1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikKorea Utara

Korea Selatan Ingin Bahas Reuni Keluarga dengan Korea Utara

8 September 2022

Presiden Yoon Suk-yeol membuka penawaran kepada Korea Utara untuk membahas reuni keluarga yang dipisahkan oleh perang sepanjang tahun 1950 hingga 1953.

https://p.dw.com/p/4GYVW
Presiden Yoon Suk-yeol
Foto: Chung Sung-Jun/Pool Getty Images AsiaPac/dpa/picture alliance

Korea Selatan pada hari Kamis (08/09) menawarkan pembicaraan dengan Korea Utara untuk membahas reuni keluarga yang dipisahkan oleh Perang Korea sepanjang tahun 1950 hingga 1953, hal ini disampaikan langsung Presiden Yoon Suk-yeol di tengah kondisi ketegangan hubungan lintas batas negara.

Usulan ini datang tiba-tiba beberapa hari sebelum liburan hari raya Chuseok, di mana kedua negara Korea telah mengadakan reuni keluarga sebelumnya. Namun, peluangnya tidak menjanjikan, di tengah kondisi Korea Utara yang terus meningkatkan persenjataan senjatanya dan menolak untuk berurusan dengan pemerintahan Yoon.

Menteri Unifikasi Kwon Young-se, yang bertanggung jawab atas urusan antar Korea, mendesak tanggapan cepat dan positif, dengan mengatakan Seoul akan mempertimbangkan preferensi Pyongyang dalam memutuskan tanggal, tempat, agenda, dan format pembicaraan.

"Kami berharap pejabat yang bertanggung jawab dari kedua belah pihak akan bertemu secara langsung sesegera mungkin untuk diskusi terbuka tentang masalah kemanusiaan termasuk masalah keluarga yang terpisah," kata Kwon dalam konferensi pers.

Reuni keluarga saat hari-hari besar

Kedua negara Korea telah mengadakan reuni keluarga saat hari libur besar, sebagian besar di bawah pemerintahan liberal di Selatan, yang telah berusaha untuk melibatkan kembali Korea Utara dan menyediakan makanan dan bantuan lainnya. Namun, hubungan lintas batas telah memburuk. Korea Utara melakukan sejumlah uji coba rudal yang belum pernah terjadi sebelumnya tahun ini dan terlihat siap untuk uji coba nuklir pertamanya sejak 2017.

Ketika ditanya tentang kemungkinan bantuan makanan, Kwon mengatakan pemerintahnya tidak mempertimbangkan "insentif khusus" dan Korea Utara harus menanggapi untuk menangani masalah kemanusiaan.

Bahkan jika Pyongyang menolak tawarannya, Seoul akan "terus membuat proposal," kata Kwon.

Lim Eul-chul, seorang profesor di Institut Studi Timur Jauh di Universitas Kyungnam, mengatakan kemungkinan sangat kecil bahwa Korea Utara akan menerima tawaran itu, mengutip komentarnya baru-baru ini tentang Yoon.

"Reuni keluarga adalah masalah dasar kemanusiaan, tetapi pada kenyataannya membutuhkan tingkat kepercayaan yang substansial antara kedua belah pihak," katanya.

Yoon, yang mulai menjabat pada bulan Mei, telah mengungkapkan apa yang disebutnya sebagai rencana "berani" untuk memberikan bantuan ekonomi sebagai imbalan perlucutan senjata nuklir, tetapi dia juga akan menanggapi dengan tegas provokasi Korea Utara.

Kim Yo Jong, saudara perempuan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, mengatakan pada bulan lalu Yoon harus "menutup mulutnya" dan mengkritik rencananya sebagai sesuatu yang tidak masuk akal.

Putaran terakhir reuni keluarga terjadi pada 2018, ketika pendahulu Yoon yang liberal mengadakan pertemuan puncak dengan Kim Jong Un dan mencoba menengahi perjanjian damai antara Pyongyang dan Washington.

bh/ha (Reuters)