1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mahkamah Agung India Tangguhkan Undang-undang Pertanian

Aditya Sharma
13 Januari 2021

Mahkamah Agung India membentuk komite untuk menyelesaikan perselisihan antara pemerintah dan petani atas tiga undang-undang pertanian. Serikat petani menegaskan hanya akan menerima pencabutan hukum.

https://p.dw.com/p/3nqQY
Aksi demonstrasi serikat petani India
Serikat petani menuntut pemerintah untuk membatalkan undang-undang pertanian baruFoto: Sajjad Hussain/AFP

Mahkamah Agung India pada hari Selasa (12/01) untuk sementara menangguhkan undang-undang pertanian baru yang menjadi inti dari aksi protes besar-besaran oleh para petani di luar ibu kota negara New Delhi.

"Kami akan menangguhkan penerapan tiga undang-undang pertanian sampai ada perintah lebih lanjut," kata Ketua Hakim Sharad Bobde dalam keputusan yang menjadi pukulan besar bagi pemerintah.

Penundaan yang diperintahkan pengadilan dapat "meredakan perasaan sakit hati" dari para petani yang melakukan aksi protes dan mendorong mereka untuk berunding dengan itikad baik, kata Bobde. Pengadilan mengatakan ingin memfasilitasi mediasi antara pemerintah dan petani. Kedua belah pihak sebelumnya telah mengadakan delapan putaran pembicaraan, yang semuanya tidak menghasilkan titik temu. Satu kali pembicaraan lagi dijadwalkan digelar pada pertengahan Januari.

Serikat petani bersikeras ingin undang-undang dibatalkan - sebuah permintaan yang dengan tegas ditolak oleh pemerintah yang justru menawarkan untuk mengubah undang-undang.

Ribuan petani pun berkemah di dekat perbatasan New Delhi sejak 26 November lalu sebagai aksi guna mendesak pemerintah mencabut undang-undang tersebut.

Apa solusi pengadilan?

Mahkamah Agung menambahkan bahwa mereka akan membentuk komite ahli pertanian beranggotakan empat orang yang akan mengambil alih negosiasi. Mereka akan mencoba mengakhiri perselisihan yang berlarut-larut, yang muncul sebagai tantangan besar bagi Perdana Menteri Narendra Modi.

"Setiap orang yang benar-benar tertarik untuk memecahkan masalah diharapkan menghadap komite," kata pengadilan. "Komite ini tidak akan menghukum Anda atau memberikan perintah apa pun. Komite itu akan menyampaikan laporannya kepada kami."

Komite dijadwalkan akan mengadakan pertemuan pertamanya dalam waktu 10 hari terhitung dari Selasa (12/01), dan akan menyerahkan laporannya setelah dua bulan, kata pengadilan.

Bagaimana tanggapan petani?

Meski serikat petani menyambut baik keputusan Mahkamah Agung untuk membekukan implementasi undang-undang, mereka menolak untuk berpartisipasi dalam proses konsultasi komite yang mereka kritik sebagai "pro-pemerintah."

"Kami tidak menerima komite ini, semua anggota komite ini pro-pemerintah dan para anggotanya telah membenarkan undang-undang ini," kata salah satu serikat petani seperti dikutip oleh NDTV.

Serikat petani menolak undang-undang pertanian baru
Puluhan ribu petani di India melakukan aksi mogok dan mendesak Perdana Menteri Narendra Modi menarik kembali undang-undang reformasi pertanianFoto: Altaf Qadri/AP Photo/picture alliance

"Kami menyambut penangguhan penerapan undang-undang sebagai tindakan sementara tetapi ini bukan merupakan solusi dan serikat petani belum meminta solusi ini, mengingat bahwa penangguhan tersebut bisa saja dicabut," kata serikat lain seperti dikutip oleh surat kabar Indian Express.

"Jelas bahwa pengadilan sedang disesatkan oleh berbagai pihak bahkan dalam tubuh konstitusinya oleh sebuah komite. Mereka adalah orang-orang yang dikenal karena mendukung tiga undang-undang dan secara aktif mengadvokasi hal yang sama," kata serikat petani dalam sebuah pernyataan.

Apa isi undang-undang pertanian?

India memberlakukan tiga undang-undang pertanian kontroversial yang bertujuan meliberalisasi sektor pertanian negara itu. Pemerintah berpendapat bahwa undang-undang baru akan memberikan kebebasan kepada petani untuk menjual produk mereka di luar pasar yang diatur dan membuat kontrak dengan pembeli dengan harga yang telah disepakati sebelumnya.

Partai Bharatiya Janata (BJP) yang berkuasa bersikeras bahwa undang-undang tersebut akan menghasilkan harga yang lebih baik dan membebaskan petani dari tengkulak tradisional yang mendominasi perdagangan. Pemerintah berharap kebijakan barunya akan menggandakan pendapatan petani pada 2022.

Asosiasi petani mengatakan undang-undang tersebut tidak menjamin perolehan hasil pertanian melalui organisasi yang dikelola negara, yang menjamin harga dukungan minimum (MSP). Mereka takut hal ini justru akan membuat mereka bergantung pada perusahaan besar yang akan memasuki sektor pertanian bermasalah di negara itu dan memeras mereka untuk mendapatkan keuntungan, hingga menghancurkan mata pencaharian mereka.

Partai oposisi dan bahkan beberapa sekutu Perdana Menteri Narendra Modi menyebut undang-undang tersebut anti petani dan pro korporasi.

AFP berkontribusi untuk laporan ini.

(ha/gtp)