1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Penegakan Hukum

KPK: Vonis Penyerang Novel Baswedan Preseden Buruk

Detik News
17 Juli 2020

Dua Pelaku penyerangan terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan divonis hakim 2 dan 1,5 tahun penjara. Tim advokasi Novel Baswedan nilai vonis menguntungkan kedua pelaku. KPK sebut ini jadi preseden buruk bagi korban.

https://p.dw.com/p/3fTyq
Novel Baswedan
Foto: Privat

Tim Advokasi Novel Baswedan menilai vonis dua dan satu setengah tahun penjara terhadap dua penyerang Novel Baswedan itu menguntungkan terdakwa. Sebab, Tim Advokasi menilai dengan vonis itu maka kedua terdakwa tidak akan dipecat dari instansi Polri.

"Nyaris tidak ada putusan yang dijatuhkan terlalu jauh dari tuntutan, kalaupun lebih tinggi daripada tuntutan. Misalnya tidak mungkin hakim berani menjatuhkan pidana 5 tahun penjara untuk terdakwa yang dituntut 1 tahun penjara. Mengapa putusan harus ringan, agar terdakwa tidak dipecat dari Kepolisian dan menjadi whistle blower/justice collaborator. Skenario sempurna ini ditunjukkan oleh sikap terdakwa yang menerima dan tidak banding meski diputus lebih berat dari tuntutan penuntut umum," kata salah satu anggota Tim Advokasi Novel Baswedan, Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulis, Jumat (17/07).

Kurnia mengaku pihaknya tidak kaget dengan skenario itu. Sebab, Kurnia sudah menduga sejak awal persidangan itu memang diatur untuk menguntungkan terdakwa. Hal itu terlihat jelas mulai dari dakwaan, barang bukti yang dihadirkan hingga pada tuntutan jaksa yang dinilai jauh dari fakta sebenarnya.

Kurnia menyebut putusan yang dijatuhkan hakim juga menguntungkan kepolisian. Sebab, kepolisian tidak bisa memecat kedua terdakwa yang merupakan anggota Polri aktif.

"Dengan dijatuhkannya putusan hakim ini, pihak yang paling diuntungkan adalah instansi Kepolisian. Sebab dua terdakwa yang notabene berasal dari anggota Kepolisian tidak mungkin dipecat dan pendampingan hukum oleh Divisi Hukum Polri -yang diwarnai dengan isu konflik kepentingan-pun berhasil dijalankan," sebutnya.

Untuk itu, Kurnia menyebut persidangan kasus Novel Baswedan itu menunjukan jika penegakan hukum di Indonesia tidak berpihak pada korban. Dengan putusan yang ringan itu, Kurnia khawatir kasus-kasus teror terhadap pegiat antikorupsi ke depan akan sulit terungkap.

"Maka dari itu, kami meyakini, di masa yang akan datang para penegak hukum, khususnya penyidik KPK, akan selalu dibayang-bayangi oleh teror yang pada faktanya tidak pernah diungkap tuntas oleh negara," tuturnya.

Preseden buruk

KPK turut menanggapi vonis 2 dan 1,5 tahun yang dijatuhkan kepada dua penyerang Novel Baswedan. KPK mengaku memahami kekecewaan Novel Baswedan dan publik atas vonis tersebut.

"Sebagai korban penyerangan yang berakibat luka berat, KPK memahami kekecewaan Novel Baswedan dan juga publik terkait putusan terhadap para terdakwa tersebut," kata Plt Jubir KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jumat (17/07).

Sebab, Ali mengatakan kasus Novel Baswedan merupakan pengingat betapa pentingnya perlindungan bagi pejuang antikorupsi. Dengan vonis itu, Ali menilai bakal jadi preseden buruk bagi korban kejahatan ke depan, khususnya aparat penegak hukum yang menjalankan tugas pemberantasan korupsi.

"Hal tersebut karena menjadi preseden buruk bagi korban kejahatan ke depan. Terlebih bagi aparat penegak hukum yang menjalankan tugas pemberantasan tidak pidana korupsi," ujar Ali.

Ali kemudian mengatakan kasus Novel Baswedan ini harus jadi perhatian yang serius. Ia berharap ada upaya konkret dari pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada penegak hukum, khususnya pejuang antikorupsi.

Dipanggil Komjak

Jaksa penuntut umum (JPU) yang menangani kasus penyerangan terhadap penyidik senior KPK, Novel Baswedan, segera dipanggil Komisi Kejaksaan (Komjak). Komjak sampai saat ini masih menganalisis laporan terkait tuntutan ringan dua penyerang Novel Baswedan.

"Karena proses pengadilan khususnya penuntutan jaksa sudah selesai kami sudah bisa lanjutkan ke tahapan proses penjelasan, klarifikasi, verifikasi dokumen-dokumen, pelaksanaan SOP, pemenuhan ketentuan, kode etik, dengan team JPU-nya," kata Ketua Komjak, Barita Simanjuntak, saat dihubungi, Jumat (17/06).

Namun Barita belum menjelaskan detail mengenai waktu pemanggilan. Sebelumnya pemanggilan terhadap JPU belum dapat dilakukan karena berdasarkan Peraturan Presiden No 18 tahun 2011, Komjak tidak boleh mengganggu kelancaran tugas kedinasan Jaksa dan/atau pegawai Kejaksaan atau memengaruhi kemandirian Jaksa dalam melakukan penuntutan.

"Ya sudah kita agendakan (pemanggilan tim JPU). Secepatnya dan pasti sebab ini keharusan supaya kita tahu detail teknis penanganan kasus ini di Kejaksaan," ujarnya.

Seperti diketahui, dua terdakwa kasus penganiayaan berat terhadap Novel Baswedan, Rahmat Kadir dan Ronny Bugis, dituntut 1 tahun penjara. Akan tetapi, kedua pelaku divonis hakim menjadi lebih berat, yaitu Ronny divonis pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan, sedangkan Rahmat 2 tahun penjara.

Hakim menyatakan Ronny dan Rahmat bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan berat kepada Novel Baswedan. Keduanya terbukti bersalah melanggar Pasal 353 ayat 2 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Mengadili, menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan penganiayaan bersama-sama dan terencana lebih dahulu dengan mengakibatkan luka berat," ujar hakim ketua Djuyamto saat membacakan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jalan Gajah Mada, Petojo Utara, Jakarta Utara, Kamis (16/07). (Ed: rap/ml)

Baca selengkapya di: DetikNews

Vonis 2 & 1,5 Tahun Bui Dianggap Untungkan Penyerang Novel Baswedan

Penyerang Novel Baswedan Divonis 2 dan 1,5 Tahun Bui, KPK: Preseden Buruk

JPU Kasus Penyerangan Novel Baswedan Segera Dipanggil Komjak