1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

080411 Vorschau IWF Frühjahrstagung

12 April 2011

Direktur IMF Dominique Strauss-Kahn menuntut kebijakan politik dan ekonomi baru, yang bisa memperkuat stabilitas finansial dunia, solidaritas, kerjasama dan multilaterisme.

https://p.dw.com/p/10rWk
Dominique Strauss-Kahn dalam wawancara dengan DWFoto: DW-TV

Kondisi terakhir dan tantangan yang dihadapi IMF serta Bank Dunia merupakan tema utama dari rangkaian acara yang meliputi situasi pasar keuangan, pembangunan internasional dan ekonomi global yang berlangsung pekan ini di Washington. Dalam hal terakhir, Direktur IMF Dominique Strauss-Kahn menilai, krisis finansial global belum sepenuhnya teratasi.

"Kita telah melihat bagaimana pentingnya kerjasama internasional, baik dalam lingkup G20 maupun di luar itu. Kita melihat, runtuhnya pasar properti di Amerika Serikat bisa berdampak pada krisis ekonomi global dan bagaimana sistem finansial menghasilkan peraturan-peraturan baru. Dari krisis ini kita telah belajar, bahwa tidak cukup untuk hanya menilik pertumbuhan rata-rata sebuah negara. Kita juga harus menyadari bahwa dampak dari distribusi yang tidak merata, kesenjangan penghasilan dan kurangnya lapangan kerja dapat menyebabkan keresahan dan instabilitas, yang bisa mengancam pulihnya ekonomi.“

IMF dan Bank Dunia tahun lalu telah memperingatkan bahwa terdapat ketimpangan ekonomi besar, yang bisa menghambat pulihnya ekonomi global. Namun masalah defisit dan surplus dalam neraca perdagangan maupun dalam anggaran kelompok negara-negara besar tidak mungkin terpecahkan dalam satu hari, dan soal ini diangkat kembali di Washington.

Menurut Strauss Kahn, "Orang kerap berbicara tentang defisit Amerika Serikat dan surplus Cina. Padahal banyak ketimpangan lain yang perlu dibahas, tapi tidak mengemuka. Ketimpangan inipun bukan hal baru, tapi terkesampingkan ketika krisis melanda. Sekarang permasalahannya muncul kembali dan kita harus menyelesaikannya. Ini berkaitan dengan ketimpangan perdagangan dan arus pergerakan modal. Kita perlu menemukan model pertumbuhan global yang berkelanjutan. Karena apa yang kita praktekkan sekarang, sama sekali tidak berimbang dan tidak berkelanjutan.“

Nyatanya sampai kini, semua pihak saling tuding. Kesalahan selalu hanya dilakukan pihak lain. Jerman dikritik karena kebijakan ekspornya yang dinilai sepihak. Amerika Serikat dipersalahkan karena konsumsi masyarakatnya yang berdasarkan kredit. Sedangkan Cina tidak solider karena menekan nilai mata uangnya. Tak aneh bahwa tahun lalu mencuat berbagai pernyataan mengenai perang mata uang.

Suku bunga rendah di negara-negara industri menyebabkan arus modal mengalir ke negara-negara ambang industri. Hal ini kemudian mendongkrak nilai mata uang negara-negara tersebut. Kemudian muncul seruan-seruan untuk membentuk sistim mata uang baru.

“Kita tidak dapat berharap, bahwa sebuah rejim keuangan yang digulirkan puluhan tahun lalu akan berfungsi sempurna hingga kini. Ada pemikiran untuk membangun sistem keuangan multipolar, di mana sejumlah mata uang bisa berfungsi sebagai mata uang cadangan. Bukan hanya Dollar, Euro dan Yen, tapi juga misalnya mata uang Cina, Yuan Renmimbi“, begitu Strauss-Kahn.

Dua tahun silam, untuk memerangi krisis finansial, bank-bank sentral membanjiri pasar dengan uang. Ini memang perlu untuk menghindari rubuhnya ekonomi global. Namun kini perlu memikirkan strategi untuk mengakhiri sistim subsidi dan bagaimana cadangan dana bisa terkumpul lagi. Karena sejalan dengan kelewat banyaknya uang di pasar, timbul pula bahaya terjadinya gelembung-gelembung baru.

Sebagai langkah awal, Bank Sentral Eropa telah menaikkan suku bunganya untuk pertama kalinya dalam tiga tahun. Ini sudah waktunya dilakukan. Pasalnya, bila neraca perbankan diperhatikan, yang tampak menonjol bukan saja keuntungan. Tetapi bahwa seluruh perbankan sudah kembali ke sikap „Business as Usual„ yang dulu menyebabkan krisis ekonomi global.

Laporan IMF baru-baru ini kembali memperingatkan adanya ancaman krisis finansial baru. Meski upaya-upaya regulasi dan pencegahan krisis sudah dibicarakan, perbankan masih saja mengambil risiko yang kelewat tinggi. Selain itu fusi antara bank-bank yang dulu guncang telah menyebabkan lebih banyak bank-bank besar, yang kini masuk kategori „sistem relevan“ dan perlu diselamatkan dalam keadaan krisis.

Lalu apa yang akan terjadi nanti, seandainya terjadi krisis lagi? Pemerintah tidak bisa lagi menalangi, karena harus mengkonsolidasi anggaran belanja negara. Tampaknya, dalam pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia pada 15 hingga 17 April di Washington nanti, akan ada banyak tema yang harus dibahas.

Rolf Wenkel / Edith Koeoemawiria
Editor: Hendra Pasuhuk