1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Benarkah Pengusaha Bisa Jatuhkan Presiden Indonesia..?

3 Desember 2015

Perdebatan soal perpanjangan kontrak perusahaan pertambangan Freeport di Papua melebar ke berbagai isu lain. Kini beredar apa yang disebut "transkrip rekaman" pembicaraan antara kalangan pengusaha. Isinya mengagetkan.

https://p.dw.com/p/1HFpt
Barack Obama und Joko Widodo
Foto: Reuters

Transkrip rekaman lengkap itu beredar di media sosial, yang diduga merupakan pembicaraan antara Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto dan pengusaha besar Indonesia, Mohammad Riza Chalid ketika bertemu dengan pihak PT Freeport Indonesia.

Dalam transkrip itu, ada salah satu petikan percakapan tentang perpanjangan kontrak Freeport. Para peserta pertemuan membahas kemungkinan perpanjangan kontrak yang sudah ditandatangani pada penghujung masa jabatan Presiden Yudhoyono, sekarang bisa dihentikan oleh Presiden Joko Widodo.

"Kalau dia sampai nekat nyetop (Freeport), jatuh dia," demikian petikan isi transkrip itu.

Bergbau in Indonesien
Pertambangan di Papua, bisnis besar yang tidak membawa kesejahteraanFoto: Getty Images/AFP

Benarkah, kalangan pengusaha mampu menjatuhkan Presiden Jokowi, yang dipilih langsung oleh pemilih lewat pemilu Presiden? Tampaknya, para pembicara cukup yakin dengan itu.

Di bagian lain transkrip itu juga bisa dibaca, bahwa Setya Novanto dari Partai Golkar dan pengusaha Riza Chalid yang mendukung Prabowo dalam Pilpres lalu mengaku memang kalah. Tapi mereka akan "membalas" kekalahan itu dalam pilpres mendatang tahun 2019.

Riza Chalid sering disebut-sebut sebagai pengusaha paling berpengaruh di Indonesia. Dia juga orang kuat yang berada di belakang PETRAL, mafia minyak yang menguasai, dan menurut berita, memainkan pasar minyak di Indonesia. Trilyunan Rupiah uang negara lenyap lewat transaksi-transaksi gelap yang dilakukan mafia minyak ini.

Freeport Mine
Aksi aktivis Papua di kantor pusat Freeport, Jakarta 2006. Situasinya tidak berubah selama 10 tahun belakanganFoto: AP

Belum jelas, darimana asal transkrip rekaman pembicaraan bisnis dengan Freeport itu. Juga belum diketahui, apakah rekaman itu benar-benar ada. Ada kalangan pengamat yang menyimpulkan, Setya Novanto dan Riza Chalid masuk jebakan, karena pembicaraan mereka berhasil direkam tanpa sepengetahunnya.

Presiden Direktur PT Freeport Indonesia saat ini adalah Maroef Sjamsuddin, mantan direktur Badan Intelijen Negara (BIN) dan lama menjadi staf ahli bidang pertahanan dan keamanan.

Freeport Mine
Aksi protes di kantor pusat Freeport di Jakarta, hampir sepuluh tahun lalu (2006)Foto: AP

"Saya berharap dapat bekerjasama dengan semua pemangku kepentingan sejalan dengan pelaksanaan strategi investasi jangka panjang di Papua," kata Maroef sesaat setelah ditunjuk sebagai Presdien Direktur, Rabu 7 Januari 2015.

Jabatan terakhirnya adalah Wakil kepala BIN. Mei 2014, Maroef memasuki masa pensiun dan sempat bertugas sebagai Panglima Tinggi di Markas Besar TNI Angkatan Udara.

Indonesien Jakarta Tommy Suharto
Tokoh Golkar, Tommy SuhartoFoto: Getty Images/AFP/R. Gacad

Saat ini, kasus Setya Novanto dan rekaman pembicaraan itu sedang dibahas oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Ada perdebatan di kalangan anggota MKD sendiri, apa kasus ini perlu ditindaklanjuti atau tidak. Fraksi Golkar dan beberapa fraksi lain menolak pembahasan di MKD untuk menyelamatkan posisi Setya Novanto sebagai ketua DPR.

Bagi Setya Novanto, ini semacam blunder berikutnya, setelah mencuatnya kasus foto bersama dengan kandidat presiden AS Donald Trump. ketika itu, dia ditemani politisi Fadli Zon dari Partai Gerindra.

Indonesien Wahl Aburizal Bakrie und Prabowo Subianto
Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie, mendukung calon presiden Prabowo dari Partai GerindraFoto: picture alliance/AA

Apakah citra Partai Golkar akan meredup karena berbagai ulah tokoh utamanya, masih belum jelas. Tapi di internet sudah beredar petisi yang menuntut agar Setya Novanto mundur dari jabatannya.

Golkar adalah kendaraan politik utama rejim Orde Baru di bawah Suharto, yang berhasil menyelamatkan diri melalui era reformasi politik 1998 dan kini menjadi partai politik kedua terbesar di parlemen. Dalam pemilu legislatif 2014 lalu, Partai Golkar mengumpulkan lebih 18 juta suara, atau 14,75 persen, hanya kalah dari PDIP, yang mengumpulkan lebih 23 juta suara atau18,95 persen.

Indonesien Wahlkampf 2014 Golongan Karya
Kampanye Golkar, 2014Foto: Getty Images

hp/ml (rtr, tempointeraktif)