1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kritik terhadap Pemeriksaan di Perbatasan dalam Wilayah Schengen

12 Mei 2011

Koran-koran Eropa mengomentari beberapa perkembangan terakhir di dunia. Antara lain penempatan pemeriksa di perbatasan antara Denmark dan Jerman serta Swedia.

https://p.dw.com/p/11EP1
ARCHIV - Das Ortsausgangsschild von Schengen (Archivfoto vom 06.07.2005). Der luxemburgische Ort ist zum Synonym für ein Europa ohne Grenzkontrollen geworden. Dort unterzeichneten 1985 die Regierungschefs von Deutschland, Frankreich und den Benelux-Staaten ein Abkommen, das Wartezeiten vor Schlagbäumen zwischen den EU-Mitgliedsstaaten verhindern sollte. Im Laufe der Jahre kamen immer mehr Länder zum Schengen-Raum hinzu. Foto: Becker&Bredel +++(c) dpa - Report+++
Tanda keluar wilayah SchengenFoto: picture-alliance/ dpa

Langkah Denmark yang menempatkan kembali pemeriksaan di perbatasan dengan Swedia dan Jerman dikomentari harian Denmark, Jyllands-Posten.

Petugas cukai dan polisi di pos-pos perbatasan memiliki isyarat sangat kuat. Ini menunjukkan, bahwa pihak yang berwenang tidak berani mengakui tempat kita sebagai warga Eropa. Sangat mengherankan, bahwa Partai Rakyat Denmark (DVP) yang beraliran kanan berhasil meloloskan inisiatif, yang menyebabkan keresahan banyak orang, yang harus melewati perbatasan jika pergi ke tempat kerja. Termasuk juta ratusan ribu warga Denmark, yang pergi berbelanja ke Jerman. Penempatan kembali pemeriksaan di perbatasan akan menyebabkan kegelisahan besar dan mudah-mudahan akan membuat banyak orang begitu marahnya, sehingga DVP akan merasakan konsekuensinya dalam pemilu berikutnya.

Harian Perancis, Paris-Normandie berkomentar tentang debat di Parlemen Eropa soal pelaksanaan kembali pemeriksaan di perbatasan di dalam wilayah Schengen.

Berkaitan dengan populisme yang semakin berkembang di sebagian besar negara Eropa, sebuah tabu dilanggar. Sekarang, penempatan petugas bea cukai dan polisi di perbatasan tidak dilarang lagi. Sekarang kita harus memperhitungkan, bahwa "Ruang Kebebasan" di Eropa akan semakin menyempit. Dan di Parlemen Eropa semua orang, yang masih percaya pada nilai-nilai dasar bersama, menyerukan teriakan marah. Hampir semua ketua fraksi di Parlemen Eropa mengecam pembatasan kebebasan tersebut.

Chef der italienischen Notenbank, Mario Draghi
Mario DraghiFoto: picture-alliance/ dpa

Tema lain yang dikomentari koran-koran Eropa adalah pemilihan Mario Draghi sebagai direktur Bank Sentral Eropa berikutnya. Harian Italia La Stampa memprediksi, Draghi akan mengalami masa-masa sulit.

Setelah pemerintah Jerman memberikan dukungan bagi Mario Draghi untuk menjabat sebagai direktur Bank Sentral Eropa, berarti Draghi sekarang diundang untuk menduduki posisi yang sulit. Yaitu pada masa paling genting dalam sejarah mata uang Euro dan juga pada masa di mana kekacauan berlangsung di pasar uang internasional. Beban utang Yunani hanya sebagian dari masalah besar, yang sekarang belum nampak, yang mungkin dapat mengguncang kerangka politik ekonomi global. Jadi tidak hanya Eropa. Sekarang orang menyadari, bahwa keanggotaan Yunani dalam zona mata uang Euro diputuskan terburu-buru, dan sekarang baru tampak bahwa Yunani berada dalam situasi kacau-balau. Dan ini tidak hanya berlaku di dunia ekonomi, melainkan juga bagi politik dan masyarakat.

Terakhir harian Perancis Le Monde mengomentari Presiden Barack Obama berkaitan dengan penjara rahasia CIA dan Guantanamo.

Penyiksaan tidak bermoral dan ilegal. Di samping itu, penyiksaan kontraproduktif. Bagi anggota staf mantan Presiden George W. Bush tidak mudah untuk menerima, bahwa Barack Obama, yang melarang teknik interogasi dengan penyiksaan, sekarang memanen hasil pemburuan dan pencarian Osama bin Laden selama 10 tahun, dan kini merepresentasikannya di muka umum. Tetapi sekarang Presiden Obama masih harus menangani peninggalan serangan 11 September lainnya, yang juga sangat berat. Obama harus mengatakan kebenaran tentang penjara-penjara rahasia yang didirikan dinas rahasia CIA dan nasib sejumlah tahanan yang menghilang. Dan terutama ia harus menutup penjara Guantanamo.

dpa/afp/Marjory Linardy

Editor: Hendra Pasuhuk