1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Membumikan Sepakbola di Afrika Selatan

14 Mei 2010

Sepak bola di Afrika Selatan masih kalah bersaing melawan rugby atau kriket dalam merebut perhatian insan olahraga. Namun perhelatan akbar dunia kali ini diharap bisa mengubahnya.

https://p.dw.com/p/NNfK
Pendukung tim nasional Afrika SelatanFoto: AP

Meski Afrika Selatan dikenal sebagai negara yang menggilai olahraga, sepakbola masih menjadi tontonan sampingan, seperti diungkapkan oleh konsultan Piala Dunia Horst R. Schmidt, "Rugby adalah olahraga paling populer di sana, peminat kriket pun sama besarnya," katanya.

Nyatanya penggemar sepakbola di Afrika Selatan kebanyakan berasal dari kelompok masyarakat berkulit hitam. "Sepakbola adalah gairah hidup kami," ujar Lucas Radebe, bekas kapten timnas Afrika Selatan yang hingga 2005 lalu masih merumput untuk klub Inggris Leeds United.

Radebe berbicara mengenai peluang yang ditawarkan sepakbola, "bagi kami satu-satunya jalan untuk keluar dari kemiskinan." Di berbagai perkampungan miskin di kota-kota besar di Afrika Selatan, sepakbola dicintai dan dimainkan.

"Kaizer Chiefs adalah agama"

Sebanyak 16 klub berjibaku di Liga utama sepakbola Afrika Selatan. Di antara yang termasuk favorit adalah Orlando Pirates, Moroka Swallows dan Mamelodi Sundowns. Meski begitu, cincin juara liga musim lalu tidak dipegang oleh ketiga tim di atas, melainkan oleh Super Sport United yang bermarkas di Pretoria.

Namun klub yang paling populer di mata warga Afsel adalah Kaizer Chiefs. "Di sini Kaizer Chiefs adalah agama," tandas Rainer Dinckeldacker yang melatih penjaga gawang klub yang bermarkas di Soweto itu sejak sepuluh tahun terakhir.

Dinckeldacker tidak asal berucap. Di Afrika Selatan Kazier Chiefs merupakan klub favorit dengan jumlah pendukung paling banyak. Statistik menyebut angka 14 juta pendukung dan 40.000 penonton yang hampir setiap pekannya menyambang ke stadion Soccer-City, tempat Kaizer Chiefs bermarkas. Klub lain biasanya harus puas dengan beberapa ribu penonton saja.

"Bafana Bafana"

Tim nasional Afrika Selatan sering disebut dengan panggilan dalam bahasa Zulu "Bafana-Bafana" atau "Pemuda Hijau". Prestasi tim racikan pelatih asal Brazil Carlos Alberto Parreira itu sebenarnya tidak buruk-buruk amat. Pernah dua kali lolos ke Piala Dunia dan tiga kali menjuarai turnamen di wilayah selatan Afrika.

Prestasi terbesar Bafana-Bafana dicetak pada kejuaraan Piala Afrika. Euforia luar biasa muncul ketika John Mosheu dkk. memboyong piala emas "African Cup of Nations" ke Pretoria tahun 1996 setelah mengalahkan Tunisia di Johannesburg pada partai Final.

Bagi warga Afrika Selatan, kemenangan tersebut memberikan kepercayaan diri tinggi pagi ranah pesepakbolaan tanah air. Untuk pertama kalinya gabungan antara pemain kulit hitam dan putih memenangkan sesuatu yang berharga. Sejak saat itu pula pelatih Clive Barker menjadi pahlawan sepak bola Afrika Selatan.

Sejak saat itu prestasi Bafana-Bafana boleh dibilang pasang surut. Pun persiapan menjelang Piala Dunia tahun ini kerap mengalami gangguan. Sempat digantikan oleh Joel Santana yang juga asal Brazil, Carlos Alberto Parreira kemudian kembali mengisi kursi kepelatihan timnas Afsel sesaat menjelang Piala Dunia.

Bekas kapten timnas Lucas Radebe melihat pertukaran tersebut secara positif, "kita kembali memiliki Parreire dan saya kira, kita dapat melihat keamjuan di tubuh tim, " ujarnya.

Saat ini pemain kunci Bafana-Bafana adalah ujung tombak Benny McCarthy. Penyerang gaek berusia 31 tahun itu sempat merumput di Premiere League Inggris untuk klub Blackburn Rovers dan ikut menghantar klub FC Porto di bawah pelatih Jose Mourinho ke tangga juara Liga Champions Eropa 2004.

Delron Buckler, bekas pemain timnas Afrika Selatan dan Bundesliga melihat peluang baik bagi Bafana-Bafana untuk ikut unjuk gigi pada perhelatan akbar sepakbola sejagad di rumah sendiri. "Timnas Afrika Selatan mirip seperti tim panser Jerman. Jika sudah memasuki turnamen, mereka bisa tiba-tiba tampil sangat baik."

"Piala Dunia yang gegap gempita"

Syarat utama bagi keberhasilan timnas Afsel pada Piala Dunia kali ini adalah tampil maksimal di babak penyisihan grup. Bergabung bersama Mexiko, Perancis dan Uruguay di Grup A, Bafana-Bafana jelas tidak akan mendapat lawan enteng. Namun menurut Rainer Dickeldacker, jika mampu menang dua kali saja, segalanya akan tampak lebih mudah. "Jika warga Afrika Selatan melihat timnya menang, mereka akan berpesta habis-habisan. Setelah itu semuanya bisa menjadi mungkin, apalagi dengan gelombang euforia yang tak ada habisnya," tukasnya.

Yang pasti para pendukung harus bersiap menghadapi gegap gempita Piala Dunia kali ini, seperti yang diungkapkan Menteri Wisata Marthinus van Schalkwyk. "Ini akan menjadi kejuaraan yang sangat khas Afrika Selatan. Meski sebagian akan mengeluhkan kegaduhan selama pertandingan. Seperti yang Presiden FIFA Blatter selalu katakan: Dengarlah benua Afrika. Sepak Bola adalah kegaduhan semata."

Arnulf Boettcher/Rizki Nugraha
Editor: Yuniman farid