1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Terorisme

Menlu Baru AS Ingin Dekati Negara Muslim

12 Januari 2017

Rex Tillerson menilai perang melawan terorisme juga harus dilakukan pada tatanan gagasan. Untuk itu ia ingin memperdalam hubungan dengan negara-negara muslim, termasuk Indonesia.

https://p.dw.com/p/2VgKZ
USA Befragung Senat - Rex Tillerson, designierter Außenminister
Bakal Menlu AS, Rex Tillerson.Foto: Reuters/J. Ernst

Bakal Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Rex Tillerson, mengklaim dirinya tidak mendukung larangan umum buat kaum muslim untuk memasuki Amerika Serikat. Ide tersebut sebelumnya berulangkali diungkapkan Donald Trump selama masa kampanye.

"Saya kira sangat penting bahwa kita mengetahui siapa yang datang ke negeri ini. Jadi saya menolak larangan masuk untuk sebuah kelompok tertentu," ujar bekas Direktur ExxonMobil itu pada rapat dengar pendapat di Kongres, Rabu (11/1).

Sebaliknya ia mendesak agar upaya melawan terorisme Islam juga digiatkan pada tatanan gagasan. Ia mengatakan pekerjaannya di industri perminyakan membawanya ke berbagai negeri muslim. "Saya sangat menghargai keyakinan yang besar ini. Sebab itu saya ingin mendorong agar kita mendukung kaum muslim yang juga menolak Islam Radikal seperti yang kita lakukan," ujarnya.

Rangkul sekutu baru

Tillerson menegaskan pihaknya harus menang dalam perang melawan terorisme. "Tapi tidak hanya di medan perang. Kita juga harus memenangkan perang gagasan dan sekutu terdekat kita dalam perang ini adalah komunitas muslim moderat dan setiap individu muslim yang menolak terorisme", ujarnya.

"Ekspektasi saya adalah kami akan memperdalam hubungan dengan sekutu lama di kawasan, bukan cuma di Timur Tengah, tetapi juga di Asia Tenggara seperti Indonesia atau Malaysia."

Tillerson bukan wajah asing di Indonesia. Selama menahkodai ExxonMobil, ia pernah digoyang skandal pelanggaran Hak Azasi Manusia di Aceh. Petugas keamanan perusahaan asal Texas tersebut dituding membunuh dan menyiksa penduduk desa di kawasan operasi perusahaan minyak itu antara 1999 dan 2001. Tahun 2011 silam Exxon menyebut tudingan tersebut "tidak beralasan."

rzn/as (rtr,ap)