1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mempertanyakan Keberadaan Tuhan

10 Desember 2010

Semakin banyak generasi muda terpelajar yang mulai berani mempertanyakan keberadaan Tuhan. Pilihan sikap yang sangat tidak populer dan bisa beresiko, karena pada saat bersamaan masyarakat justru makin relijius.

https://p.dw.com/p/QVVt
Foto: José Ospina-Valencia

Apakah Tuhan itu ada? Pertanyaan itulah yang membawa Zaim Rofiqi ikut ke dalam grup Facebook Indonesian Atheist Society atau Masyarakat Atheis Indonesia. Zaim adalah seorang penulis muda dengan latar belakang pesantren yang kuat. Ia adalah sarjana lulusan Insitut Agama Islam Negeri IAIN Jakarta.

Kegelisahan Zaim muncul, ketika ia makin banyak membaca. Buku menjadi gerbang bagi Zaim Rofiqi, untuk mulai mempertanyakan eksistensi Tuhan. Menemukan grup atheis di situs jejaring sosial Facebook menjadi semacam oase bagi Zaim Rofiqi..

Zaim adalah potret generasi muda Indonesia terpelajar yang mulai berani kritis mempertanyakan Tuhan. Sebuah pilihan sikap yang sangat tidak populer dan bisa jadi beresiko, karena pada saat bersamaan masyarakat Indonesia, justru makin relijius. Zaim mengaku beruntung, karena meski lahir dengan tradisi Islam yang kuat, namun keluarganya cukup terbuka. Di bangku Sekolah Menengah Atas, SMA, Zaim terpukau dengan buku Pergolakan Pemikiran Ahmad Wahib, yang bagi kalangan konservatif dianggap tabu, karena berani mempertanyakan Tuhan.

Lain lagi dengan Miko Toro. Jurnalis sebuah televisi swasta di Jakarta ini, memilih blog sebagai tempat menumpahkan kegelisahannya tentang Tuhan. Miko, kini mengaku sebagai seorang agnostik. Ia skeptis bahwa Tuhan itu memang ada. Antara Iman dan Rasionalitas, Miko memilih Rasionalitas. "Saya pikir jalur paling masuk akal untuk mencapai suatu kesimpulan, itu berlandaskan evidence, cara berpikir scientist dan inilah yang diadopsi para ilmuwan. Kesimpulan itu theory selalu evidence bukan sebaliknya."

Menurut Miko Toro keputusanya menjadi seorang agnostic tidak terjadi begitu saja. Meragukan Tuhan adalah sebuah jalan panjang. Miko dibesarkan dalam keluarga dengan tradisi Islam – Jawa yang kuat. Ketika kecil dan remaja, Miko mengaku sebagai seorang Muslim yang taat.

Sama seperti Zaim Rofiqi, Miko Toro juga mengaku ilmu pengetahuan, adalah sumber sikap subversif dia terhadap Tuhan. Selain buku, fenomena maraknya kekerasan atas nama agama yang terjadi belakangan, semakin menegaskan pilihannya untuk menjadi seorang Agnostik. Meski, dia mengaku belum berani secara terbuka mengungkapkan sikap ini di hadapan keluarga.

Miko Toro maupun Zaim Rofiqi adalah gambaran kecil, tentang mereka yang menampik atau meragukan Tuhan. Sebuah jalan sunyi yang sangat tidak populer di Indonesia.

Zaki Amrullah

Editor: Ayu Purwaningsih