1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Meniti Situasi di Jalur Gaza

20 Oktober 2006

Dalam sebuah pertemuan mendadak, para wakil Hamas dan Fatah menyepakati langkah bersama untuk mengakhiri kekerasan antara para pendukung mereka.

https://p.dw.com/p/CJZr
Pasukan milisi Hamas di Gaza
Pasukan milisi Hamas di GazaFoto: AP

Di Jalur Gaza hampir tidak ada lagi air minum dalam kemasan. Hampir tidak ada lagi toko yang menjual botol plastik berisikan air yang berharga itu. Demikian pula makanan kaleng dan sejenisnya. Sebab selain bantuan kemanusiaan, Israel tidak membiarkan masuknya barang impor ke Jalur Gaza.

Keadaan belum pernah seburuk sekarang ini, demikian kata direktur program pengembangan PBB UNDP di Jalur Gaza, Khaled Abdel Shafi.

"Sejak beberapa bulan kami mengamati bencana kemanusiaan dan ekonomi yang dialami warga Palestina di Jalur Gaza. Tingkat kemiskinan berkisar pada 80 persen. Angka pengangguran mencakup 40 persen. Investasi menurun. Semua sektor perekonomian terkena dampaknya." Katanya lebih lanjut.

Dalam minggu-minggu terakhir, lebih dari 40 perusahaan memindahkan produksi mereka ke luar Jalur Gaza, demikian kata Abdel Shafi selanjutnya. Mayoritasnya ke Mesir.

Semua harapan yang dikaitkan dengan penarikan diri Israel dari Gaza kini telah berbalik menjadi kekecewaan.

"Ini kekecewaan besar bagi semua. Penarikan diri Israel telah memperburuk keadaan secara dramatis. Untuk itu ada dua alasan utama. Pertama, blokade yang diberlakukan terhadap Gaza, dan kedua adalah keadaan di Gaza sendiri, kekacauan, tidak adanya ketertiban. Orang-orang takut untuk menanam modal disini." Ujar Shafi.

Berbagai bentrokan internal Palestina dalam minggu-minggu terakhir telah mengakibatkan puluhan orang tewas dan luka-luka.

Perebutan kekuasaan antara kedua kubu besar Palestina, yaitu Hamas yang radikal dan Fatah yang sekuler nasionalis, semakin sengit. Kekacauan, kekerasan dan anarkhi merebak. Kondisi itu tentunya tidak menarik bagi para investor.

Sami Shafi, seorang konsultan perusahaan, yang tahun lalu mendirikan perusahaan untuk memajukan perkembangan ekonomi di Jalur Gaza, mengritik ketidak-mampuan pemerintah Palestina yang sama sekali tidak mewakili kepentingan rakyatnya.

"Disini tinggal 1,4 juta warga. Tetapi segelintir orang telah menghancurkan kesejahteraan warga mayoritas. Yang saya maksudkan bukan Hamas sebagai kelompok minoritas dan bukan Fatah, melainkan para politisi, apa pun keyakinan mereka." Tandasnya.

Politisi Palestina dikatakannya bukan hanya tidak mampu mengatasi perbedaan pendapat dan menyepakati satu kebijakan. Mereka juga tidak mampu menjelaskan kepada dunia tentang masalah yang dihadapi, agar memperoleh bantuan.

Masalah terbesar warga Palestina di Jalur Gaza adalah terkurungnya mereka di wilayah itu dan terbatasnya ruang gerak mereka.

"Penduduk di Gaza punya peluang dan potensi untuk membangun perekonomian yang sukses, bila mereka diperlakukan sebagai manusia. Bila mereka diijinkan untuk bergerak. Kami bisa berkembang, tetapi kami harus bebas, bebas bergerak dan dapat memanfaatkan peluang yang ada." Ujar Shami Shafi.