1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Krisis Politik Dalam Negeri Israel

27 Oktober 2006

Pers Israel bernada berang mengomentari situasi politik dalam negerinya.

https://p.dw.com/p/CJZg
PM Israel Ehud Olmert mengalami tekanan politik
PM Israel Ehud Olmert mengalami tekanan politikFoto: AP

Dalam sejarah Israel tidak pernah ada orang seperti Ehud Olmert, yang begitu tidak tahu diri, yang lebih mengutamakan kepentingan menyelamatkan posisi dan koalisinya yang goyah daripada kepentingan negaranya. Demikian kritik harian liberal Haaretz dalam komentarnya.

Menurut hasil jajak pendapat, saat ini Perdana Menteri Olmert hanya memiliki suara kurang dari 10 persen. Dan ia bermaksud memberikan kepercayaan kepada orang yang tidak berpengalaman dan sulit dipercaya seperti ketua partai nasionalis kanan Yisrael Beiteinu, Avigdor Lieberman, untuk menangani politik keamanan terpenting Israel: yaitu menghadapi ancaman negara itu dari Iran.

Menurut komentar harian Yedioth Achronoth, bukan Iran yang menjadi ancaman strategi bagi Israel melainkan Lieberman. Tidak diragukan, politik dalam negeri Israel mengalami ancaman, sejak keputusan Olmert muncul lewat pemilihan baru dengan masuknya partai imigran Rusia dan Lieberman ketuanya yang anti Arab ke dalam koalisi.

“Saya yakin dalam kesempatan mendatang kita akan membentuk koalisi pemerintah” demikian seruan Lieberman kepada pendukungnya. Dan dengan slogan anti Arab yang ekstrim, dari sekitar satu juga imigran Rusia yang sejak 15 tahun bermigrasi ke Israel, Lieberman berupaya mengumpulkan suara dalam pemilu.

Lieberman: “Saya katakan: Jika warga Palestina sudah dipandang sebagai suatu negara, maka itu juga harus diberikan kepada masyarakat Arab di Israel yang hidup di sini dan sebaliknya. Pusat masyarakat Yahudi di Tepi Barat Yordan akan saya aneksasi. Maksudnya agar ada pertukaran masyarakat dan kawasan.”

Rencana yang dianggap rasisme. Demikian tuduhan bagi Lieberman yang datang bukan hanya dari anggota parlemen warga Arab di Knesset. Merampas semua hak warga Israel hanya dengan berdasarkan asal usulnya, apalagi mengingat 1,2 juta penduduk Israel berasal dari Arab.

Meskipun demikian dalam pemilu akhir Maret lalu Partai imigran Rusia Yisrael Beitenu berhasil meraih 11 mandat.

“Saya pikir, kita berada dalam tempo dimana kita mengalami perkembangan, dimana dalam pemilu mendatang kita pasti menjadi partai terbesar di Israel.” Demikian Lieberman, pria berusia 49 tahun dalam aksen Rusian yang masih kental, meskipun telah 28 tahun bermigrasi dari negara bekas Uni Sovyet Moldavia. Ia terkenal dengan ucapannya yang tegas dan blak blakan. Karier politiknya yang menanjak menunjukkan bahwa kaum pendatang baru di Israel juga dapat meraih sukses. Demikian ungkapan yang sering dikatakannya.

Setelah perang Libanon, popularitas Perdana Menteri Olmert dan Menteri Pertahanan Perez dari Partai Buruh merosot. Setelah Netanjahu kini Lieberman adalah politisi terpopuler di Israel. Suatu konstelasi berbahaya. Menurut pakar politik Dany Gutwein dari universitas Haifa:

“Saya pikir di sini berlangsung persaingan untuk wajah masyarakat Israel. Avigdor Lieberman mewakili opsi yang jelas memperdalam konflik yang ada, institusionalisasi rasisme, pendekatan lebih jauh antara kapital dan kekuasaan dan tentu saja mengangkat sistim demokrasi di Israel. Itulah alternatif tajam yang jelas dan juga upayanya dalam semua wawancara untuk tampil lebih ramah.“

Bagaimana sikap mitra terpenting Olmert dalam pemerintah, yakni partai buruh. Apakah ketuanya, Menteri Pertahanan Amir Perez, dalam jajak pendapat juga tidak disukai seperti Olmert, yang sebelum pemilihan bulan Maret lalu selau menegaskan tidak akan duduk bersama dengan Lieberman di meja kabinet? Mungkin sementara ini ketua partai buruh tersebut melihat situasinya sudah berbeda, terutama diperkirakan karena banyaknya kritik dari partainya sendiri yang hendak menyingkirkan Perez. Dan bagi Avigdor Lieberman penerimaan dirinya dalam pemerintah Olmert tampaknya hanya batu loncatan sementara untuk jalan ke puncak.