1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mahkamah Agung Myanmar Tolak Bebaskan Aung San Suu Kyi

26 Februari 2010

20 tahun terakhir dalam hidup Aung San Suu Kyi didominasi oleh tahanan rumah. Perpanjangan masa tahanan selama 18 bulan tampaknya juga masih harus dijalani oleh pemimpin oposisi Myanmar ini.

https://p.dw.com/p/MCGN
Nyan Win, pengacara Aung San Suu Kyi, di depan Mahkamah Agung setelah keputusan penolakan pembebasan ang tokoh oposisi.Foto: AP

Mahkamah Agung Myanmar menolak permohonan banding yang diajukan tokoh oposisi Aung San Suu Kyi, terhadap perpanjangan tahanan rumah yang dijalaninya. Sang pemegang penghargaan Nobel sendiri tidak hadir di ruang pengadilan, saat keputusan dibacakan. Tidak diberikan alasan, kenapa permohonan ditolak. Dengan begitu, Suu Kyi akan tetap mendekam di rumah menjelang pemilihan umum yang dijanjikan junta militer berlangsung tahun ini.

Agustus lalu penahanan rumah pemimpin oposisi ini diperpanjang selama 18 bulan, setelah seorang warga Amerika Serikat tertangkap berenang ke rumah Suu Kyi, melewati danau di sekeliling rumahnya.

Pengacara dan juru bicara partai Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi NLD, Nyan Win, mengaku tidak terkejut atau kecewa dengan penolakan mahkamah agung ini. Ia mengatakan, langkah berikutnya adalah menulis surat kepada ketua mahkamah agung dan meminta sejumlah hakim di Yangon untuk mendengarkan permohonan naik banding ini. Jika ini gagal, lanjut Nyan Win, mereka bisa meminta agar permohonan serupa juga diajukan di ibukota baru, Naypyidaw. Oktober lalu, permohonan penghapusan perpanjangan tahanan rumah Suu Kyi sudah ditolak oleh sebuah pengadilan lebih rendah.

Para pejabat utusan Inggris, Perancis, Amerika Serikat dan Australia hadir dalam pembacaan keputusan Jum'at ini (26/02). Duta besar Perancis, Jean-Pierre Lafosse, mengatakan, bahwa Aung San Suu Kyi harus segera dibebaskan sebagai salah satu persyaratan bagi rekonsiliasi nasional yang sebenarnya.

Sementara itu Perdana Menteri Inggris Gordon Brown mengaku kaget dan sedih atas keputusan mahkamah agung Myanmar, tetapi menurutnya, ini bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Selain itu Brown juga mengatakan dalam situs resmi kementerian luar negeri Inggris, “dari awal sampai akhir, tujuan sidang yang hanya sebuah pertunjukan ini adalah untuk mencegah Daw Suu Kyi ikut serta dalam pemilihan umum.“

Dalam dua dasawarsa terakhir, Aung San Suu Kyi sudah menjalani tahanan rumah selama 14 tahun. Diawali dari pemilu terakhir di Myanmar tahun 1990, yang sebenarnya dimenangkan secara mutlak oleh partai yang dipimpinnya, Liga Nasional untuk Demokrasi NLD. Setelah itu junta militer melarang partai Suu Kyi untuk berkuasa. Pemimpin junta militer Myanmar, Tan Shwe, berjanji, bahwa pemilu akan dilaksanakan tahun ini, sesuai dengan rencana peta jalan menuju demokrasi. Tetapi masih belum ada tanggal pasti. Banyak yang mengkritik, bahwa pemilu ini hanya bertujuan untuk memperkukuh kekuatan junta militer. Seperempat jumlah kursi di parlemen sudah dipersiapkan bagi junta militer. Suu Kyi sendiri mengatakan, masih terlalu dini bagi partainya untuk memutuskan ikut serta dalam pemilu.

Aktivis Myanmar dari organisasi kampanye AS bagi Burma, yang hidup di pengasingan, Aung Din,mengatakan, masyarakat internasional harus memperbesar tekanan kepada rezim militer. Menurut PBB, di Myanmar setidaknya 2100 tahanan politik masih dikurung di penjara. Keputusan mahkamah agung yang dikeluarkan hari Jum'at ini (26/02) muncul seminggu setelah utusan HAM PBB, Thomas Ojea Quintana, berkunjung ke Myanmar dan ketika pulang mengatakan, bahwa ia menyesal sekali tidak diizinkan bertemu Suu Kyi dalam kunjungan lima harinya.

Menjelang pemilu pemerintah Myanmar memberikan isyarat yang berbeda-beda. Awal bulan ini politisi papan atas partai NLD, Tin Oo, dibebaskan setelah dihukum selama tujuh tahun. Tetapi selama kunjungan Quintana, lima pembangkang lainnya dijebloskan ke penjara. Suu Kyi sendiri berupaya untuk melumerkan hubungan dengan junta militer, antara lain dengan menawarkan bantuan kepada Tan Shwe, agar Barat menghapus sanksi ekonomi kepada Myanmar. Sementara itu pemerintahan presiden AS, Barack Obama, menginginkan kerjasama yang lebih erat dengan rezim Myanmar, setelah memutuskan, bahwa sanksi ekonomi saja tidak akan membawa kemajuan.

AFPE/DPA/AG/AP