seleksi akhir calon hakim agung secara terbuka.

https://p.dw.com/p/CPBD
Pembaruan sektor hukum mendesak
Pembaruan sektor hukum mendesakFoto: AP

Pada seleksi hari pertama Selasa (31/10) di kantor Komisi Yudisial di Jakarta para calon hakim agung dicecar berbagai pertanyan, mulai dari pandangan pribadi hingga pandangan umum tentang hukum dan keadilan.

Dari 9 calon yang telah tersaring akan diseleksi 6 orang. Untuk pertama kalinya calon hakim agung diseleksi secara terbuka. Sebelumnya, calon hakim agung diusulkan oleh Mahkamah Agung, tidak melalui proses terbuka.

Menurut Anggota Komisi Yudisial Soekotjo Soeprapto, pihaknya mendasarkan penilain pada ada empat hal mulai dari alur berpikir, alur kebijakan, karakter hingga kualitas moral.

Soekotjo Soeprapto: „Jadi kan kita cari empat unsur tadi, ada unsur, alur pikir, alur kebijakan, kepribadian dan integritas moralitas. Empat itu yang kita nilai. Itu sudah kita temukan pada saat profile assessment test, tinggal kita klarifikasi, kita uji kembali. Mereka sudah lolos soal administrasi. Jadi legal case sudah lolos, profesionalisme sudah lolos, terakhir wawancara ini.”

Setelah proses ini selesaa Komisi Yudisial akan mengumumkan nama nama calon yang lolos seleksi kepada publik dan menyampaikannya ke DPR yang akan melakukan fit and proper test. Keputusan pemilihan hakim agung memang wewenang parlemen.

Dengan proses baru ini diharapkan kualitas para hakim agung bisa lebih baik. Namun para praktisi hukum meragukan tujuan itu sudah bisa tercapai sekarang. Sebab kualitas para pelamar yang mengajukan diri ternyata masih biasa saja.

Praktisi hukum yang juga mantan ketua YLBHI Bambang Widjoyanto menilai, proses ini memang lebih baik dibanding sebelumnya. Tapi tidak otomatis akan muncul hakim-hakim yang berkualitas tinggi dan siap melakukan pembaruan hukum. Menurut Bambang, latar belakang sebagian besar calon yang terseleksi murni akademisi. Padahal hakim agung mendatang dituntut mencari terobosan terobosan hukum demi untuk reformasi sektor peradilanyang kini terpuruk.

Bambang Widjoyanto: “Karya ilmiah, legal case dan interview ini sesuatu yang baru. Dari segi ini, kualitas prosesnya lebih baik dibanding sebelumnya. Tapi kalau hasil kan tergantung dari materialnya. Kalo yang masuk materialnya seperti hari ini, dari segi filosofi dasarnya lemah, segi teknis beracara lemah, visi dia juga lemah.”

Kebutuhan merekrut hakim agung memang mendesak. Dari 60 kursi hakim agung, saat ini hanya 48 kursi yang terisi. Jumlah itu masih akan berkurang, karena akhir tahun nanti ada 3 hakim agung yang memasuki masa pensiun.