1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mahalnya Beras Di Thailand Turunkan Peringkat Ekspor

Udo Schmidt11 September 2012

Kaum petani gembira karena penghasilannya tambah. Namun, ranking Thailand sebagai pengekspor beras terbesar jatuh ke peringkat tiga.

https://p.dw.com/p/166y5
Foto: Fotolia/Rhombur

Panen beras di kawasan Pathum Thani, dekat Bangkok. Petani bekerja cepat membawa hasil panen dari sawah, sebelum banjir kembali melanda. Belakangan hujan tak berhenti menerpa. Meski begitu, petani Sulasak Muntimoh optimis. „Setiap tahun juga banjir. Kali ini pemerintah sudah mengambil langkah-langkah yang melindungi kami, selebihnya ya tergantung alam."

Petani Mujur, Pedagang Jengkel

Lelaki berusia 45 tahun itu cukup tenang soal panen berasnya. Pasalnya sejak Perdana Menteri Yingluck Shinawatra memerintah, setiap petani mendapatkan uang 50% lebih banyak dari harga rata-rata pasar uang untuk setiap ton beras yang dijual. Dengan begitu, partai Phuea Thai berharap mendapat dukungan penduduk desa dengan janji ini dalam pemilihan umum.

Untuk setiap ton padi yang dibawa ke penggilingan, seorang petani menerima sekitar 12.000 Baht, atau 300 Euro. Beras ini kemudian ditimbun di gudang-gudang pemerintah. Kaum pedagang beraspun tak bisa menahan jengkel.

Reis Energiegewinnung
Foto: Sakchai Lalit/AP/dapd

Tak Bisa Bersaing

Chookiat Ophaswongse, Ketua Asosiasi Eksportir Beras di Bangkok mengungkit soal kenaikan 50% harga beras yang memicu banyak masalah. Thailand memproduksi sekitar 20 juta ton beras setiap tahunnya, 10 juta ton dikonsumsi dalam negeri, sisanya diekspor. Keluhnya, „Thailand tak mampu lagi menyaingi Vietnam atau India, yang berhasil merebut pasar dengan harga lebih murah. "

Chookiat Ophaswongse memprediksi bahwa pemerintah Thailand tak akan bisa menjual habis beras di gudangnya, kecuali ke dalam negeri. Sejak tahun lalu, ekspor beras Thailand menciut 44 persen. Sementara di dalam negeripun, beras itu tidak laku karena buruk kwalitasnya. Kwanchai Gomez dari lembaga penganalisa pasar Thai Rice Foundation menyebut pengawasan sebagai masalahnya. „Tidak ada yang mengawasi kwalitasnya, semua beras yang diterima tercampur aduk".

Thailand - Bangkok
BangkokFoto: dpa

Belum selang lama, Pemerintah Thailand berusaha menjual sebagian dari cadangan beras yang dimilikinya. Dari 10 juta ton yang ada, hanya 230.000 ton yang terjual. Chookiat Ophaswongse memprediksi, beras akan semakin menumpuk di gudang-gudang, karena petani akan terpicu untuk menanam lebih banyak padi yang bakal ditawarkan ke pemerintah.

Pro dan Kontra

Pengamat Kwanchai Gomez mengacung jempol untuk kenaikan penghasilan 8 juta petani Thailand. Namun ia menilai caranya salah. Menurut dia, lebih baik pemerintah meluncurkan bantuan langsung bagi para petani untuk membeli pupuk atau peralatan tani. Ia ingatkan, krisis beras bisa berubah menjadi krisis pemerintahan.

Reis Energiegewinnung
Foto: Sakchai Lalit/AP/dapd

Di pihak lain, Profesor Pitch Pongsawat, dari Universitas Chulalongkorn di Bangkok menilai positif janji beras itu. „Para petani tampak puas karena janji tersebut memberikan semacam jaminan, sementara dari segi ekonomi ini positif, karena penghasilan tambahan itu akan digunakan untuk berbelanja lebih banyak dan ini mendorong pertumbuhan."

Sulasak Munitmoh, petani di Pathum Thani yang harus menghidupi 13 orang sanak keluarganya berharap bahwa jaminan pemerintah itu terus berlanjut. Tapi iapun menyadari, bahwa bagi Thailand juga penting untuk merebut kembali posisinya sebagai pengekspor beras terbanyak di dunia.