1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Krisis Ekonomi di Asia Tenggara

Nicola Glass27 Februari 2009

Anggota Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara, ASEAN, tandatangani kesepakatan zona perdagangan bebas dengan Australia dan Selandia Baru, Jumat di Cha-am, Thailand. Apakah ini solusi krisis ekonomi yang dihadapinya?

https://p.dw.com/p/H2ko
Di Singapura, yang ekspor negaranya anjlok 35%Foto: AP

Ekonomi Asia Tenggara terpuruk. Ekspor Thailand merosot begitu jauh, sehingga pada akhir 2008 ekonomi negara itu menciut lebih kecil daripada nilai ekonomi 15 tahun lalu. Begitu juga Singapura, yang kali ini mengalami pukulan terhebat. Seperti Thailand, ekonomi Singapur berorientasi ekspor. Kedua negara ini telah meluncurkan paket stimulus yang diharapkan menggairahkan ekonomi.

Namun sejumlah pengamat menilai, sebaiknya ASEAN menetapkan kebijakan bersama yang berlaku bagi seluruh kawasan. Joy Chavez dari organisasi Focus on the Global South, menilai ASEAN perlu meniru langkah Singapura. Ia menjelaskan: "Saya pikir, ASEAN perlu menggulirkan paket stimulus tersendiri. ASEAN bisa mengikuti jejak Singapura, maksud saya, mengakui bahwa krisis ekonomi global berimbas pada setiap negara. Kemudian negara-negara ini musti berhenti membatasi diri dari negara tetangganya. Pemerintah Filipina misalnya, pekan lalu berulang kali menyatakan negaranya terbebas dari krisis global. Padahal tidak ada satupun negara yang imun dari dampaknya. Karenanya tidak perlu ada anggota ASEAN yang terlalu gengsi untuk mengakuinya.”

Menurut Joy Chavez, pukulan yang dialami Filipina tidak ringan. Jumlah pekerja migran Filipina sangat tinggi. Ketika sektor IT dan eletronik di Taiwan merugi, ribuan pekerja migran Filipina terpaksa pulang ke negaranya. Hal yang sama terjadi pada Tenaga Kerja Indonesia, TKI, yang kini menghadapi pemulangan dari berbagai negara. Lebih jauh, Malaysia misalnya telah mengumumkan, tidak lagi memberikan visa kepada TKI.

Carla June Natan dari jaringan Forum Migran Asia mengritik bahwa sebagian besar pemerintahan ASEAN tidak merespon dampak krisis secara tepat. "Bagi kami yang menentukan itu, pemerintahan memiliki program yang menyeluruh untuk mengatasi masalah besar yang dihadapinya, misalnya program integrasi kembali. Karena bila kita berbicara tentang migrasi, maka pada akhirnya kita membicarakan situasi pekerja migran setelah pulang ke negaranya masing-masing. Dan itu artinya membahas bagaimana negara asal itu bisa berkembang sehingga membuka peluang untuk lapangan kerja baru di dalam negeri”, begitu tuturnya.

Untuk menggairahkan ekonomi dan menjamin standar hidup yang layak bagi rakyatnya, negara-negara ASEAN harus bertindak lebih jauh. Menurut Joy Chavez dari “Focus on the Global South”:

“Harus kita pikirkan kembali, begitu banyak kesepakatan yang sudah ditandatangani demi melancarkan perdagangan bebas, khususnya dengan negara-negara industri. Seperti kesepakatan Uni Eropa dan ASEAN, yang Mei mendatang memasuki ronde keempat. Dalam saat krisis, perdagangan bebas tidak begitu menarik, karena perdagangan bebas justru mengandung risiko bagi seluruh kawasan.”

Untuk memutar jarum jam kebelakang, tampaknya tidak mungkin. Anyaman simpul-simpul di sektor bisnis dan industri sudah terlalu pekat. (ek)