1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Masa Depan Myanmar yang Penuh Tanda Tanya

29 Desember 2010

Masa depan negara yang dikuasai junta militer Myannmar pada 2011 masih belum pasti, meskipun pemilu telah dilaksanakan dan ikon demokrasi Aung Sang Suu Kyi telah dibebaskan dari tahanan rumah.

https://p.dw.com/p/zrDo
Aung San Suu KyiFoto: AP

Dibebaskannya peraih hadiah Nobel Aung San Suu Kyi dari tahanan rumah pada bulan November merupakan berita yang lebih besar dari digelarnya pemilu nasional untuk pertama kalinya setelah 20 tahun. Dibebaskannya Aung San Suu Kyi membuncahkan lagi harapan reformasi Myannmar, yang dulu dikenal dengan Burma. Negara itu berada dalam cengkeraman junta militer sejak 1962.

Sejak dibebaskan, Aung San Suu Kyi sangat aktif memberi wawancara pada media dan bertemu dengan para anggota partainya, National League for Democracy, NLD, ditengah seruan baginya untuk memainkan peranan lebih besar menjembatani kesenjangan antara militer dan oposisi pro demokrasi.

Sementara kebanyakan orang menyambut dibebaskannya Aung San Suu Kxi, sejumlah aktivis, seperti Soe Aung dari Forum for Democracy di Myanmar, mengatakan bahwa hal itu merupakan langkah timpang terhadap reformasi dan dibentuknya dialog,"Di satu sisi, anda bisa mengatakan bahwa ini merupakan sebuah kemajuan. Tetapi jangan lupa, masih ada 2,200 tahanan politik dan situasi ini berjalan ditempat. Membebaskan Aung San Suu Kyi belum cukup karena junta militer harus merespon seruan Aung San Suu Kyi untuk berdialog dengan rejim militer sesegera mungkin".

Hasil pemilu pada bulan November, dianggap oleh masyarakat internasional mengalami kecurangan.

Debbie Stothardt adalah jurubicara kelompok pembela Hak hak Asasi Manusia Alternatif di jaringan ASEAN merasa pesmis," Tahun 2011 akan lebih tidak pasti dari tahun 2010 karena Aung San Suu Kyi telah dibebaskan dan kami tidak yakin sampai kapan, karena pembatasan akses pada dirinya juga liputan media terhadap pernyataan dan aktifitasnya makin meningkat. Kami juga melihat lebih banyak orang asing yang masuk daftar hitam bahkan deportasi dari Myanmar sejak Aung San Suu Kyi dibebaskan".

Keunsai, adalah direktur kantor berita Shan Harald, yang menyoroti isu isu yang berkaitan dengan kelompok etnis Shan di Myanmmar. Ia berpendapat bahwa junta militer berhati hati dalam melancarkan aksinya," Saat ini junta militer tengah berjalan sambil berjinjit karena junta sangat khawatir menunjukkan perubahan menjadi demokrasi, negara ini berubah menjadi demokrasi. Jadi, apa yang akan terjadi nanti tergantung kedua belah pihak. Berapa siap oposisi untuk menguji tolerasni junta militer dan berapa besar keinginan junta militer untuk bertoleransi".

Tahun ini, kelompok minoritas Myannmar juga berada dibawah tekanan, saat junta militer mencoba menekan kelompok kelompok bersenjata untuk bergabung sebagai satuan patroli perbatasan. Lebih dari beberapa dekade, militer Myanmmar telah berhasil mengadakan perjanjian gencatan senjata dengan kelompok bersenjata tersebut. Tetapi bentrokan yang terjadi baru baru ini di wilayah Karen saat pemilu pada bulan November, memaksa penduduk yang tinggal di daerah itu mengungsi untuk sementara ke Thailand.

Sejumlah kelompok bersenjata tersebut telah membentuk sekutu militer baru. Tetapi tentara nasional Myannmar memiliki 400,000 tentara, dibandingkan dengan tentara suku minoritas yang hanya berjumlah 65,000.

Sekali lagi, masyarakat Myannmar yang berbeda-beda itu sekarang meletakan nasibnya pada Aung San Suu Kyi dan berharap ia mampu bernegosiasi untuk reformasi politik.

Repoter: Ron Corben/ Miranti Hirschmann

Editor: Hendra Pasuhuk