1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Makna Penting dari Konferensi Iklim 2017

7 November 2017

Apa makna penting dalam penyelenggaraan konferensi tingkat tinggi perubahan iklim COP 23 yang berlangsung tahun ini di Bonn, Jerman? Berikut opini Kuki Soejachmoen.

https://p.dw.com/p/2mobP
COP23 Partnerlogo

COP (Conference of the Parties to the UNFCCC) merupakan otoritas tertinggi dalam upaya global penanganan dan pengendalian perubahan iklim di bawah Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). COP telah diselenggarakan sejak tahun 1995 di Berlin setelah UNFCCC berkekuatan hukum pada tahun 1994.

Sejak tahun 2005, COP diselenggarakan bersamaan dengan CMP (Conference of the Parties serving as Meeting of the Parties to the Kyoto Protocol) dan sejak tahun 2016 lalu dilaksanakan bersamaan pula dengan CMA (Conference of the Parties serving as Meeting of the Parties to the Paris Agreement).

Sebagaimana diketahui, UNFCCC merupakan payung internasional yang diterjemahkan implementasinya melalui Protokol Kyoto (yang diadopsi pada 1997 dan berkekuatan hukum pada 2005) serta Persetujuan Paris (yang diadopsi pada 2015 dan berkekuatan hukum pada 2016). Tahun ini, COP23 yang juga merupakan CMP13 dan CMA1.2 dilaksanakan di Bonn dengan Fiji sebagai Presiden COP23.

Penulis:  Kuki Soejachmoen
Penulis: Kuki Soejachmoen Foto: privat

Dengan telah berkekuatan hukumnya Persetujuan Paris, sebagaimana yang tercermin dalam agenda, sebagian besar tema pembahasan akan terfokus pada bagaimana Persetujuan Paris dapat diimplementasikan, yaitu dengan memastikan disepakati dan diadopsinya aturan main, modalitas serta berbagai guidance yang diperlukan.

Bagaimana komitmen masing-masing negara?

Pembahasan mengenai bagaimana komitmen masing-masing negara yang dikenal sebagai nationally determined contribution (NDC) akan menjadi salah satu tema terpenting. Pembahasan ini akan mencakup berbagai elemen, termasuk bagaimana NDC masing-masing negara akan diterjemahkan dalam aksi serta bagaimana penghitungan dapat dilakukan secara transparan dan kredibel, termasuk apa saja modalitas aksi yang dapat masuk sebagai aksi di bawah NDC yang dapat dipertanggungjawabkan.

Selain itu, pembahasan mengenai periode implementasi NDC juga menjadi agenda penting sehingga penghitungan secara global dapat dilakukan dengan baik dan bertanggung jawab.

Mengingat perbedaan mendasar antara Persetujuan Paris dan Protokol Kyoto dalam hal nature-nya, komitmen dan kewajiban Para Pihak pada Protokol Kyoto ditentukan secara top-down, sementara bagi Para Pihak pada Persetujuan Paris, komitmen ini ditetapkan sendiri oleh masing-masing yang berarti bottom-up.

Untuk itu, Para Pihak menyepakati diperlukannya aturan main yang jelas terkait dengan pelaporan dan transparansi dari implementasi aksi dalam pemenuhan komitmen tersebut. Pertemuan di Bonn kali ini diharapkan dapat memperoleh perkembangan yang signifikan terkait dengan Transparency Framework (TF) yang akan digunakan oleh seluruh Para Pihak dalam pelaporan pelaksanaan aksi sebagai bentuk tanggung jawab atas komitmen yang telah disampaikan. 

Konsumsi energi hijau
Konsumsi energi hijau

Pendanaan iklim, pengembangan dan alih teknologi serta capacity building

Para Pihak tidaklah sama, maka disepakati pula adanya capacity building untuk memastikan semua negara pada waktunya dapat menerapkan TF sebagaimana yang disepakati. Dalam hal pelaporan dan transparansi ini, yang akan dilaporkan dan dipertanggungjawabkan bukan hanya terkait dengan aksi iklim secara langsung tetapi juga terkait dengan dukungan bagi implementasi yang dikenal sebagai means of implementation (MoI), yaitu pendanaan iklim, pengembangan dan alih teknologi serta capacity building.

Satu hal mendasar di bawah Persetujuan Paris yang dengan jelas menekankan peran dan kewajiban negara maju sebagai Para Pihaknya adalah terkait dengan penyediaan dana iklim (climate finance).

Daftar negara adidaya dengan emisi CO2-nya
Daftar negara adidaya dengan emisi CO2-nya

Dalam Pasal 9 Persetujuan Paris secara jelas dinyatakan bahwa negara majulah yang memiliki kewajiban untuk melakukan mobilisasi dan menyediakan dana untuk membantu negara berkembang dalam pelaksanaan aksi iklimnya, meskipun dalam pasal ini juga dibuka kemungkinan bagi negara berkembang maupun organisasi lain untuk turut menyediakannya.

Dana yang dimaksud tidak hanya terbatas pada dana untuk mendukung aksi mitigasi, yaitu aksi untuk menekan dan menurunkan emisi gas rumah kaca, melainkan juga untuk mendukung aksi adaptasi terhadap dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim serta dukungan untuk proses pengembangan dan alih teknologi serta peningkatan kapasitas (capacity building) di negara berkembang. Untuk itu, dalam perundingan di Bonn akan dibahas pula bagaimana berbagai mekanisme pendanaan iklim yang selama ini berjalan dapat melanjutkan perannya pada saat implementasi Persetujuan Paris nanti. Hal ini, tidak dapat pula dilepaskan dari upaya untuk  mendapatkan kepastian dan komitmen negara maju dalam mobilisasi dan penyediaan dana yang telah dijanjikan.

Indonesia wajib kedepankan kepentingan nasional

Selain isu-isu tersebut, beberapa isu lain juga akan dibahas dan dirundingkan dalam pertemuan di Bonn. Pencapaian target global dalam menghadapi perubahan iklim tidak hanya dilaksanakan melalui Persetujuan Paris, melainkan telah dilaksanakan melalui Protokol Kyoto. Karena itu, pertemuan di Bonn juga akan membahas dan merundingkan berbagai elemen di bawah Protokol Kyoto. Selama minggu pertama hingga pertengahan minggu kedua dari pertemuan di Bonn, pembahasan dan perundingan akan dilaksanakan di bawah badan-badan subsider, yaitu: Subsidiary Body for Scientific and Technological Advices (SBSTA), Subsidiary Body for Implementation (SBI) dan the Adhoc Working Group on the Paris Agreement (APA).

Rangkaian pembahasan dan perundingan di berbagai badan ini sudah tentu akan memerlukan perhatian dan tenaga serta konsentrasi para juru runding. Karenanya, sudah selayaknya Indonesia sebagai salah satu Pihak pada UNFCCC yang juga telah menjadi Pihak pada Protokol Kyoto dan Pihak pada Persetujuan Paris dapat mengikuti seluruh proses ini dengan mengedepankan kepentingan nasional dan pada saat bersamaan juga mendukung upaya global dalam mengatasi perubahan iklim dan dampaknya.

Penulis: Kuki Soejachmoen, pengamat masalah perubahan iklim.

@KukiMHS

*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.