1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Korban Bertambah, Militer Thailand Tetapkan Zona Perang

15 Mei 2010

Militer Thailand tetapkan kawasan Ratchaprasob sebagai zona perang. Warga sipil dan jurnalis dilarang masuk wilayah itu. Lebih dar1 20 orang tewas, dan 160 orang terluka dalam bentrokan tentara dan kaum baju merah.

https://p.dw.com/p/NOsY
Militer Thailand SiagaFoto: AP

Bentrokan pasukan Thailand dengan demonstran baju merah memasuki hari ketiga di kawasan bisnis dan pertokoan elit Bangkok. Suara ledakan dan tembakan masih terdengar di Bangkok sampai Sabtu sore.

Di Bangkok, pasukan militer terus berjaga-jaga di luar barikade yang dipasang mengepung demonstran Front Demokrasi Bersatu Anti Diktator (UUD), yang populer sebagai kelompok baju merah. Sabtu siang mereka menetapkan kawasan Ratchaprasob sebagai medan perang, dan melarang warga sipil dan jurnalis untuk masuk wilayah itu.

Thailand Bangkok Demonstrationen No-Flash
Foto: AP

Di sekeliling barikade, tentara menghadang bantuan yang datang bagi para pengunjuk rasa. Sabtu pagi seorang supir truk ditembak ketika berusaha menerobos blokade, membawa barang bantuan. Sementara di balik barikade tokoh oposisi, Kwanchai Praiana mengatakan bahwa persediaan, pangan, air dan bensin menipis.

Para garda merah pun kuatir akan jatuhnya lebih banyak korban. Merekapun memasang kain hitam untuk melindungi pejalan kaki yang melewati jembatan kecil di antara barikade. Diharapkan kain itu bisa mengecoh penembak jarak jauh, setidaknya di gulita malam hari akibat dihentikanya aliran listrik ke wilayah itu.

Di dekat jembatan, bertumpuk botol-botol bekas dan batu untuk dilemparkan kepada pasukan militer yang mungkin menyerang. Bersiap menghadapi serbuan, kelompok baju merah menumpahkan minyak motor di jalanan dan menyebarkan sekantong kacang hijau supaya tentara nanti tergelincir.

Unruhe und Gewalt in Thailand
Kelompok oposisi menembakan granat buatanFoto: AP

Praiana mengatakan, ia akan tetap bertahan dan terus melawan. Selain menuntut pembubaran parlemen. UUD juga menuntut mundur Perdana Menteri, Abhisit Vejjajiva yang disebutnya bertanggung jawab atas krisis politik Thailand yang terparah dalam 18 tahun terakhir.

Di pihak lain, pemerintah Thailand kini menolak untuk bernegosiasi dengan para demonstran, dan bertekad akan menindak kelompok baju merah. Jurubicara pemerintah Panitan Wattanayagorn, mengatakan, “Dalam beberapa hari kami akan menormalisasi situasi dan kondisi di Thailand akan kembali normal“.

Wattanayagorn membenarkan tindakan keras militer Thailand, karena ada keterlibatan pihak ketiga yang ia sebut teroris. Dikatakannya, pengerahan militer akan terus ditingkatkan agar mempercepat normalisasi. Tegasnya, "Terlihat adanya upaya dari sejumlah kelompok untuk mendestabilisasi situasi di Bangkok. Tapi Anda boleh yakin, bahwa pasukan keamanan kami akan berbuat segala sesuatu untuk melindungi rakyat dan juga warga asing yang berada di Bangkok.“

Militer Thailand menyatakan akan bertindak lebih keras bila demonstran tidak bubar. Sejak hari Kamis, pasukan militer sudah mulai menggunakan peluru tajam, selain peluru karet dan gas air mata yang selama ini dipakai untuk memnghalau demonstran dari lokasi. Hari Sabtu, militer kembali menembaki demonstran yang berusaha bergabung dengan para pengunjuk rasa yang sudah bercokol di kawasan Ratchaprasob sejak 3 April.

Kuatir akan terjadinya penyerbuan ke kawasan yang diduduki demonstran, Sekretaris Jendeal YayasanPerlindungan Anak-anak, Wallop Tangkhananurak mengimbau kaum baju merah agar anak-anak kecil dan orang-orang tua dibawa ke luar dari kawasan itu. Hingga 10 April, sebelum terpicunya kekerasan, para demonstran baju merah berunjuk rasa secara damai, sehingga mereka berada dii lokasi bersama keluarga-keluarganya.

Sekretaris Jendral PBB, Ban Ki Moon juga menyerukan agara kedua pihak menghentikan kekerasan. Sejak Kamis, semua pertokoan, hotel dan restoran tutup setelah militer membangun barikade yang mengepung lokasi demonstran. Sampai kini lebih dari 17 orang tewas dan sedikitnya 160 orang terluka, termasuk sejumlah warga asing. Meski kekerasan terus meningkat, oposisi Thailand menyatakan akan melanjutkan perlawanannya.

EK/AS/DW/dpa/rtr/afp