1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mencemaskan, Kekerasan Bermotif Agama di Pakistan

1 Maret 2011

Ideologi kekerasan melekat pada kaum Islam di Pakistan. Warga mengelu-elukan pembunuh Gubernur Punjab, Salmaan Taseer. Dunia Barat khawatir, karena Pakistan memiliki senjata nuklir dan vital dalam perang melawan Taliban.

https://p.dw.com/p/10RI4
Salmaan Taseer beserta putri
Salmaan Taseer beserta putriFoto: DW

Kota Rawalpindi di provinsi Punjab, Pakistan, saat ini dipenuhi spanduk. Sebagian besar bertuliskan 'Kami memuji keberanianmu, Mumtaz Qadri.' Spanduk penuh pujian kepada pembunuh Gubernur Punjab, Salmaan Taseer, awal Januari lalu. Qadri adalah seorang polisi. Anggota unit elit dan pengawal pribadi Taseer. Qadri memberondong Taseer dengan 26 tembakan di areal Pasar Kohsar.

Saudara lelaki Qadri bangga terhadapnya. Seluruh dunia bangga terhadap Qadri menurut Bazeer, "Tidak hanya Pakistan, tapi juga dunia Muslim. Kami mendapat dukungan. Banyak yang mengontak lewat email, telpon, ada juga yang datang kesini untuk menunjukkan solidaritas. Di negara ini kami mendapat 100 persen persetujuan."

Mumtaz Qadri (tengah)
Mumtaz Qadri (tengah)Foto: AP

Pakistan alami krisis moral?

Apa motif dibalik pembunuhan Taseer? Dan apa yang mendorong pembunuhnya dielu-elukan bagai pejuang Nabi? Menurut Bazeer, Taseer telah berbuat dosa besar saat menentang undang-undang penistaan agama. Taseer menyebut undang-undang tersebut sebagai hukum hitam. Bazeer mengecam, "Apapun yang terjadi di muka bumi adalah kehendak Allah. Taseer berbuat kesalahan, dan Tuhan sendiri yang menghukumnya!"

Pemikiran semacam ini tentu mempersulit pihak manapun untuk menggunakan argumen yang sifatnya duniawi. Kenyataan bahwa undang-undang penistaan agama mudah disalahgunakan misalnya terhadap musuh politik, cukup menjadi alasan untuk meniadakan undang-undang ini atau mengubahnya. Setidaknya menurut Menteri Pakistan untuk kaum Minoritas, Shahbaz Bhatti. "Banyak warga yang mengajukan pengaduan terhadap kaum minoritas beragama. Tak hanya terhadap perorangan, namun juga keseluruhan. Saya yakin undang-undang penistaan agama hanya menjadi alat bagi kaum ekstremis untuk memperjuangkan kepentingan golongan," kata Bhatti.

Politisi memilih bungkam

Bhatti yang beragama Katolik kerap menerima ancaman kematian atas sikapnya. Namun ia siap mati atas keyakinannya. Keberanian tidak dimiliki anggota pemerintahan lainnya. Pemerintah Pakistan sebenarnya beraliran liberal, tapi tidak ada yang berani mengganggu gugat undang-undang penistaan agama. Terutama ditengah tekanan dari para ulama dan mayoritas warga.

Mumtaz Qadri tidak hanya berhasil membungkam Salmaan Taseer, namun juga para politisi Pakistan. Berikut pernyataan Britta Petersen, direktur Yayasan Heinrich-Böll di Lahore, "Saya khawatir negara ini akan jatuh ke tangan partai Islam radikal. Jalannya sudah dipersiapkan sejak lama. Sejak kepemimpinan diktator militer Zia ul-Haq. Kini sebuah generasi tumbuh dengan ajaran kebencian terhadap India, dengan pemujaan terhadap versi Islam tertentu. Generasi ini mendapat tempat di masyarakat. Generasi lama Pakistan liberal kini sudah di usia akhir 50-an, awal 60-an dan tak lama lagi pensiun."

Pengamat lainnya juga pesimistis. Mereka menilai Taliban tidak perlu turun tangan sendiri untuk berkuasa di Pakistan. Sebagian warga Pakistan telah melakukan tugas Taliban. Bagi Pakistan yang memiliki senjata nuklir, ini adalah kabar buruk. Begitu juga bagi tentara Barat yang ditugaskan di negara tetangga, Afghanistan.

Kai Küstner/Carissa Paramita

Editor: Hendra Pasuhuk