1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Natal di Eropa: Spiritualitas Adalah Hak, Bukan Privilese

3 Desember 2020

Perayaan Natal di tengah pandemi corona membebankan tanggungjawab kesehatan kepada gereja. Kelonggaran ini dinilai sebagai pengakuan terhadap layanan spritual sebagai hak dasar, bukan keistimewaan bagi sekelompok kaum

https://p.dw.com/p/3mAvQ
Siaran langsung layanan misa di sebuah gereja di Winterbach, Jerman.
Siaran langsung layanan misa di sebuah gereja di Winterbach, Jerman.Foto: picture-alliance/dpa/S. Gollnow

Lantunan kidung Natal dari dalam gereja yang penuh oleh jemaat, biasanya menyemarakkan kota-kota di Eropa pada malam di penghujung bulan Desember. Tahun ini, pandemi corona memaksa umat Kristen dan Katolik merayakan masa Adven secara berjarak. 

Pemerintah Italia dikabarkan menerbitkan larangan berpergian untuk mencegah tradisi mudik tahunan, di mana hingga 60 juta orang pulang kampung menjenguk keluarga yang tinggal jauh. Spanyol juga mengambil kebijakan serupa.  

Di banyak negara Eropa barat, pembatasan sosial diperpanjang hingga awal Januari untuk mencegah penyebaran virus di seputar Natal. 

Namun pada saat yang sama, Austria, Jerman dan sejumlah negara lain juga melonggarkan aturan berkumpul untuk perayaan Natal. Misa di gereja kembali diizinkan, dengan syarat mematuhi prinsip higiene, antara lain larangan bernyanyi di dalam gereja. 

"Bahwa perayaan keagamaan masih diizinkan, menjadi sebuah pengakuan bahwa layanan spritual adalah hak dasar, bukan privilese atau keistimewaan", kata Hans Michael Heinig, Direktur Institut Hukum Gereja di Gereja Kristen Jerman (EKD). 

Perdebatan seputar kelonggaran di masa Adven sempat meruak, lantaran pada saat yang sama pemerintah melarang acara kebudayaan, seperti teater atau konser musik. 

Warga Madrid memenuhi pasar Natal di Plaza Mayor, 29/11.
Warga Madrid memenuhi pasar Natal di Plaza Mayor, 29/11. Kelonggaran dalam protokol pandemi juga diputuskan di berbagai negara lain di Eropa menjelang hari raya Natal.Foto: Cordon Press/R4097/picture alliance

Menurut Heinig, kelonggaran tersebut diputuskan “tentunya dibayangi pengalaman bahwa pembatasan sosial di masa Paskah sedikit berlebihan,” kata dia kepada stasiun radio Bayerischer Rundfunk. Meski dilonggarkan, Heinig menganjurkan agar gereja menyikapi kebebasan baru ini secara bertanggungjawab. 

Hal senada diungkapkan Kardinal Köln, Rainer Maria Woelki, yang mengimbau umat untuk memanfaatkan Natal sebagai momen berkontemplasi. Menurutnya, dialog keimanan bisa menjadi bagian dari kontak sosial yang dibutuhkan selama pandemi. 

“Seberapa sering kita berbicara tentang hal-hal yang tidak penting,” kata Woelki. “Mari kita manfaatkan masa Adven di tengah pandemi ini untuk memperbesar ruang bagi tuhan dan cinta di setiap pikiran, pembicaraan dan pertemuan kita.” 

Tradisi baru di masa Adven di utara Jerman 

Kesadaran terhadap aturan higiene dalam perayaan Natal bisa dilihat di negara bagian Hamburg dan Schleswig-Holstein, di utara Jerman. Di sana gereja  antara lain menawarkan misa keliling dengan traktor, yang dihias dengan ragam dekorasi Natal. Insiatif unik itu digagas dua gereja Katolik dan Protestan di kedua negara bagian. 

Sementara di kota Mölln yang terletak timur Hamburg,  gereja memindahkan misa ke ladang domba di sebuah lapangan rumput. Sebanyak 150 domba yang berkeliaran diharapkan bisa mengingatkan jemaat tentang “para penggembala yang pertamakali mendengar pesan tentang kelahiran Yesus,” kata salah seorang pengelola gereja, Monika Tenambergen. 

Ide menyelenggarakan misa di ladang domba sebenarnya sudah sejak lama diutarakan, klaimnya, tapi baru dilaksanakan karena pandemi corona. 

Tidak kalah meriahnya rencana sebuah gereja lain di Meiendorf-Oldenfelde. Di sana sang pastur berniat berkeliling dengan sepeda bersama pegawai gereja lain, sembari mengenakan kostum Santa Claus dan rusa pengiringnya.  

Misa berjarak di sebuah gereja di Stralsund, Jerman.
Dengan menaati protokol pandemi, gereja bisa menawarkan layanan misa selama masa Adven dan hari Natal.Foto: picture-alliance/dpa/S. Sauer

Di kebanyakan gereja lain, jumlah misa Natal ditambah, sementara jumlah peserta untuk masing-masing misa dibatasi. Di gereja-gereja Protestan, misa hanya berlangsung selama setengah jam, dan digelar secara bersamaan di dalam dan di halaman luar gereja. 

Peringatan dari Uni Eropa 

Pelonggaran protokol pandemi selama masa Adven mengundang kritik dari Uni Eropa. Komisi Eropa mengimbau pemerintah negara anggota untuk mengkaji ulang kelonggaran yang sudah diberikan. Kritik tersebut terutama diarahkan kepada Jerman, di mana pembatasan sosial diserahkan kepada masing-masing negara bagian. 

“Ini bukan waktunya melonggarkan pembatasan sosial,” kata Direktur Badan Pengawas Wabah Eropa (ECDC), Andea Ammon. Dalam sebuah rapat virtual dengan menteri kesehatan Uni Eropa, dia mewanti-wanti bahwa laju infeksi “akan memburuk,” ketika Eropa sedang mencatat penurunan angka penularan secara umum. 

Lembaganya menganjurkan agar pemerintah menggunakan prinsip “gelembung keluarga,” di mana hari-hari raya keagamaan hanya dimeriahkan oleh anggota keluarga yang sama. Namun usulan ini ditolak Menteri Kesehatan Jerman, Jens Spahn, yang mengritik paradigma wabah, “bahwa semua harus dipaksakan pemerintah pusat.” 

Pendekatan Jerman yang menyerahkan tanggungjawab kembali kepada pemerintah negara bagian, juga disikap gereja sebagai tanggungjawab sendiri. Berbekal pengalaman Paskah, gereja-gereja kini banyak menawarkan misa online dan menerbitkan “liturgi rumah” yang berisi doa dan nyanyian Natal untuk digunakan bersama keluarga.  

“Natal tahun ini akan menjadi Natal di masa pandemi corona,” kata Kanselir Angela Merkel. “Tapi Natal ini tidak harus menjadi Natal yang sepi,” imbuhnya. 

rzn/as (epd, kna, afp, dpa)