1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Mengenal ”Kartini“ Jerman di Dunia Musik Klasik

Yehuda Natanael Epafroditus
8 November 2019

Jika berbicara tentang musik klasik, nama komposer perempuan jarang terdengar. Namun, saya menemukan sosok musisi perempuan asal Jerman. Layaknya Kartini, ia hebat dan berkepribadian kuat. Oleh Yehuda N. Epafroditus.

https://p.dw.com/p/3ScgR
Pianistin Clara Schumann
Foto: Imago stock&people

Nama Robert Schumann mungkin tidak asing lagi di kalangan pecinta musik klasik. Karyanya yang paling terkenal dan digemari adalah Träumerei. Namun sayangnya tidak banyak yang mengenal sosok istrinya, Clara Schumann, yang terlahir dengan nama Clara Josephine Wieck. Saya pun demikian, sebelum saya menempuh kuliah musik di Jerman. Semasa kuliah musik, professor yang mengajar saya selalu berpesan untuk membaca cerita dan sejarah tentang karya musik yang sedang saya mainkan. Di situlah saya mulai membaca kisah tentang pasangan Robert dan Clara Schumann.

DWblog material
Foto: Yehuda Natanael

Berawal dari kekaguman saya terhadap kisah cinta mereka berdua, di mana Ayah dari Clara Schumann, Friedrich Wieck, bersikeras untuk memisahkan hubungan asmara antara Robert dan Clara, sampai-sampai sang Ayah harus menyembunyikan pena dan kertas dari Clara, supaya Clara tidak dapat membalas surat dari Robert Schumann. Namun hebatnya hubungan asmara mereka terus berlanjut bahkan semakin kuat. Hal ini membuat saya juga semakin penasaran dengan sosok Clara Wieck, karena saya sendiri sudah banyak mendengar tentang Robert Schumann.

Berkunjung ke rumah Schumann

Rasa penasaran saya terhadap dua sejoli ini yang sudah berlangsung selama kurang lebih empat tahun terakhir, mengantarkan saya hingga bertemu dan menyaksikan konser dari generasi kelima keturunan Robert dan Clara Schumann. Pada tanggal 26 September yang lalu adalah kali kedua saya hadir dalam konser dari Heike-Angela Moser (piano) dan saudara perempuannya Anke-Christiane Beyer (Oboe), keduanya mempunyai darah keturunan langsung dari keluarga Schumann.

DWblog material
Foto: Schumann Haus Leipzig

Konser tersebut dilaksanakan di jalan Inselstraße di Leipzig, di dalam gedung yang di beri nama Schumann-Haus, yang mulai tahun ini didedikasikan sebagai Clara-Schumann-Museum. Peresmiannya dilangsungkan pada tanggal 13 September 2019, bertepatan dengan perayaan ulang tahun Clara Schumann yang ke 200. Schumann-Haus ini merupakan rumah pertama yang menjadi tempat tinggal Robert dan Clara sejak sehari setelah pernikahan mereka tanggal 12 September 1840. Karya-karya yang dimainkan di dalam konser tersebut adalah karya musik yang ditulis oleh Robert dan Clara Schumann di dalam rumah ini, sehingga membuat suasana konser di malam itu sangatlah emosional, begitu juga diungkapkan secara langsung oleh Frau Moser di sela-sela acara.

Pada waktu istirahat di pertengahan konser, pengunjung diperbolehkan melihat-lihat beberapa ruangan di Clara-Schumann-Museum. Di sini pengunjung dapat memperoleh banyak informasi menarik mengenai kehidupan Clara Schumann melalui berbagai macam media modern. Bahkan ada ruangan khusus untuk membaca tulisan-tulisan pasangan Schumann sambil mendengarkan karya musik mereka. Uniknya juga, museum ini sebetulnya merupakan bagian dari sebuah sekolah dasar swasta yang diberi nama Clara Shumann Grundschule. Jadi terkadang pada waktu kunjungan di siang hari, pengunjung bisa menemukan beberapa anak yang bermain di dalam museum tersebut tanpa merasa terganggu. Justru keberadaan anak-anak tersebut memberi warna tersendiri pada waktu kunjungan dan mengingatkan saya akan inspirasi utama dari pasangan Schumann, yaitu kenangan dan kenaifan masa kanak-kanak. 

Komponist Robert Schumann
Robert Schumann sempat merasa kecil hati ketika melihat karir istrinya yang melejit. Clara Schumann pun dilarang bekerjaFoto: Getty Images/Hulton Archive

Clara korbankan karir demi suami

Kembali kepada hubungan terlarang antara Robert dan Clara sebelum mereka menikah. Selain karena perbedaan umur yang cukup jauh dan saat itu Clara masih berumur kurang lebih 16 tahun, sedangkan Robert sudah berumur 24 tahun. Sang Ayah sangatlah protektif terhadap Clara, karena Clara merupakan anak yang sangat berbakat dalam bermain piano. Friedrich Wieck sendiri adalah musisi dan pendidik musik yang cukup terkenal pada jamannya, oleh karena itu terhitung sejak umur 5 tahun Clara sudah mendapat pendidikan musik yang intensif dari ayahnya. Uniknya lagi Clara sudah dapat membaca dan memainkan not musik di atas piano dengan baik sebelum ia mengenal huruf alfabet.

Singkat cerita, sejak usia remaja nama Clara Wieck sudah sangat dikenal di kalangan musisi besar Eropa pada zamannya, seperti Friedrich Chopin, Franz Liszt dan Felix Mendelssohn Bartholdy. Ia pun juga banyak bermain di konser musik bergengsi hingga mempunyai jadwal yang cukup padat untuk perjalanan konser tunggalnya. Setelah empat tahun menikah dengan Robert Schumann, mereka melakukan perjalanan konser ke negara-negara Baltik hingga Rusia. Penghasilan Clara dari konser di Rusia selama kurang lebih dua bulan mampu menutupi biaya sewa rumah mereka di Inselstraße hingga 18 tahun! 

Karirnya yang begitu melejit membuat Robert Schumann semakin merasa kecil hati dan pada akhirnya melarang Clara Schumann untuk bekerja, dengan alasan bahwa Robert tidak ingin melihat Clara terlalu lelah. Hal ini tentu menjadi keluhan Clara sehari-hari. Karena di samping Clara harus selalu tinggal di rumah, ia juga menyaksikan Robert yang menjadi depresi karena ingin memperoleh hasil pekerjaan yang sempurna demi menghidupi keluarga mereka. Namun begitu, cinta Clara terhadap Robert tidak pernah berkurang. Ia terus mendukung Robert dalam situasi apapun.

Deutschland Bonn Grab von Clara und Robert Schumann
Pada patung di kuburan pasangan Schumann di Bonn terlihat betapa Clara mengagumi suaminya, RobertFoto: picture-alliance/dpa/S. Sauer

Clara sosok inspiratif 

Di sinilah saya melihat sosok Clara Schumann sebagai perempuan yang tegar, meskipun sejak masa kecilnya ia tidak merasakan kebahagiaan sewajarnya anak-anak pada seusianya, ditambah ia harus melihat kondisi suaminya yang semakin memburuk. Setelah Robert meninggal, sahabat mereka yang juga seorang musisi dan bernama Johannes Brahms mencoba mendekati Clara untuk menjalin hubungan dengannya, namun Clara melupakan Brahms, karena ia ingin fokus pada karirnya sebagai pianis, pendidik musik dan komposer, terutama dalam mengasuh kelima anaknya yang masih hidup.  Clara semasa hidupnya harus kehilangan tiga anaknya yang meninggal, salah satunya karena penyakit tuberkolosis.

Meski Clara Schumann bukanlah pahlawan pembela hak perempuan seperti Raden Adjeng Kartini, namun ia juga mengalami tekanan yang hampir sama sebagai perempuan yang hidup di abad ke-19. Ketegarannya dalam menghadapi tekanan hidup, menurut pendapat saya, mampu menginspirasi banyak perempuan lain, seperti halnya Kartini. Karirnya sebagai pianis mampu menyaingi musisi lain yang lazimnya adalah kalangan kaum pria. Selain itu karya-karya musik yang ditulis oleh Clara Schumann juga sangatlah indah dan mempunyai nuansa dan tingkat kesulitan tersendiri. Sayangnya Clara Schumann baru dipandang sebagai komposer sejak tahun 1960-an. Sebelumnya Clara hanya dikenal sebagai child prodigy.

Setelah Clara meninggal pada tahun 1896 di Frankfurt am Main, jenazahnya dibawa dan dikubur di samping kuburan suaminya Robert Schumann, yang terletak di area pemakaman Alter Friedhof, Bonn. Tepat satu minggu setelah kunjungan saya ke Leipzig, saya dan rekan saya Tonggie Siregar, mengunjungi kuburan Robert dan Clara Schumann sebagai bentuk rasa kagum saya terhadap kedua musisi hebat ini, terutama terhadap sosok Clara Schumann sendiri. Kunjungan ke pemakaman itu juga sangat berkesan dikarenakan kondisi cuaca yang hujan dan langit yang sedikit gelap, membuat kunjungan kami lebih dramatis lagi. Setelah pernah mengunjungi kota kelahiran Robert Schumann di Zwickau dan Clara Schumann di Leipzig, rasanya sangatlah memuaskan untuk dapat mengujungi tempat peristirahatan terakhir mereka. Dan semakin saya mengenal pribadi dan kisah mereka, semakin saya dapat memahami dan memaknai musik yang mereka ciptakan.

*Saat ini Yehuda aktif mengajar piano di  beberapa kota di Jerman, seperti Mainz, Frankfurt dan Darmstadt, dan juga tampil dalam beberapa konser di daerahnya sambil terus mengasah pengetahuannya dalam bidang musiketnologi dan penelitian psikologi musik. 

**DWNesiaBlog menerima kiriman blog tentang pengalaman unik Anda ketika berada di luar negeri. Atau untuk orang Jerman, pengalaman unik di Indonesia. Kirimkan tulisan Anda lewat mail ke: dwnesiablog@dw.com. Sertakan 1 foto profil dan dua atau lebih foto untuk ilustrasi. Foto-foto yang dikirim adalah foto buatan sendiri.