1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Makin Banyak Anak Menderita di Suriah

13 Maret 2013

Perang saudara di Suriah mengakibatkan penderitaan besar bagi anak-anak, baik secara fisik maupun psikologis. Banyak anak-anak dipaksa menjadi tentara dan ikut berperang.

https://p.dw.com/p/17w6s
Anak-anak di Aleppo
Anak-anak di AleppoFoto: PHILIPPE DESMAZES/AFP/Getty Images

Organisasi Inggris "Save The Children" mengeluarkan laporan tentang situasi anak-anak di Suriah, dua tahun setelah pecah perang saudara. Menurut lembaga itu, dua juta anak-anak di Suriah menjadi korban dalam konflik berdarah ini. Mereka direkrut oleh kedua pihak yang bertikai untuk bertempur di garis depan dan bahkan sering digunakan sebagai perisai manusia.

Anak-anak ini harus berjuang untuk mendapat makanan yang cukup. Banyak anak yang terancam penyakit dan malnutrisi. Mereka juga tidak bisa pergi ke sekolah. Anak perempuan sering dipaksa untuk menikah secepatnya, karena keluarganya takut mereka jadi korban perkosaan.

”Anak-anak makin sering ditempatkan dalam kondisi berbahaya karena mereka direkrut oleh kelompok-kelompok bersenjata dan oleh militer,” demikian disebutkan dalam laporan Save the Children yang dirilis hari Rabu (13/03) di Beirut, Libanon.

Anak-anak direkrut jadi tentara

Ada pola yang makin sering digunakan. Kelompok bersenjata dari kedua pihak yang terlibat dalam konflik merekrut remaja di bawah usia 18 tahun sebagai pembantu, penjaga, informan atau sebagai pembawa senjata.

Bagi banyak anak-anak dan keluarganya, ini sering dianggap sebagai sebuah kebanggaan. Tapi sebagian anak-anak dipaksa untuk melakukan kegiatan militer. Dalam beberapa kasus, anak-anak yang berusia delapan tahun malah dijadikan perisai manusia.

Satu dari tiga anak di Suriah dipukuli, ditendang atau malah ditembak, demikian laporan yang diberi judul ”Children Under Fire” itu. Organisasi pemerhati anak Save the Children mengutip hasil penelitian yang dilakukan Universitas Bahcesehir dari Turki.

”Ribuan anak-anak di Suriah menderita kekurangan gizi. Jutaan anak harus mengungsi karena kekerasan perang dan mereka harus berupaya keras untuk bertahan hidup”, kata ketua Save the Children, Carolyn Miles. ”Mereka sekarang hidup di udara terbuka dan berjuang untuk menemukan sedikit makanan. Jika mereka sakit atau terluka, mereka tidak mendapat pengobatan.”

”Ketika kehidupan publik mengalami keruntuhan, anak-anak menderita kelaparan dan kehilangan tempat tinggal. Bagi banyak anak-anak, kehidupan sekolah digantikan oleh situasi teror. Kita tidak boleh membiarkan kejadian ini berlangsung terus tanpa pengawasan. Terlalu banyak kehidupan anak-anak yang jadi taruhan,” ujar Carolyn Miles.

Bantuan sangat dibutuhkan

Save the Children menyerukan kepada semua pihak yang bertikai untuk membuka akses ke daerah konflik agar bantuan dapat disalurkan. Lembaga ini juga menyerukan pada masyarakat internasional untuk menyediakan dana bantuan sampai 1,5 miliar dollar bagi Suriah.

Lembaga PBB UNICEF dalam laporan yang dikeluarkan hari Selasa (12/03) juga menyebutkan, makin banyak anak-anak di Suriah yang direkrut menjadi tentara. ”Ketika krisis yang tragis di Suriah memasuki tahun ketiga, belum ada tanda-tanda berakhirnya konflik. Resiko bahwa mereka menjadi generasi yang hilang makin besar, setiap jam, setiap hari, setiap bulan”, kata jurubicara UNICEF Patrick McCornmick di Jenewa.

Menurut PBB, hampir dua juta anak-anak di bawah usia 18 tahun di Suriah sangat membutuhkan bantuan. Lebih dari 500.000 anak-anak menjadi pengungsi karena lari dari kekerasan.

Konflik di Suriah pecah bulan Maret 2011. Ketika itu, banyak warga ditahan dan disiksa di kota Daraa dengan tuduhan membuat gambar-gambar dinding anti pemerintah. Peristiwa itu menjadi awal rangkaian aksi protes di berbagai tempat yang kemudian meluas menjadi konflik berdarah.

HP/EK (afp, rtr, dpa)