1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Membangkitkan Kembali Pakta Lima Negara Asia-Pasifik

Hendra Pasuhuk
2 Juni 2017

Australia ingin menghidupkan lagi pakta pertahanan dari tahun 1971 bersama Inggris, Selandia Baru, Singapura dan Malaysia. Pakta dari era Perang Dingin itu kini ditujukan untuk melawan terorisme.

https://p.dw.com/p/2e218
Bildergalerie IMDEX Marine Ausstellung 2015 in Singapur
Foto: Reuters/E. Su

Pada puncak era perang dingin tahun 1971, lima negara di kawasan Asia-Pasifik membentuk sebuah pakta pertahanan dengan nama Five Power Defense Arrangement (FPDA). Kelima negara itu adalah Inggris, Australia, Selandia Baru, Malaysia dan Singapura. Kini, menteri pertahanan kelima negara itu melakukan pertemuan di Singapura untuk mengaktifkan lagi FPDA guna menghadapi ancaman terorisme.

Para menteri negara-negara FPDA itu akan membicarakan perubahan situasi keamanan di kawasan dan tantangan baru yang muncul pada pasca perang dingin. Menteri Pertahanan Australia Marise Payne hari Jumat (2/6) mengatakan, pertemuan di Singapura merupakan kesempatan baik bagi FPDA untuk mengambil "sikap responsif terhadap kejadian terkini, untuk bersikap responsif terhadap kondisi strategis regional yang sangat dinamis dan penuh tantangan."

Para menteri menerangkan, potensi ancaman kelompok-kelompok militan di Asia Tenggara akan menjadi fokus utama pembicaraan. Namun para pengamat mengatakan, pembahasan juga akan menyentuh soal perbenturan kepentingan antara Cina dan Amerika Serikat di kawasan Asia Tenggara yang perlu ditanggapi oleh negara-negara di kawasan.

50 Jahre Singapur
Parade militer Singapura memperingati 50 tahun kemerdekaan, Agustus 2015Foto: picture alliance/landov/T. White

FPDA dibentuk setelah Inggris menarik diri dari bekas koloninya di Singapura dan Malaysia, sementara ketika itu Indonesia berada di bawah pimpinan Presiden Soekarno, yang mengambil haluan konfrontatif terhadap Malaysia. FPDA ketika itu terutama merupakan komitmen bantuan pertahanan, jika salah satu negara mengalami serangan dari luar.

Munculnya ancaman terorisme internasional kini menimbulkan tantangan baru bagi negara-negara FPDA. "Kami akan memperbarui relevansi FPDA, baik dalam hal latihan dan integrasi kemampuan baru, maupun untuk menghadapi ancaman keamanan saat ini. Kondisi keamanan kini telah berubah dan perlu mencakup kontra-terorisme dan keamanan maritim," kata Menteri Pertahanan Singapura Ng Eng Hen.

Tim Huxley, pakar keamanan regional yang berbasis di Singapura minggu ini menulis, kelima negara FPDA perlu meningkatkan kemampuan "interoperabilitas" militernya agar dapat tetap efektif dalam situasi "memburuknya lingkungan keamanan".

Singapur Verteidigungsminister Ng Eng Hen
Menteri Pertahanan Singapura ng Eng HenFoto: Getty Images/AFP/R. Rahman

"Keseimbangan kekuatan regional kini bergeser saat China menjadi lebih kaya, kuat dan tegas. Strategi dan kebijakan Amerika telah memasuki periode - paling tidak - ketidakpastian di bawah Presiden Donald Trump," tulis Huxley dalam sebuah komentar di surat kabar Singapura The Straits Times. "Di tengah ketidakpastian ini, sebagian besar negara di kawasan berusaha meningkatkan kemampuan militer mereka."

Pertemuan para menteri pertahanan FPDA diadakan setiap tiga tahun, dengan Singapura dan Malaysia menjadi tuan rumah secara bergiliran. Kelima negara juga melakukan latihan militer gabungan secara kontinyu setiap tahun.

Pertemuan para menteri FPDA dilakukan menjelang pelaksanaan konferensi keamanan Singapura yang dikenal sebagai Shangri-la Dialogue akhir pekan ini. Antara lain akan tampil sebagai pembicara Menteri Pertahanan AS, James Mattis.

hp/ap (rtr)