1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

300910 Gesichtsschleierverbot Syrien Ägypten

1 Oktober 2010

Larangan niqab dan burqa yang diterapkan Belgia atau Perancis telah mengundang kecaman dari negara-negara Islam. Akan tetapi, di beberapa negara Islam pemakain penutup muka perempuan ini juga diperdebatkan.

https://p.dw.com/p/PSXn
Seorang perempuan dengan burqa yang menutup hampir seluruh wajahnyaFoto: dpa

Suriah bertindak lebih cepat dari Prancis. Dua pekan sebelum larangan mengenakan niqab atau burqa di tempat terbuka disahkan, Juli lalu, rejim di Damaskus sudah mengambil tindakan keras. Sebanyak 1.200 guru yang mengenakan Niqab, kain panjang yang dipakai menutup seluruh kepala dan wajah, kecuali bagian mata, dipindahkan ke posisi dimana mereka tidak lagi berhubungan dengan murid. Sebelumnya, Kementrian Pendidikan tak mengijinkan mahasiswi bercadar memasuki ruang kuliah di universitas-universitas Suriah.

Pengacara dan aktivis hak perempuan Da'd Moussa yang tinggal di Damaskus menerangkan, "Di sekolah dasar banyak masalah dengan guru yang kerudungnya juga menutup wajah. Ada kesulitan komunikasi antara guru dan murid. Karena itu Kementrian Pendidikan memtuuskan untuk memisahkan para guru tersebut dari tugas-tugas aktif di sekolah."

Tindakan luar biasa. Karena di Suriah, seperti di banyak negara Arab lainnya, jumlah perempuan berkerudung di tempat-tempat publik melesat jumlahnya dalam tahun-tahun terakhir, walau kebanyakan perempuan Suriah tidak mengenakan burqa atau niqab yang hanya terbuka di bagian mata. Meski begitu, walau punya hubungan dekat dengan Hamas, Hisbollah dan Iran, rejim Bashar Al-Assad sendiri sekuler dan menindas kelompok oposisi, baik berhaluan Islam maupun demokratis.

Apa yang disebut Moussa sebagai 'masalah komunikasi' dinilai pakar lain sebagai tindakan melawan islamisasi secara politik yang terlalu kuat dalam masyarakat. Namun Da'd Moussa tidak melihat hubungan langsung antara larangan di Prancis dengan tindakan pemerintah Suriah. Larangan untuk mengenakan kerudung bercadar di tempat terbuka jelas tidak diharapkan di Suriah.

Merbeda dengan Mesir, dimana masalah kerudung yang menutup seluruh wajah juga dipersoalkan. Abdul al-Muti‘ al-Bayyumi, anggota Dewan Tinggi Keagamaan di Univeristas Al Azhar di Kairo, secara terang-terangan mendukung larangan di Prancis. Dalam wawancara dengan DW al-Bayyumi menerangkan, kerudung dengan cadar penutup wajah tak ada dasarnya dalam Islam. Baik dalam al Quran maupun hadist, tak ada keterangan tentang kewajiban mengenakan kerudung sampai menutup wajah.

"Kerudung yang menutup wajah kadang malah menghadirkan ancaman bagi sekitarnya.Kita tidak tahu apakah pria atau perempuan yang ada dibaliknya, apakah ia menyimpan senjata atau benda berbahaya lain. Karena itu saya mendukung UU di Prancis yang melarang kerudung yang menutup wajah dengan alasan keamanan,“ jelas al-Bayyumi.

Peraturan serupa mungkin saja diberlakukan di Mesir jika menyangkut keamanan, kata al-Bayyumi. Ia menceritakan kasus yang sedang disidangkan dimana pelakunya, seorang pria, mengenakan kerudung bercadar untuk berbuat kejahatan.

Sementara itu, larangan mengenakan kerudung bercadar ditolak tegas oleh Issam al-`Iryan, ketua politbiro Ikhwanul Muslimin di Mesir, "Saya yakin itu melukai perasaan keagamaan secara umum di Mesir. Jika orang melihat kerudung yang menutup wajah sebagai ekpresi opini yang ekstrim, maka ia harus mengubah pendapatnya, bukan melarang dengan UU. Opini ekstrim tidak bisa ditangani dengan UU entah itu di Prancis, Eropa atau Mesir.“

Al-`Iryan menuduh pemerintah Mesir menggunakan perang terhadap teror sebagai kedok untuk membatasi pengaruh Islam. Ikhwanul Muslimin membela penggunaan burqa atau niqab bagi perempuan dengan alasan yang sama dengan para penentang larangan mengenakan burqa atau niqab di Eropa. Bahwa Muslim berhak dihormati, dan tidak boleh diperlakukan sebagai resiko bagi keamanan.

Bachir Amroune/Renata Permadi

Editor: Hendra Pasuhuk