1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Makin Terjepit, Khadafi Tuduh Al Qaida

25 Februari 2011

Dalih baru Muammar Khadaffi untuk membenarkan kebrutalan dalam menumpas perlawanan rakyat.

https://p.dw.com/p/R45w
Penduduk berkumpul di kota Benghazi yang sudah jatuh ke tangan penentang Khadafi.Foto: AP

Melalui telefon kepada stasiun televisi pemerintah Libya, Khadafi secara khusus menyeru warga kota Zawiyah, kota bergolak yang terletak hanya 50 kilometer di barat Tripoli.

"Kalian warga kota Zawiyah telah berpaling kepada Bin Laden. Mereka mencekok kalian dengan obat bius. Setelah minum pil obat bius itu, anak-anak muda turun ke jalan dan melakukan kejahatan," teriak Khadafi.

Katanya, ini semua merupakan kerjaan Al Qaida. "Mereka mencuci otak anak-anak di kawasan Zawiyah, dan memerintahkan mereka untuk melakukan perbuatan jahat. Mereka berada di bawah kekuasaan dan pengaruh bin Laden. Mereka berada di bawah pengaruh obat bius".  

Khadafi menyebutkan, agen-agen Al Qaida memasukan pil halusinasi ke dalam kopi susu, sebagaimana menyeduh Nescafe, untuk diminum anak-anak muda. Karena itulah, kata Khadafi, anak-anak muda mulai turun ke jalan sejak15 Februari. "Warga Zawiyah," seru Khadafi, "awasilah anak-anak kalian. Karena anak-anak itu kini setia pada Usamah bin Laden. Padahal apa hubungan kalian dengan Usamah bin Laden, rakyat Zawiyah?"

Bukan tanpa tujuan Khadafi menyeru khusus rakyat Zawiyah. Tentara dan milisi Khadafi, dibantu tentara bayaran dari Chad dan Niger, berusaha merebut kembali kota yang begitu dekat ke Tripoli itu dari tangan rakyat penentangnya. Mereka antara lain melontarkan rudal anti pesawat ke arah Mesjid as-Souq, yang jadi kubu para penentangnya. Setidaknya 15 orang tewas.

Namun rakyat tetap bergeming. Sebaliknya meneriakkan tuntutan agar Khadafi turun, seraya menegaskan bahwa mereka tak takut peluru tentara. Seorang saksi mengatakan, sehari sebelumnya utusan Khadafi datang, memerintahkan mereka untuk pergi, dan kalau tidak akan akan terjadi pembantaian.

Kota lain yang jatuh ke tangan penentang pemerintah adalah Misrata, kota terbesar ketiga yang memiliki sebuah bandara kecil. Rakyat merampas rudal anti pesawat yang sebelumnya digunakan tentara untuk menyerang mereka. Setidaknya lima orang tewas, dan puluhan luka.

Seorang pengunjuk rasa menyebut, kendati kota Misrata sudah mereka kuasai sepenuhnya, mereka tetap cukup cemas, karena kota itu terletak antara dua kota yang masih jadi kubu pendukung Khadafi, yakni Sirte dan Tripoli.

Kadhafi sendiri, dalam pernyataan telefon hari Rabu dalam siaran langsung televisi pemerintah berdalih, seakan bukan dia yang mengambil keputusan aksi-aksi brutal para pendukungnya.

"Sekarang ini saya sekadar pemimpin simbolik saja sebetulnya. Karena ada lembaga-lembaga yang mengurus negara. Ada Komite Rakyat yang di dalamnya semua pihak diwakili. Lembaga inilah yang harus mengatasi semua permasalahan ini."

Pernyataan lewat telepon ini merupakan kali kedua Kadhafi berbicara kepada umum, sejak perlawanan rakyat meletus 15 Februari lalu. Kali ini ia berulang kali menunjuk Al Qaida dan Bin Laden, yang memang baru saja menyatakan dukungan bagi pemberontakan rakyat Libya. Dengan cara ini sepertinya Khadafi berusaha memanfaatkan ketakutan sebagian masyarakat internasional akan bangkitnya kaum ekstrimis memanfaatkan situasi.

Pukulan terbaru yang dialami Khadafi, adalah membelotnya seorang saudara sepupunya sendiri, Ahmed Gadhaf al-Dam, yang kini berada di Kairo. Tokoh yang sebelumnya juga dikenal sebagai salah satu pembantu dekat Khadafi ini berbalik memihak rakyat, dan menyebut langkah Khadafi sebagai "pelanggaran berat HAM dan hukum internasional". Gadhaf al-Dam merupakan tokoh terdekat Khadafi yang membelot, menyusul pembelotan sejumlah duta besar, diplomat, menteri, perwira dan prajurit.

Di New York, Sekretaris Jendarl PBB Ban Ki-Moon kembali menyatakan secara tegas, bahwa kebrutalan yang sedang berlangsun di Libya harus dipertanggungjawabkan di Mahkamah Internasional.

"Penggunaan kekerasan harus dihentikan. Serangan terhadap rakyat sipil merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional mengenai kemanusiaan dan hak asasi manusia. Para pelaku yang menumpahkan darah rakyat biasa dengan brutal ini harus dihukum".

ginanjar/permadi / AFP/dpa