1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Lembaga Riset Internasional Didirikan di Aceh

Uzair28 Februari 2007

Sebuah Lembaga Riset Internasional akan dibangun di Aceh. Kesepakatan ini diambil oleh para peserta konferensi internasional tentang Kajian Aceh dan Samudera Hindia, baru-baru ini di Aceh.

https://p.dw.com/p/CPVN
Banda Aceh setelah diterjang tsunami 26 Desember 2004
Banda Aceh setelah diterjang tsunami 26 Desember 2004Foto: Hendra Pasuhuk

Menteri Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman mengatakan, pendirian lembaga riset internasional di Aceh layak, mengingat Aceh pernah dilanda gempa dan tsunami dasyat, 26 Desember 2004 silam. Pendirian lembaga riset ini untuk membantu masyarakat dalam meningkatkan pengetahuan tentang bencana dan pencegahannya.

Konferensi internasional yang berlangsung dari 24 hingga 27 Februari 2006 itu membahas beberapa subyek yang dipandang penting untuk menjawab permasalahan Aceh saat ini. Antara lain melihat Aceh dari sisi sejarah Aceh dan kawasan Samudra Hindia. Kedua, riset bahasa, budaya dan masyarakat Aceh. Ketiga resolusi konflik, perdamaian dan isu demokrasi. Kemudian tentang seismologi, geologi dan lingkungan serta rekonstruksi Aceh pasca tsunami dan mitigasi bencana. Ikut dibahas pula mengenai Islam, hukum dan kaitannya dengan Aceh dan program-program yang terkait dengan masyarakat.

Sekitar 30-an pembicara dari 12 negara hadir dalam konferensi diselenggarakan oleh Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi Nanggore Aceh Darusallam-Nias, yang bekerjasama dengan Asia Research Institute - National University of Singapore. Pimpinan lembaga riset Singapura itu, Profesor Anthony Reid, mengatakan untuk membangun masa depan, diperlukan pemahaman menyeluruh terhadap apa yang terjadi di masa lalu. Pengalaman masa lalu yang berlangsung selama ratusan tahun akan menjadi modal dasar untuk menata Aceh. Anthony Reid menyatakan kepuasannya atas hasil yang dicapai dalam konferensi.

Sementara Gubernur Aceh Irwandi Yusuf meminta agar hasil konferensi dapat ditindak lanjuti.

Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi Aceh dan Nias, yang dipimpin Kuntoro Mangkusubroto, menyatakan komitmennya untuk mendukung keberadaan lembaga riset itu.

Dukungan terhadap lembaga riset yang baru terbentuk itu juga datang dari sejumlah negara dan lembaga donor. Belanda menjanjikan dana sekitar 3,6 miliar Rupiah untuk membantu pemerintahan Aceh dalam mendapatkan kembali manuskrip dan dokumen kuno peninggalan Kerajaan Aceh yang sekarang berada di Belanda. Sementara Muslim Aid akan memberikan beasiswa kepada para peneliti muda di Aceh.