1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Laporan Lembaga Perlindungan Wartawan

Reinhard Baumgarten16 Februari 2006

Jumlah jurnalis yang dibunuh tahun lalu adalah yang terbesar sejak berdirinya lembaga perlindungan wartawan 25 tahun lalu.

https://p.dw.com/p/CJeS
Jurnalis di Irak sering jadi korban kekerasan
Jurnalis di Irak sering jadi korban kekerasanFoto: AP

Tahun lalu, 47 koresponden, reporter dan wartawan tewas di seluruh dunia. Demikian dinyatakan dalam laporan lembaga perlindungan wartawan atau Committee to Protect Journalist (CPJ).

Tetapi, menurut wartawan Kamal Labidi dari lembaga perlindungan wartawan CPJ, berbeda dari waktu-waktu sebelumnya, dalam beberapa tahun terakhir ada perkembangan baru, yang juga dapat ditemukan tahun lalu. Tren baru tersebut adalah sebagian besar wartawan mati dibunuh. Mereka tidak tewas dalam perang atau dalam tembak-menembak.

Sebagian Besar Tewas di Irak

22 orang, atau kebanyakan dari wartawan yang tewas, menjadi korban pembunuhan di Irak. Dan dua pertiga dari jurnalis yang tewas itu berasal dari Irak. Mereka kebanyakan dipekerjakan media asing, yang menganggap negara itu terlalu berbahaya bagi wartawannya sendiri. 125 wartawan diculik di Irak tahun lalu, dan sebagian besar dibunuh.

Menurut Labidi, semua itu tentunya mengakibatkan perasaan takut dan membuat wartawan menyensor hasil kerjanya sendiri. Mereka tidak dapat bekerja dengan baik, jika risikonya terlalu besar.

Perlindungan Bagi Wartawan

Tetapi jika pers tidak dapat melaporkan secara bebas dan terbuka, maka lebih banyak lagi berita yang terselubung, yang semestinya dilaporkan kepada masyarakat umum.

Kamal Labidi yang menjadi redaktur harian 'Cairo Times' berpendapat, wartawan yang berani bisa ditemukan di manapun. Tetapi jika gelombang penculikan dan pembunuhan terlalu besar, maka banyak jurnalis dan kantor berita yang menjaga jarak dari negara seperti Irak, atau Sudan terutama Darfur, dan Afghanistan. Oleh sebab itu jaminan keamanan, walaupun hanya minimum harus diberikan kepada wartawan

Kekerasan terhadap Jurnalis

Namun pertanyaan terbesarnya adalah, apakah yang berkuasa di negara-negara semacam itu dapat menerima, jika wartawan, misalnya ingin tahu apa yang dilakukan tentara pendudukan atau pemerintahan transisi. Sebagian jawaban untuk pertanyaan itu diberikan CPJ melalui laporan terakhirnya. AS serta Myanmar berada pada posisi ke-6 dalam daftar negara-negara yang memenjarakan wartawan.

Tindakan AS yang semakin represif terhadap jurnalis menyebabkan intimidasi, dan jurnalis jadi menyensor laporannya sendiri. Dan masalah semakin membesar, karena tindakan AS itu digunakan pemerintah negara lain yang biasa menekan warganya, untuk membenarkan tindakan mereka bahwa wartawan memang harus ditindak. Demikian ditekankan Paul Steiger, editor harian The Wall Street Journal, dalam pengantar laporan tahunan lembaga perlindungan wartawan tersebut. (ml)