1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Laporan Kasus Pembunuhan Benazir Bhutto

16 April 2010

Pembunuhan mantan PM Bhutto di tahun 2007 sebenarnya bisa dihindari, demikian hasil laporan penyidikan PBB. Pemerintah Pakistan dikritik oleh para penyidik dalam dokumen yang dipublikasikan hari Kamis (16/04).

https://p.dw.com/p/MyAt
Pendukung Bhutto menangisi kepergiannya, beberapa hari setelah serangan bom bunuh diri, 27 Desember 2007.Foto: AP

Terkait dengan kasus pembunuhan mantan perdana menteri Pakistan Benazir Bhutto, komisi pengusut PBB melontarkan tuduhan kepada presiden Pakistan ketika itu, Pervez Musharraf, dinas rahasianya dan kepolisian negara tersebut.

“Pembunuhan Benazir Bhutto sebenarnya bisa dihindari, Jika polisi Pakistan waktu itu melakukan tindakan pengamanan yang cukup." Demikian laporan komisi PBB yang disampaikan duta besar Chile di New York hari Kamis (15/04), terkait kasus Bhutto tersebut. Jika pemerintahan Presiden Musharraf saat itu bereaksi secara sepatutnya atas ancaman keamanan yang luar biasa dan mendesak atas nyawa Bhutto, maka politisi yang saat itu berusia 54 tahun, seharusnya masih hidup saat ini.

Bhutto tewas pada tanggal 27 Desember 2007 dalam sebuah serangan bom bunuh diri di kota markas militer Rawalpindi, setelah sebuah acara kampanye pemilu. Selain Bhutto, 20 orang lainnya juga tewas dalam peristiwa itu. Pemerintah Pakistan saat itu langsung menuding pimpinan Taliban Baitullah Mehsud bertanggung jawab atas pembunuhan ini. Tetapi partai Bhutto, Partai Rakyat Pakistan PPP, menuduh Musharraf beserta pengikutnya berada dibalik serangan dan menuntut penyelidikan dari pihak PBB. Sampai sekarang belum ada yang dituntut pertanggungjawaban atas pembunuhan Bhutto. Atas permintaan Islamabad, Juni 2009 Sekjen PBB Ban Ki Moon menugaskan sebuah komisi yang beranggotakan utusan PBB asal Chile Heraldo Munoz, mantan menteri kehakiman Indonesia Marzuki Darusman dan mentan perwira polisi Irlandia Peter Fitzgerald, untuk menyelidiki kasus ini dan menjelaskan latar belakangnya.

Selama sembilan bulan komisi tersebut mewawancarai ratusan saksi mata dan menganalisa sejumlah video. Dalam laporan yang baru dipublikasikannya, disebutkan terdapat banyak hal yang tidak jelas, kekurangan dan kesalahan pemerintah Pakistan serta institusi-institusinya, baik sebelum maupun sesudah tewasnya Bhutto. Tindakan perlindungan saat itu tidak cukup dan tidak efektif, demikian kesimpulan para penyidik. Misalnya, polisi yang ditugaskan mengamankan tempat kejadian seharusnya diperlengkapi teropong dan senapan otomatis. Tetapi menurut laporan komisi PBB, tidak seorang pun membawa teropong atau bahkan mengetahui, mereka seharusnya punya perlengkapan tsb.

Selain itu polisi serta sejumlah pejabat pemerintah juga secara sengaja mempersulit jalannya penyelidikan. Misalnya, segera setelah serangan bom bunuh diri itu, polisi membersihkan tempat kejadian dengan air, sehingga hampir tidak ada barang bukti yang bisa dikumpulkan. Selain itu, tidak dilakukan otopsi atas jenazah Bhutto. Para ahli mengatakan, hal ini terjadi karena para pejabat pemerintah takut adanya keterlibatan dinas rahasia dan mereka tidak tahu harus bekerja sama sejauh apa, walaupun sebenarnya mereka tahu benar, bahwa mereka harus melakukan beberapa tindakan tertentu dalam proses pengusutan ini.

Komisi PBB mengatakan, hal ini juga sangat merugikan proses penyelidikan. Utusan PBB Munoz berkata, “sekarang pemerintah Pakistan harus melakukan pemeriksaan yang serius dan terpercaya untuk mencari tahu siapa yang merencanakan, memerintahkan dan melakukan kejahatan mengerikan ini.”

Laporan PBB terkait kasus Bhutto ini sebenarnya dijadwalkan untuk dipublikasikan akhir Maret lalu. Tetapi pelaporannya ditunda atas permintaan Presiden Pakistan Asif Ali Zardari, duda Bhutto, agar komisi dapat mendengarkan kesaksian tiga pimpinan pemerintahan yang namanya tidak disebut. Sebelum mengeluarkan laporan ini, PBB memutuskan untuk menutup sementara kantor-kantornya di Pakistan selama tiga hari.

AG/AS/dpa/afp/rtr