1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Komnas HAM Kritik Penanganan Pencari Suaka

10 Februari 2012

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Komnas HAM mengkritik penanganan yang dilakukan pemerintah terhadap para pencari suaka dan pengungsi yang tertangkap saat akan ke Australia.

https://p.dw.com/p/141K7
Pencari suaka yang kapalnya mengalami kecelakaan di perairan sekitar Trenggalek.Foto: AP

Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim menyebutkan minimnya perlindungan HAM terhadap pencari suaka dan pengungsi dikarenakan pemerintah cenderung mengkriminalkan mereka dengan menyamaratakan sebagai imigran gelap.

Padahal menurut Ifdhal Kasim, sebagian besar merupakan korban kekerasan dan pelanggaran HAM di negaranya, yang mendapat jaminan perlindungan hukum internasional, “Mereka dikelompokan dalam rumpun yang sama dengan imigran gelap yang melakukan pelanggaran administrasi imigrasi. Para pengungsi dan pencari suaka ditahan dan ditempatkan di rumah detensi imigrasi, Rudenim, yang kondisinya tak ubahnya seperti penjara dimana para pengungsi dan pencari suaka ditempatkan dalam blok dan ruangan sel. Padahal mereka korban pelanggaran HAM di negara asalnya dan bukanlah pelaku kriminal. Alhasil banyak penghuni Rudenim mengalami tekanan psikologis dan berkeinginan kuat untuk bunuh diri atau kabur.”

Indonesien Java Schiffsunglück
Pencari suaka yang kapalnya mengalami kecelakaan di perairan sekitar Trenggalek.Foto: AP

Rudenim tak Layak Huni

Kajian Komnas HAM menyebutkan, kondisi sejumlah rumah detensi imigrasi seperti di Tanjung Pinang tidak layak huni karena melebihi kapasitas. Belasan penghuninya pernah mencoba kabur dan mengakibatkan satu orang tewas dan terluka parah.

Perairan selatan Indonesia sejak lama, menjadi jalur favorit bagi para pencari suaka dan pengungsi sekaligus penyelundupan manusia yang akan ke Australia karena memiliki ribuan pulau dan lemahnya patroli laut.

Ratifikasi Konvensi Pengungsi

Data Badan Pengungsi Dunia UNHCR menyebutkan, hingga pertengahan 2009 terdapat sekitar dua ribu pengungsi dan pencari suaka yang ada di Indonesia. Sementara menurut data Ditjen Imigrasi hingga pertengahan 2010, jumlah imigran yang masuk ke Indonesia mencapai hampir 3500 orang, terbanyak berasal dari Afganistan.

Meski demikian, menurut kajian Komnas HAM, Pemerintah Indonesia sejauh ini belum memiliki kebijakan yang utuh dan terpadu dalam menangani derasnya pencari suaka dan pengungsi yang akan ke Australia. Komnas HAM merekomendasikan pemerintah segera meratifikasi Konvensi Pengungsi tahun 1951 dan protocol 1967 untuk menjawab masalah ini. Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim,“Kalau misalnya kita meratifikasi konvensi pengungsi , kita akan bisa menentukan sendiri mereka itu pengunsi atau tidak, sehingga bisa menyaring mereka masuk dalam kategori pedagang manusia itu, setelah mereka dipastikan sebagai pencari suaka atau pengungsi, itu nanti mereka akan dikeluarkan dari Rudenim tapi dimasukan ke tempat penampungan UNHCR. Jadi ada kriteria untuk menentukan secara jelas orang dengan status pengungsi atau status pencari suaka. Maka kita akan terbuka bagi kerjasama internasional untuk menyelesaiakan masalah ini, sehingga tidak menjadi beban kita sendiri”

Meski demikian, Ifdhal Kasim mengakui, ratifikasi konvensi pengungsi ini tidak serta merta menghapuskan kasus penyelundupan manusia, karena sangat terkait dengan situasi ekonomi politik negara asal mereka. Namun intrumen ini menurut Ifdhal Kasim setidaknya akan memperjelas nasib para pengungsi dan pencari suaka.

Pemerintah Indonesia dan Autralia sendiri berulangkali menyatakan akan terus meningkatkan kerjasama untuk mencegah hal ini, Namun aksi penyelundupan manusia masih marak terjadi.

Pada akhir Desember lalu sebuah kapal pencari suaka yang diperkirakan membawa 200-an orang tenggelam di perairan sekitar Trenggalek, Jawa Timur namun hanya puluhan korban yang berhasil ditemukan meninggal.

Zaki Amrullah

Editor: Purwaningsih