1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mendagri Malaysia Kunjungi Penampungan TKI

3 Desember 2009

Menteri Dalam Negeri Malaysia Datuk Sri Hishammuddin Tun Hussein saat berkunjung ke sebuah tempat penampungan sementara buruh migran atau TKI di Kantor Kedutaan Indonesia di Kuala Lumpur.

https://p.dw.com/p/Kpd8
Foto: AP

Pemerintah Malaysia kembali berjanji untuk menyelesaikan kasus- kasus pelanggaran yang banyak menimpa Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Malaysia. Janji ini dinyatakan Menteri Dalam Negeri Malaysia Datuk Sri Hishammuddin Tun Hussein saat berkunjung ke sebuah tempat penampungan buruh migran atau TKI di Kantor Kedutaan Indonesia di Kuala Lumpur, seperti dikutip dari Channel News Asia:

„Kami tidak ingin melihat siapapun merugikan orang lain atau membuat orang lain menderita di Malaysia. Inilah jaminan yang ingin saya berikan bagi duta besar dan rakyat Indonesia. Memang terdapat beberapa insiden, yang segera ditangani."

Dalam ruang penampungan yang dijubeli ratusan TKI itu, Menteri dalam negeri Malaysia nampak mendengarkan sejumlah keluhan yang disampaikan para pembantu rumah tangga yang umumnya merupakan korban perlakuan sewenang-wenang para majikan. Mulai perlakukan kasar, kekerasan hingga gajinya dikemplang oleh majikan.

Kunjungan Menteri Dalam Negeri Malaysia ke penampungan TKI itu, dilakukan di tengah langkah Indonesia menghentikan pengiriman TKI sektor rumah tangga sejak 25 Juni 2009, menyusul banyaknya kasus kekerasan yang menimpa PRT di Malaysia. Akibat kebijakan itu, jumlah TKI yang menjadi PRT di Malaysia melorot hampir separuhnya.

Karena itu, hampir pasti, kunjungan Menteri Dalam Negeri Malaysia itu ditujukan untuk melunakan sikap Indonesia agar segera mencabut moratorium itu. Namun Anis Hidayah dari Migrant Care menyebutkan langkah itu tak cukup.

„Saya kira yang perlu ditunjukan kepada pemerintah Indonesia oleh Malaysia itu adalah bagaimana sesegera mungkin Malaysia itu menyelesaikan persoalan persoalan hukum yang dihadapi oleh WNI disana, terutama menyangkut kasus kasus penganiayaan yang sudah bertahun tahun belum menemui titik terang. Karena dalam setiap persoalan muncul Malaysia kan selalu berjanji untuk menyelesaikan dengan sesegera mungkin tetapi faktanya kan sampai hari ini tidak ada sikap yang kongkrit dari Malaysia tentang janji janji yang diberikan kepada pemerintah Indonesia.“

Dibanding pekerja di sektor Pabrik atau perkebunan, jaminan untuk PRT di Malaysia memang jauh lebih minim. Data pemerintah menunjukan tahun 2008, terdapat sekitar 800 kasus menimpa PRT di Malasia, mulai dari gaji yang tidak dibayar hingga penyiksaan dan kekerasan seksual.

Kasus kekerasan terhadap PRT ini, juga memicu kedua negara membentuk sebuah satuan tugas, meski sejauh ini belum ada hasilnya.

Malaysia sejauh ini masih belum menyetujui tuntutan perbaikan perlakukan bagi PRT asal Indonesia seperti pemberian upah minimum serta hak untuk libur seminggu sekali karena khawatir terhadap desakan para majikan.

Meski demikian Indonesia sejauh ini mengisyaratkan akan mencabut moratorium itu mulai awal tahun depan, namun menurut Anis Hidayah dari Migrant Care, langkah itu malah melemahkan posisi tawar Indonesia didepan Malaysia.

Zaki Amrullah

Editor : Ayu Purwaningsih