1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Eropa Izinkan Pembatasan Jilbab di Tempat Kerja

14 Maret 2017

Perusahaan swasta dengan alasan tertentu, dibolehkan melarang karyawan perempuannya mengenakan jilbab atau cadar. Mahkamah Eropa menetapkan putusan dalam kasus pemecatan karyawan berjilbab di Perancis dan Belgia.

https://p.dw.com/p/2Z8bA
Symbolbild - Kopftuch am Arbeitsplatz
Foto: picture-alliance/dpa/F. Heyder

Mahkamah Eropa mengeluarkan putusan kontroversial Selasa (14/03) terkait dua kasus pemakaian jilbab yang melibatkan insinyur perangkat lunak di Perancis dan resepsionis di Belgia. Sebelumnya, kedua karyawati itu dipecat perusahaan karena menolak melepaskan jilbab di tempat kerja. Mahkamah Eropa menyebutkan, "Aturan internal suatu perusahaan yang melarang (karyawannya)  terlihat mengenakan tanda-tanda politik, filsafat atau agama, bukanlah merupakan bentuk diskriminasi secara langsung."

Diskriminasi terjadi,  jika perusahaan tidak memiliki aturan internal yang bersifat netral. "Namun, jika tidak ada aturan tersebut, kesediaan majikan untuk memperhitungkan keinginan pelanggan yang tak mau lagi memakai  layanan perusahaan yang mempekerjakan karyawan berjilbab, tidak dapat dipertimbangkan sebagai persyaratan kerja yang bisa menafikan diskriminasi," demikian tambah pengadilan.

Putusan Mahkamah Eropa yang berkedudukan di Luksemburg itu diambil menjelang pemilihan parlemen Belanda, di mana migrasi telah menjadi isu utama.

Berakar pada Piagam Uni Eropa

Untuk memastikan partisipasi penuh warga dalam Uni Eropa, termasuk dalam kehidupan perekonomian, aturan Uni Eropa atau yang disebut Direktif 200/78 melarang bentuk diskriminasi baik "secara langsung ataupun tidak langsung" . Direktif biasanya memberi kebebasan bagi negara anggota untuk mengadopsinya atau tidak. 

Undang-undang Uni Eropa atau Direktif berakar pada Piagam Hak Asasi Uni Eropa yang diadopsi pada tahun 2000 serta konvensi yang jauh lebih tua, dari tahun 1950 tentang Perlindungan HAM dan Kebebasan Fundamental.

Pasal 9 konvensi tahun 1950 itu menyebutkan bahwa setiap orang memiliki hak untuk "melaksanakan agama atau keyakinannya, dalam beribadah, kegiatan mengajar,  mempraktikkan agama dan keyakinannya serta  ketaatan terhadap keyakinan atau agama itu".

Pasal 10 dari Piagam Hak Asasi Uni Eropa juga mendasari hak untuk melakukan praktik keagamaan,  namun dalam pasal 16 juga tercantum bahwa perusahaan- perusahaan memiliki "kebebasan untuk melakukan bisnis sesuai dengan hukum Uni  Eropa dan hukum nasional."

Pendapat hukum yang menentang

Advokat umum pengadilan tingi Eropa menyampaikan pandangannya yang  bertentangan dalam menafsirkan direktif atau undang-undang hukum Eropa dan penilaian sebelumnya, di tingkat banding pengadilan Perancis dan Belgia.

Eleonore Sharpston mengatakan, pengusaha Perancis yang memecat  insinyur Asma Bougnaoui pada 2009 karena memakai jilbab saat melayani konsumennya di Toulouse, harus "memberi jalan" terhadap hak karyawannya sebagai  individu untuk memanifestasikan agamanya.

Sharpston menyimpulkan, telah terjadi diskriminasi atas dasar agama atau keyakinan. Ia menambahkan: "Sangat berbahaya untuk membenarkan tindakan majikan yang beralasan menerapkan perlakuan yang sama, untuk tunduk pada prasangka, dengan berdasarkan argumen "pelanggan kami tidak akan menyukainya”.

Argumen netralitas pengusaha Belgia

Dalam kasus yang menimpa resepsionis Samira Achbita, advokat hukum UE lainnya, Juliane Kokott menyimpulkan bahwa, mengenakan jilbab di sebuah perusahaan keamanan Belgia "bukanlah merupakan diskriminasi langsung berdasarkan agama". Larangan ini dapat dibenarkan dalam kerangka Direktif, "jika larangan umum tercantum dalam peraturan perusahaan yang melarang penampakan simbol politik, filsafat dan agama di tempat kerja."

"Diskriminasi semacam itu dapat dibenarkan untuk menegakkan kebijakan atas netralitas agama dan ideologi," demikian kesimpulan Kokott.

Perusahaan di Belgia itu memecat resepsionis tersebut pada tahun 2006. Samira Achbita kemudian memulai proses pengadilan Belgia menentang pemberhentian tersebut pada tahun 2009, dengan didukung oleh Pusat Persamaan Hak Belgia. Proses hukumnya terhenti di dua pengadilan perburuhan yang lebih tinggi. Tahun 2015, Pengadilan kasasi Belgia terus memproses gugatan itu yang kemudian melimpahkan gugatan hingga ke Mahkamah Eropa.

ap/as (afp/dpa/rtr)