1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mencari Motivasi untuk Perjanjian Iklim Global

22 September 2009

Pertemuan Selasa (22/9) ini bersama Sekjen PBB Ban Ki Moon di New York merupakan pertemuan awal sebelum perjanjian iklim internasional diratifikasi Desember mendatang di Kopenhagen, Denmark.

https://p.dw.com/p/JmGa
Logo Konferensi Perubahan Iklim UNFCCC PBBFoto: AP Graphics

Seusai negoisasi awal bulan Agustus lalu di Bonn, Jerman, Sekretaris Konferensi Perubahan Iklim UNFCCC, Ivo de Boer, nampak sekali terpukul. Di pertemuan ketiga dari seluruhnya lima pertemuan awal sebelum perjanjian iklim internasional diratifikasi Desember mendatang di Kopenhagen, tidak banyak perubahan. Selasa ini (22/9) PBB akan mengadakan rapat khusus di New York. Direktur Program Lingkungan PBB, UNEP, Achim Steiner menuturkan:

“Ada dua tema penting yang saat ini masih menghalangi paket iklim baru yang diserukan oleh Sekjen PBB. Yang pertama, bagaimana negara-negara industri memimpin pembatasan emisi gas rumah kaca. Kemudian mengenai paket bantuan keuangan yang meyakinkan, sehingga negara-negara berkembang tertarik untuk ikut serta dalam kerja sama internasional ini dan tidak bertindak sendiri-sendiri. Inilah dua tema utama yang sementara ini masih menghambat proses perundingan.“

Steiner juga akan hadir di New York untuk mengupayakan sebuah perjanjian baru yang mengikat dan dapat diterima oleh semua pihak. Terutama menyangkut pembayaran kompensasi dan transfer teknologi bagi negara berkembang. Dana negara-negara berkembang terbatas untuk ikut membiayai proyek-proyek perlindungan iklim. Selain itu, merekalah yang pertama merasakan dampak perubahan iklim dunia. Dengan mengalami kekeringan, kekurangan air bersih, kebanjiran dan bencana alam akibat iklim. Padahal, mereka bukan penyebab utama perubahan iklim. Negara berkembang menyediakan lahan alam yang terbesar untuk menyimpan CO2.

Menyangkut pengurangan gas rumah kaca semua pihak sudah sepakat, agar pemanasan iklim bumi dapat ditahan di bawah dua derajat celsius. Namun, Sekretaris Konferensi Perubahan Iklim PBB, Ivo de Boer mengatakan

„Walaupun kita berhasil membatasi pemanasan global hingga dua derajat, kita akan tetap mengalami akibat buruk dari perubahan iklim. Bukan penguranan emisi CO2 saja yang harus kita upayakan, akan tetapi juga membantu negara miskin agar mereka dapat menyesuaikan diri dengan situasi sekarang akibat perubahan iklim. Karena itu, bukan dua derajat itu saja yang menjadi sasaran kita di Kopenhagen nanti, tetapi juga kewajiban kita membantu negara miskin.“

Hal inilah yang masih dirundingkan. Hingga sekarang tidak nampak adanya kesediaan negara industri mengenai kewajiban pembayaran kompensasi, walaupun negara industri semakin mendekati sasaran pengurangan emisi. Presiden Perancis Nicolas Sarkozy mengingatkan negara-negara yang tidak bersedia mengurangi emisi CO2 hingga 80 persen sampai tahun 2050. Yang dimaksud terutama adalah Cina. Selain Sarkozy, Kanselir Jerman Angela Merkel juga menuntut pengurangan gas rumah kaca sebanyak 80 persen hingga 2050. Pengurangan ini dibutuhkan agar pemanasan iklim bumi dapat ditahan di bawah dua derajat celsius. Begitu juga Presiden AS Barack Obama menyatakan kesediaannya mengurangi emisi CO2.

Kesediaan inilah yang hendak dicapai Sekjen PBB Ban Ki Moon di New York nanti. Pada pertemuan G20 di Pittsburgh, AS, negara-negara ini dapat membahas politik perubahan iklim. Putaran pertemuan iklim berikutnya akan berlangsung di Bangkok, Thailand, Oktober mendatang.

Helle Jeppesen / Andriani Nangoy

Editor: Hendra Pasuhuk