1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

"Banjir Jakarta Karena Korupsi"

Andy Budiman24 Agustus 2015

Jakarta rutin terendam banjir. Sampai kini, belum ada upaya yang berhasil meredam banjir. Dalam wawancara dengan DW dua tahun lalu, ahli perkotaan Marco Kusumawijaya sudah menyebut banjir Jakarta terjadi karena korupsi.

https://p.dw.com/p/17Lls
Foto: ADEK BERRY/AFP/Getty Images

“Jakarta akan mengalami kiamat perkotaan,“ kata Marco Kusumawijaya. Ia seorang arsitek dan ahli tata kota yang aktif berkampanye tentang Jakarta lewat akun twitter @mkusumawijaya dan mempunyai bio: “Tentang Kota dan Warga”. Kepada lebih dari 12 ribu follower, Marco rutin mengirimkan pesan, atau berdebat tentang problem ibukota termasuk banjir.

Marco Kusumawijaya
Marco Kusumawijaya pakar perkotaan aktif berkampanye memperbaiki Jakarta.Foto: privat

Kepada Deutsche Welle (DW) Marco Kusumawijaya mengatakan bahwa banjir terjadi karena korupsi dalam pengelolaan kota.

“Saya sedang galau karena rumah saya (Marco tinggal di kawasan Menteng yang terletak di pusat Jakarta-red) terendam banjir satu meter,” kata Marco membuka percapakan.

DW: Apakah Jakarta masih layak ditempati?

Marco Kusumawijaya: Soal layak atau tidak itu relatif, tapi yang jelas kalau tidak mengubah pendekatan dalam pembangunan dan pengelolaan kota, maka lama-lama akan terjadi kiamat perkotaan di Jakarta.

Apa yang salah dengan pendekatan kita dalam mengatasi banjir?

Selama ini sumber masalah yang menyebabkan banjir tidak diselesaikan. Orang terus saja merusak kawasan hulu Jakarta (wilayah Bogor-red). Sementara pendekatan yang dilakukan hanya lewat infrastruktur: membuat atau memperluas saluran air atau mengeruk dan memperlebar sungai. Itu terbukti gagal, karena secara sederhana, kalau air terus menerus dialirkan tapi yang mengalir tidak dikurangi maka banjir akan terus terulang. Banjir adalah air permukaan dikurangi air yang bisa dialirkan entah lewat cara alamiah seperti sungai, maupun sistem buatan seperti selokan dan lain-lain.

Apakah ada faktor perubahan iklim yang juga menyebabkan banjir?

Banjir terjadi karena Pertama, volume air yang datang dari hulu. Kedua, ketinggian permukaan air di Jakarta yang naik karena curah hujan. Ketiga adalah turunnya permukaan tanah (rata-rata sekitar 18 cm setiap tahun) karena eksploitasi air tanah dan terakhir yang Keempat adalah karena naiknya permukaan air laut. Nah, dari faktor-faktor tadi hanya kenaikan permukaan air laut yang terjadi karena perubahan iklim. Tiga faktor lainnya karena manusia. Volume air dari hulu (sering disebut banjir kiriman-red) semakin besar karena penggundulan hutan di hulu (wilayah Bogor-red). Permukaan air Jakarta meningkat karena pembangunan terus menerus dan ruang terbuka hijau yang bisa menyerap air semakin sedikit. Karena itulah, menurut saya membawa-bawa soal perubahan iklim hanya akan membuat kita lari dari masalah sesungguhnya.

Anda menyebut bahwa pembangunan Jakarta juga menjadi penyebab banjir. Apa yang salah?

Pembangunan terus menerus terjadi di Jakarta, tapi tidak ada perbaikan lingkungan. Seorang kawan pernah mewawancarai para pemilik gedung di kawasan Sudirman-Thamrin tentang di mana letak sumur resapan mereka. Para para pemilik gedung tidak ada yang mau menjawab, padahal itu adalah wajib. Saya menduga mereka tidak membangun sumur resapan sebagaimana mestinya. Penelitian juga mengungkapkan bahwa hampir semua pembangunan mall di Jakarta melebihi rencana serupa. Itu terjadi lewat berbagai macam lobi dan korupsi. Pembangunan dilakukan secara tidak transparan dan itu membuka ruang negosiasi (korupsi-red) bagi pelanggaran aturan terkait lingkungan. Semakin parah karena selama ini hasil pembangunan tidak diinvestasikan kembali untuk memperbaiki kemampuan kota dalam menyerap dan mengelola air. Pengetahuan tentang pengelolaan kota yang tidak menyebar luas menyebabkan orang leluasa melakukan korupsi tata kota. Pengetahuan yang terbatas dan disembunyikan membuat korupsi merajalela karena memanfaatkan ketidaktahuan orang banyak.

Apa saja praktek korupsi yang menyebabkan banjir?

Praktek terbanyak adalah mengalihkan ruang terbuka hijau menjadi bangunan. Misalnya kawasan Pantai Indah Kapuk yang dulunya adalah kawasan hutan lindung kini menjadi perumahan mewah. Lalu Taman Anggrek yang dulu betul-betul adalah sebuah taman, kini menjadi mall Taman Anggrek. Paling banyak di kawasan Senayan, Jakarta Selatan. Jenis korupsi kedua adalah dengan mengakali ketentuan mengenai jumlah total lantai yang boleh dibangun. Misalnya gedung (mall dan perkantoran-red) Senayan City yang tingginya melebihi ketentuan yang diperbolehkan. Memang selalu ada kompensasi legal, aturan memang memperbolehkan orang menambah ketinggian bangunan melebihi ketentuan tapi dengan syarat harus membayar denda. Tapi masalahnya di situlah tersedia ruang bagi korupsi: semua bisa dinegosiasi.