1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Masa Depan Energi Atom Dipertanyakan

15 Maret 2011

Masa depan energi atom setelah kecelakaan pembangkit listrik tenaga atom di Fukushima Jepang semakin suram. Kepercayaan pada keamanan PLTN kini terguncang hebat.

https://p.dw.com/p/10Zb5
Blok reaktor atom 1,2 dan 3 di kompleks PLTN Fukushima Daiichi yang meledak akibat masalah sistem pendingin akibat gempa bumi dan tsunami.Foto: Kyodo News/AP/dapd


Bencana atom di Jepang yang dipicu dampak gempa bumi kuat dan tsunami hebat serta reaksinya di seluruh dunia, menjadi tema komentar dalam tajuk sejumlah harian internasional.

Harian Perancis Le Monde dalam tajuknya berkomentar : Kerusakan hebat PLTN yang dipicu bencana alam, menimbulkan tragedi yang dibuat oleh manusia. Yakni kemungkinan bencana atom hebat. Vonis menyangkut masa depan energi atom untuk tujuan sipil akan menyusul kemudian. Akan tetapi, sebelum kita dapat menarik pelajaran dari apa yang terjadi di Fukushima, kita juga memiliki hak, untuk mengajukan pertanyaan. Risiko apa yang dihadapi PLTN yang dibangun di kawasan pesisir? Mengapa di kawasan-kawasan dimana energi atom kembali menjadi mode, standar keamanan dari badan energi atom internasional tidak mutlak menjadi kewajiban? Dan pada akhirnya, jika risikonya amat besar, apakah kita harus menerima sikap penuh rahasia dan tidak transparan, yang seringkali ditunjukkan oleh pengusaha pembangkit energi atom?

Harian liberal kanan Italia Corriere della Sera menulis komentar, setelah kecelakaan atom di Jepang, kepercayaan kepada para ilmuwan dan energi atom secara global terguncang. Setelah bencana di Fukushima, adalah sangat alamiah, jika kita meragukan apa yang disampaikan para ilmuwan dengan beragam cara ke berbagai penjuru dunia. Bahwa energi atom aman secara absolut. Dan tragedi di Jepang, adalah peristiwa unik satu-satunya, yang tidak akan dapat terulang di belahan bumi lainnya. Akan tetapi ini bukan versi mengenai proses bencana, jika kita terutama bertanya mengenai logikanya untuk bisa memahami hal tsb. Inilah pertanyaan setiap warga, tidak peduli di lintang mana mereka bermukim, yang tiba-tiba terguncang kepercayaannya pada kepastian ilmiah dan kredibilitas dari kemajuan, akibat guncangan gempa seismik itu.

Harian Swiss Neue Zürcher Zeitung melihat kemiripan antara bencana atom Fukushima dengan Three Mile Island di AS. Harian ini dalam tajuknya berkomentar : Bahwa tiga blok reaktor atom Fukushima Daiichi dipastikan tidak akan pernah diaktifkan lagi, setelah didinginkan darurat menggunakan air laut, sama nasibnya dengan PLTN AS Three Miles Island, yang pada bulan Maret 1979 juga mengalami peleburan sebagian inti reaktor. Pembersihannya memerlukan waktu 14 tahun. Sekitar 100 ton elemen bakar nuklir harus disingkirkan, air yang tercemar radioaktif harus dibersihkan atau diuapkan dan sistem pendingin reaktor harus dibongkar. Ongkos pembersihan reaktor yang mengalami kecelakaan di AS mencapai hampir satu milyar Dollar.

Juga reaksi cepat pemerintah Jerman, dengan menetapkan moratorium perpanjangan operasi pembangkit energi nuklir, menanggapi bencana atom di Jepang, menjadi topik komentar sejumlah harian internasional. Harian Spanyol El Periodico de Catalunya berkomentar : Keputusan kanselir Jerman, Angela Merkel menetapkan moratorium atom, merupakan bahan pelajaran bagi negara anggota Uni Eropa lainnya. Dalam hal ini, para pelindung lingkungan di Jerman yang memiliki bobot lebih besar dibanding dimanapun, memang memainkan sebuah peranan. Akan tetapi, moratorium reaktor atom itu juga amat luar biasa, sebab Jerman saat ini sedang berada dalam fase percepatan konjungtur, dan karenanya memerlukan lebih banyak energi. Amat bagus, jika negara Eropa lainnya mengikuti teladan Berlin. Terutama hal itu berlaku bagi Perancis, yang memenuhi 75 persen kebutuhan energinya dari pembangkit listrik tenaga nuklir.

Agus Setiawan/dpa/afp

Editor : Dyan Kostermans