1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kredibilitas Indonesia Dinilai Akan Turun Karena Tak Hadiri Penyerahan Nobel

22 November 2010

Indonesia tidak akan mengirimkan dubes di Norwegia untuk menghadiri acara penyerahan Nobel. Departemen Luar Negeri beralasan, pejabat yang bersangkutan pada saat bersamaan harus menghadiri sebuah acara di Bali.

https://p.dw.com/p/QFQV
Liu Xiaobo, penerima Nobel Perdamaian 2010Foto: AP

Duta besar Indonesia untuk Norwegia Esti Andyani, pada saat bersamaan harus menghadiri acara Forum Demokrasi di Bali, yang dianggap lebih penting dan telah dijadwalkan jauh hari sebelumnya. Demikian disampaikan juru bicara Departemen Luar Negeri Michael Tene.

Pemerintah Cina, dikabarkan telah mengirimkan surat ke sejumlah negara, termasuk Indonesia agar tidak menghadiri acara penyerahan Nobel Perdamaian di Oslo. Tahun ini, Nobel Perdamaian jatuh ke tangan Liu Xiaobo, seorang aktivis pro demokrasi yang dianggap sebagai pembangkang oleh pemerintah Cina. Ketika ditanya mengenai surat tersebut, Michael Tene mengaku belum pernah melihat langsung surat yang dimaksud.

Setidaknya sudah ada enam negara yang menyatakan diri tidak akan hadir dalam acara penyerahan Nobel Perdamaian. Negara-negara itu adalah Rusia, Kazakhstan, Kuba, Maroko, Irak dan Cina. Pengamat luar negeri CSIS Bantarto Bandoro menilai, ketidakhadiran Indonesia akan menurunkan kredibilitas diplomasi di mata dunia. Apalagi negara-negara yang menolak hadir dalam acara tersebut selama ini dikenal sebagai kelompok negara otoriter atau semi otoritarian.

Tahun ini, panitia Nobel memberikan penghargaan terhadap Liu Xiaobo atas perjuangannya yang panjang dan tanpa kekerasan dalam menegakkan hak asasi manusia di Cina. Desember tahun 2009, Liu dijebloskan kembali ke dalam penjara karena dianggap membangkang terhadap pemerintah. Liu, adalah tokoh utama Piagam 08, yang merupakan manifesto para intelektual dan aktivis Cina yang menuntut adanya kebebasan berpendapat dan pemilu multi partai di negara tersebut. Bekas profesor sastra itu menjadi terkenal karena memimpin unjuk rasa di Tinananmen tahun 1989.

Andy Budiman

Editor: Hendra Pasuhuk