1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Memperhatikan Kemasan Ramah Lingkungan

Günther Birkenstock 19 Februari 2013

Sepuluh tahun lalu di Jerman, diwajibkan “uang jaminan“ bagi kaleng minuman yang hanya dapat digunakan sekali. Jumlah penjualan minuman kaleng menurun, demikian pula kontribusi penggunaan botol yang dapat dipakai lagi

https://p.dw.com/p/17gPp
Foto: Fotolia/Roman Milert

Menurut aturan jaminan kaleng kemasan minuman, pembeli harus membayar sejumlah uang untuk kemasannya. Uang jaminan itu akan dikembalikan lagi oleh penjual, jika si pembeli mengembalikan kaleng atau botol bekasnya. 

Ketika koalisi pemerintah Partai Sosial Demokrat SPD dan Partai Hijau pada 2003 memutuskan memberlakukan undang-undang “uang jaminan“ kemasan sekali pakai ini, kritik bermunculan dari berbagai penjuru.

Para pengecer dan perusahaan minuman takut bisnis mereka terganggu. Mereka mencoba menggugat aturan “uang jaminan“ atau “deposit wajib“ untuk kemasan itu ke Mahkamah Konstitusi.

Menteri lingkungan Jerman pada saat itu, Jürgen Trittin juga harus  membela diri dari serangan pecinta lingkungan, yang memandang aturan deposit wajib kemasan sekali pakai itu sebagai ancaman bagi penggunaan kemasan yang dapat dipakai berulang kali.

10 Jahre Dosenpfand Jürgen Trittin
Jürgen TrittinFoto: picture-alliance/dpa

Trittin tetap menggolkan aturan deposit wajib kemasan yang hanya dapat digunakan sekali pakai  itu. Depositnya sekitar 0.08 euro atau 1000 rupiah untuk kemasan atau wadah yang bisa dipakai berulang kali dan 0.25 euro atau 3000 rupiah untuk kemasan atau wadah ynag hanya dapat digunakan satu kali.

Direktur organisasi lingkungan Jerman DUH, Jürgen Resch membuat kesimpulan dari aturan itu :“Ini adalah upaya untuk menghentikan pengotoran lahan oleh sampah, memperbaiki daur ulang dan melindungi sistem kemasan yang dapat dipakai ulang.“

"Keberhasilan yang mencolok adalah, 2 hingga 3 milyar kemasan kaleng minuman dan botol plastik yang tidak lagi dibuang ke llingkungan setiap tahunnya“, ujar Resch dalam wawancara dengan Deutsche Welle.

Namun ada juga efek lainnya.  Penggunaan wadah atau kemasan yang dapat dipakai berulang kali turun hingga di abwah 50 persen. Apakah itu artinya aturan “uang jaminan” atau “deposit wajib” bagi kaleng kemasan sia-sia saja?

Resch mengatakan, kuotanya dapat menjadi lebih buruk lagi jika tidak diberlakukan aturan. Dia menunjuk pada kemasan sari buah yang tidak dikenai wajib deposit, kontribusi botol yang dapai dipakai berulang kali hanya sekitar 6 persen saja.

Tanpa deposit tak ada persaingan sehat

Resch mengatakan ada satu jalan untuk meningkatkan kontribusi penggunaan wadah yang dapat digunakan kembali. 

“Semua botol sekali pakai harus dikenakan deposit”, ujarnya. Dia juga menambahkan, dengan demikian tercipta persaingan sehat, dan para produsen minuman yang menggunakan kemasan sekali pakai tak lagi menikmati kenyamanan itu guna menarik perhatian konsumen.

Terutama perusahan besar Jerman diuntungkan dengan sistem ini. ”Jika kita ingin melindungi iperusahaan minuman skala kecil diJerman, berupa perusahaan air mineral, jus buah-buahan dan bir, kita harus sesuaikan harganya.” Resch juga mengatakan aspek lingkungan tetap tidak boleh diabaikan.

Kisten mit Flaschenbier
Peti minumanFoto: picture-alliance/dpa

“Jika Anda melihat reportase mengenai cemaran sampah botol plastik yang memenuhi Laut Utara  dan Laut Baltik, Anda akan paham mengapa jenis kemasan ini tak boleh sampai mendarat ke laut dan mengancam ekosistem di sana akibat kecerobohan manusia,” paparnya lebih lanjut.

Botol bir bertahan

Aturan deposit untuk kemasan minuman ini terbukti efektif  dalam meredam jumlah penjualan minuman dalam kemasan aluminium atau kaleng, yang langsung menghilang di banyak rak-rak pertokoan. Pengecer mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan biaya, demikian kata Gerhard Kotschik, pakar aturan kemasan di Badan Lingkungan Jerman, yang memberi masukan pada pemerintah Jerman untuk isu lingkungan.

“Undang-undang negara mengatur siapapun yang menjual minuman dengan kaleng sebagai kemasan wajib menerima pengembalian kaleng, termasuk yang berasal dari perusahaan pesaing,” ujarnya, “Inipun berlaku bagi botol kaca dan plastik.”

Guna menjaga kenyamanan, banyak pebisnis yang memutuskan menggunakan satu sistem: yakni menggunakan botol plastik. Namun ada pengecualian, 90 persen bir  di Jerman tetap dijual dalam kemasan botol gelas daur ulang.

"Bir yang dikemas dalam botol plastik tak diterima konsumen, tak seperti jus buah atau air minum,” papar Kotschik.

Mengubah gaya hidup

Kotschik juga mendukung argumen, jumlah penggunaan kemasan yang dapat digunakan lagi bisa lebih rendah apabila tak ada aturan deposit wajib seperti yang diterapkan pemerintah.

Ada beberapa alasan meningkatnya pengunaan kemasan sekali pakai, yakni tren serta perkembangan kemasyarakatan. Kini lebih banyak orang membeli semua makanan dan barang-barang yang mereka butuhkan, termasuk bir, air dan jus di satu toko saja.

Dulu mereka harus membeli minuman secara terpisah di agen penjual khusus minuman. Sementara orang-orang tua lebih mudah dan ringan mengangkut botol plastik ketimbang botol gelas.

Symbolbild Pfand
Tukar botol dengan uang jaminanFoto: picture-alliance/dpa

Untuk menggalakkan kepedulian konsumen pada tema perlindungan lingkungan, pemerintah Jerman memutuskan, pada tahun 2014 nanti, semua toko dan supermarket harus menyediakan tanda yang jelas membedakan antara kemasan sekali pakai dengan kemasan yang dapat digunakan lagi.

"Ternyata banyak orang yang tak tahu bedanya, mana kemasan yang hanya sekali pakai dan yang bisa dipakai berulangkali,“ kata Kotschick.

Saat ini konsumen membeli minuman dalam botol dengan menaruh deposit atau “uang jaminan“ di toko untuk  kemasannya. Dengan demikian mereka tergerak untuk mengambil kembali “uang jaminan“ itu yang otomatis dibarengi dengan pengembalian kemasan bekas pakai.

Botol-botol itu dikembalikan untuk didaur ulang. Namun kebanyakan botol plastik dihancurkan di dalam mesin pengembalian, untuk didaur ulang menjadi barang baru.

Penggunaan botol gelas yang bisa dipakai ulang lebih ramah lingkungan. Botol-botol beling dapat dibersihkan dan diisi lagi atau dipakai berulangkali hingga 50 kali. Dengan demikian itu bisa mengurangi penggunaan energi dan jumlah sampah, ketimbang jika terus memproduksi kemasan baru.