1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Korea Utara dan Kebanggaannya

14 Desember 2006

Walaupun sosialisme Korea Utara mengalami kegagalan dan sanksi ekonomi yang masih berlaku, rakyat Korea Utara masih bertahan.

https://p.dw.com/p/CPVn
Pemimpin Korut Kim Jong Il
Pemimpin Korut Kim Jong IlFoto: AP

Kota kecil Kudjang di Korea Utara di musim dingin bulan Desember. Perempuan-perempuan tua berdesakan di jalanan. Napas yang mereka hembuskan tampak jelas di udara musim dingin itu. Wajah anak-anak kecil tampak memerah karena kedinginan. Banyak rumah yang tidak menggunakan pemanas, sehingga suhu ruangan hanya mencapai sembilan derajat Celsius. Biasanya hanya ada ruang dapur saja yang hangat, jika ada yang tengah memasak. Pemanas ruangan elektronik dilarang, karena memakai terlalu banyak listrik.

Kegagalan sosialisme Korea Utara tidak dapat ditutupi lagi. Namun Kudjang dan seluruh negara mengumumkan slogan propaganda baru yang tegas: "Dengan kebanggaan memiliki kekuatan atom, gerakan revolusioner terus berlanjut.“ Atas pertanyaan terhadap uji coba atom Oktober lalu, selalu didengar jawaban yang sama di mana-mana. Misalnya jawaban dari Yangtse Sik, kepala sebuah usaha pertanian.

"Di dunia ini tidak banyak negara yang memiliki senjata atom. Dan kami salah satu yang memilikinya. Kami pun bangga sekali.“

Lima anggota keluarga pekerja Hong Djong Sun tinggal di apartemen yang terdiri dari dua kamar dekat ibukota Pyongyang. Di dinding ruang tamu terpajang foto kepala pemerintahan Kim Jong Il dan ayahnya. Hong Djong Sun, ibu yang sudah berusia 53 tahun ini mengungkapkan pendapatnya.

"Saat kami mendengar tentang uji coba atom, kami berpikir, negara kami adalah yang terbaik. Kini musuh kami tidak bisa menyerang kami lagi.“

Sanksi ekonomi dari PBB tidak berhasil membuat takut warga Korea Utara. Ini juga pendapat Nung Ming Su dari komite rakyat kota Kudjang.

"Selama 40 tahun kami sudah menjalani sanksi dari Amerika Serikat. Berkat pimpinan kami yang bijak, Kim Jong Il, kami semua akan mengatasi kesulitan yang ada.“

Walau pun demikian, sanksi yang diberikan mulai terasa. Organisasi Bantuan tidak boleh lagi mengimpor barang, seperti pompa, karena ini juga dapat digunakan untuk kebutuhan militer. Di waktu yang bersamaan, kesediaan banyak negara untuk menyumbang bahan pangan juga menurun. Padahal banyak anak-anak di Korea Utara yang kurang gizi. Tapi masih banyak yang menolak untuk mengakui memburuknya keadaan di sana. Seperti diungkapkan Direktur Klinik Universitas Pyongyang, Mun San Ming.

"Kami selalu berhasil memperoleh pengobatan gratis dan sosialismus. Walau pun seluruh dunia membatasi udara yang dapat kami hirup, kami akan tetap dapat bertahan hidup karena obat-obatan dan peralatan medis yang kami miliki.“

Sanksi ini juga menjadi sasaran propaganda. Demikian pendapat Karin Jans dari organisasi bantuan pangan Jerman di Pyongyang. Sanksi ini juga menawarkan kemungkinan bagi pemerintahan untuk mempertanggungjawabkan situasi buruk di negara ini, di mana mereka bisa saja mengatakan: "Lihat saja, dunia internasional menentang dann memboikot kita dan karena itulah kita tidak dapat berkembang secara benar.“

Uji coba atom dan sanksi tampak memperkuat posisi rezim pemerintahan di dalam negeri Korea Utara sendiri. Mungkin inilah sebenarnya tujuan politis ledakan nuklir bawah tanah tersebut.