1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Media di Sri Lanka Semakin Diperketat

1 Februari 2010

Pembatasan media terjadi di Sri Lanka. Wartawan lokal kesulitan dalam melakukan investigasi. Mereka mengeluh kerap mengalami rintangan, ancaman dan bahkan penculikan.

https://p.dw.com/p/LoqE
Presiden Sri Lanka Mahinda Rajapakse yang terpilih kembali.Foto: AP

Menjelang penetapan Presiden Mahinda Rajapakse sebagai presiden baru Sri Lanka, ketakutan kembali merayapi wartawan: „Orang-orang yang mendukung Jendral Fonseka (rival presiden dalam pemilu) akan segera dihilangkan,“ ujar sang jurnalis, sesaat setelah diumumkan kemenangan telak diraih Rajapakse. Dan hal itu benar adanya, ia sendiri raib, setelah sebuah van putih, yang sering digunakan, berhenti di muka rumahnya -- tetangga di lingkungannya ditanyai tentang keberadaannya dan ia dipanggil untuk menjalani proses interogasi.

Ancaman dengan ketakutan juga dialami oleh penerbit Sunday Leader, Lal Wickrematunge, saudara dari Lasantha. Lasantha dulu menyelidiki korupsi yang terjadi di lingkup kepresidenan, kemudian dibunuh setahun yang lalu. Lal kemudian tinggal berpindah-pindah karena takut: „Hingga kini kami masih mengalami ancaman. Gotabaya, saudara presiden dan menteri pertahanan menggugat ke pengadilan. Setelah kematian Lasantha kami berjumpa dengan presiden dan mengatakan ingin rekonsiliasi. Namun Gotabaya menolak dan ingin agar kami tetap ditangkap.“

Pada masa kampanye, polisi menerjang percetakan Sunday Leader, karena koran itu dianggap ingin mencemarkan nama baik dengan melawan pemerintahan.

Tudingan melakukan pencemaran nama baik juga diluncurkan pejabat Sri Lanka sebagai alasan untuk memblokir lima situs internet pemberitaan. Kantor redaksi internet E-Lanka dikepung pasukan bersenjata dan ditutup. Seorang reporter dan kartunisnya lenyap tanpa jejak.

Pimpinan redaktur majalah mingguan Lanka ditangkap, kantornya disegel.

Gerak-gerik jurnalis asing pun tak luput dicermati dengan teliti. Banyak diantara mereka yang tak mendapat izin meliput jalannya pemilu. Karin Wenger diperbolehkan masuk Sri Lanka, namun wartawan Swiss itu dicabut visanya, setelah menyampaikan pertanyaan dalam sebuah konferensi pers yang digelar pemerintah: „saya menyampaikan dua pertanyaan. Pertama, mengapa hotel tempat pemimpin oposisi Fonseka berada, dijaga ketat tentara. Kedua, kami mendapat rumor bahwa saudara presiden Mahinda Rajapakse, Basil Rajapakse berada di kantor Komisi Pemilu.“

Setelah konferensi pers tersebut, seorang pejabat mendatangi dan menghinanya: „ saya tidak akan takluk pada kulit putih. Catat itu baik-baik.“

Kementerian informasi Sri Lanka sekarang menarik keputusannya, dengan alasan terjadi kesalahan. Sang jurnalis tidak harus meninggalkan Sri Lanka.

Sementara tekanan terhadap media lokal semakin santer dari sebelumnya. Setelah kemenangannya, Rajapakse mengumumkan akan membangun rekonsiliasi dengan semua kelompok masyarakat. Dengan pengumuman itu, Lal Wickermatunge dari Sunday Leader berharap, represi pemerintah juga akan berkurang: „kita sudah menjalani pemilu, kita sudah memilih presiden. Dalam tiga bulan ke depan kita akan mengadakan pemilu parlemen dan perang telah berlalu. Media akan terus menjalankan tugasnya.“

Sabina Matthay / Ayu Purwaningsih

Editor: Hendra Pasuhuk