1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kriminalisasi LGBT Menguat di Tahun Politik

1 Februari 2018

DPR RI ingin mengkriminalisasi pelaku pergaulan bebas dan kaum LGBT dengan mervisi KUHP. Manuver yang ditengarai bermuatan politis buat menjaring suara jelang Pilkada itu dinilai sarat pelanggaran HAM.

https://p.dw.com/p/2rt8S
Indonesien LGBT Parade in in Jakarta
Foto: picture-alliance/NurPhoto

Tsunami konservatisme dan homofobia sedang menyapu Dewan Perwakilan Rakyat. Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) untuk mengkriminalisasi hubungan seksual di luar nikah yang diniatkan buat membidik pelaku pergaulan bebas atau komunitas LGBT, juga berpotensi ikut menghukum korban perkosaan dan pelecehan seksual.

"Indonesia yang secara konstitusional menjamin Hak Azasi Manusia dan menandatangani berbagai perjanjian HAM akan dipermalukan dunia jika membuat Undang-undang yang justru melanggar nilai-nilai tersebut," kata Said Muhammad Isnur, Ketua Bidang Advokasi YLBHI kepada Reuters.

Dalam sebuah rancangan amandemen yang diterima media, DPR antara lain memperluas makna zina pada Pasal 484 ayat (1) yang berbunyi "dipidana karena zina dengan penjara paling lama 5 tahun, laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan".

Meski demikian pembahasan RKUHP di DPR cendrung berlangsung alot. Seperti ditulis Kompas, Institute Criminal and Justice System (ICJR) mencatat saat ini  terdapat tiga fraksi yang menolak pemidanaan hubungan seksual di luar nikah, sementara tujuh fraksi lainnya setuju.

Namun dukungan terhadap kriminalisasi hubungan gay dan lesbian diyakini kian meluas.

Bambang Soesatyo, Ketua DPR RI, misalnya mendesak hubungan sesama jenis harus dikirminalisasi lantaran "merusak moral bangsa." Hanya segelintir anggota DPR yang menyuarakan keberatan lantaran melihat ancaman terhadap hak privasi warga.

Padahal dalam survey Saiful Mudjani Reseach Centre (SMRC) sebanyak 57,7 persen publik berpendapat bahwa LGBT memiliki hak hidup di Indonesia. Hanya sebesar 41,1 persen yang berpendapat sebaliknya.

Nasib kaum LGBT diyakini bakal menjadi dagangan politik menjelang Pilkada serentak dan pemilu kepresidenan 2019. "Partai-partai Islam ingin menggunakan isu ini di tahun politik," kata Bivitri Susantri, pakar hukum tata negara. "Jika kita melihat bagaimana partai politik yang sekuler dan Islamis membahas masalah ini, saya kira rancangannya akan lolos."

rzn/yf (ap, kompas, bbc, tribunnews)