1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

081211 UN-Klimagipfel Durban

8 Desember 2011

Gerakan mengejutkan muncul dalam KTT Iklim PBB yang bertahun-tahun mandek. Tekanan meningkat, bukan hanya dari ilmuwan iklim, tapi juga karena tekanan politik bertambah.

https://p.dw.com/p/13Or3

Sebuah pohon tak berdaun dengan cabang-cabang yang semuanya menunjuk ke langit merupakan simbol bagi COP17 - KTT Iklim PBB di Durban, Afrika Selatan -. Menurut tradisi di Afrika, di bawah pohon Baobab itulah orang bernegosiasi sampai mencapai kesepakatan.

Mungkin sadar bahwa 4 hari tidak cukup untuk menyelesaikan semua hal yang mandek dalam negosiasi, Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma menekankan untuk setidaknya menyelamatkan Protokol Kyoto yang hampir tamat riwayatnya. Zuma mendapat dukungan penuh UE dan pemerintah Jerman, sebagaimana ditekankan Menteri Lingkungan Jerman Norbert Röttgen dalam pidatonya in depan peserta konferensi.

"Uni Eropa dan Jerman bangga terikat pada Protokol Kyoto. Kami ingin agar Protokol Kyoto dan keseluruhan sistemnya tetap hidup dan berkembang. Pendekatan Protokol Kyoto dengan komitmen mengikat adalah kunci menuju pengurangan emisi gas rumah kaca secara efektif. Juga merupakan cetak biru bagi peraturan internal UE sampai 2020", kata Röttgen.

Syarat tanpa hambatan

Puzzlebild Triptychon Südafria Klimakonferen Durban Cup 17 Dossierbild 2
Jakob Zuma membuka konferensiFoto: picture-alliance/dpa

Tekanan UE dan Afrika Selatan bukan hanya dapat membantu membawa perundingan maju ke depan, tetapi juga sudah memungkinkan periode wajib kedua Protokol Kyoto. Bagaimanapun hal itu merupakan salah satu tuntutan Presiden Zuma, kata pakar iklim Greenpeace, Martin Kaiser.

"Ia di satu pihak mengatakan, Protokol Kyoto harus diputuskan secara mengikat dalam periode wajib kedua. Ini terutama dituntut oleh UE. Tetapi Zuma juga mengatakan, harus ada mandat negosiasi yang mencakup para pengotor udara terbesar seperti Cina dan AS, dengan mandat dan tanggal yang jelas tentang kapan berlakunya“, kata Kaiser.

Terutama harus dipastikan, kata Martin Kaiser, bahwa periode wajib pertama Protokol Kyoto, yang habis pada akhir 2012, langsung disambung dengan periode kedua tanpa hambatan. Ini merupakan syarat agar dalam dekade ini berhasil ditetapkan pengurangan emisi gas rumah kaca di negara-negara besar. Jika tidak, semua pihak akan menderita akibat kenaikan suhu bumi 4-6 derajat Celsius.

Nada tajam Jerman

Peringatan serupa ditekankan Mentri Lingkungan Jerman Norbert Röttgen dalam pidato di depan sidang. Uni Eropa siap berunding, kata Röttgen. Tetapi pembatasan iklim secara efektif hanya bisa dilakukan jika semua negara yang termasuk pendosa emisi, ikut melakukan pengurangan dan melakukan bagiannya secara adil.

Röttgen menghimbau negara-negara yang masih menolak, untuk bergabung mencapai perjanjian yang mengikat secara internasional, dengan kewajiban mengikat, transparan dan dapat diperiksa bagi semua negara. Negara yang berargumen soal peraturan mengikat, tentu juga siap untuk terikat kepada aturan itu, kata Röttgen.

Nada tajam yang tak biasa dilontarkan Menteri Lingkungan Jerman. Masih ada sisa waktu sampai konferensi berakhir, Jumat (09/12), untuk menyaksikan apakah semua tekanan dapat membantu untuk mengimplementasikan target emisi di KTT Durban, dengan mensahkan periode wajib kedua Protokol Kyoto.

Helle Jeppesen/ Renata Permadi

Editor: Marjory Linardy