1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Menyambut Imlek Di Tengah Kampanye Pilkada

26 Januari 2017

Perayaan Imlek di Jakarta berlangsung di tengah masa kampanye perebutan kursi Gubernur. Isu anti Cina jadi alat politik dengan menyebarnya hoax bakal masuknya jutaan pekerja dari Cina.

https://p.dw.com/p/2WQDv
Chinesisches Neujahrsfest 2017 in Jakarta
Foto: Reuters/Beawiharta

Pusat-pusat perbelanjaan di Jakarta berhias lampion merah dan naga untuk menyambut Tahun Baru Lunar yang di Indonesia dikenal dengan nama Hari Raya Imlek. Tapi suasana kali ini juga diiringi ketegangan politik.

"Kami diberitahu para pemimpin komunitas kami untuk tidak terlalu meriah merayakan Imlek, diminta jangan terlalu banyak pamer," kata Amie Liem yang bekerja di sebuah bank swasta di Jakarta.

"Sopir taksi juga sering tanya, apa saya Tionghoa, karena saya kelihatan seperti Cina, ini membuat saya gelisah," kata dia.

Ketegangan politik di Jakarta meningkat dengan makin dekatnya pemilihan gubernur 15 Februari mendatang. Apalagi belakangan isu etnis dan agama makin gencar digunakan sebagai instrumen politik.

Kecenderungan itu makin terasa sejak Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok disidang di pengadilan atas tuduhan melakukan pelecehan agama Islam ketika menyebut satu ayat dari Al Quran dalam pidatonya di Pulau Seribu..

Selain itu, berita-berita bohong atau fake news bertebaran dengan tujuan mendiskreditkan pemerintahan Presiden Joko Widodo. Salah satu isu yang bertahan sampai sekarang memuat sentimen anti Cina.

Rumor yang beredar adalah bahwa jutaan pekerja dari Cina akan membanjiri Indonesia karena kebijakan Jokowi. Ada juga isu Cina sedang diam-diam mengirimkan agen-agennya untuk sengaja mengacaukan Indonesia.

Indonesien, Rituelle Vorbereitungen für das Chinesische Neujahr
Ritual Persiapan Menyambut Imlek di Semarang, Februari 2016Foto: A. Gunawan

Kedutaan Cina di Jakarta terpaksa merilis bantahan atas isu-isu yang makin gencar itu, dan menyebut situasi di Jakarta "sangat mengkhawatirkan". Presiden Jokowi juga meminta agar aparat keamanan lebih memperhatikan penyebaran fake news yang bisa mengancam kestabilan negara.

"Ketegangan etnis dan agama saat ini sedang mengancam pluralisme di Indonesia. Ada kelompok yang sedang mengipasi situasi demi kepentingan politiknya," kata Emrus Sihombing, analis politik di Universitas Pelita Harapan.

"Saya percaya sebagian besar masyarakat Indonesia itu toleran, tetapi kita harus waspada. Ancaman seberapa kecil pun bagi persatuan harus ditangani dengan serius," tambahnya.

Kelompok yang saat ini paling nyaring menentang pencalonan Ahok sebagai gubernur adalah Front Pembela Islam (FPI) dengan pemimpin kontroversialnya: Rizieq Syihab. Mereka memobilisasi ratusan ribu orang untuk menggelar protes dan menuntut polisi agar menahan Ahok.

Tapi beberapa kelompok melancarkan kampanye melawan FPI dan melaporkan Rizieq ke polisi dengan berbagai tuduhan, antara lain penghinaan lambang negara dan penistaan agama.

Sentimen Anti Tionghoa punya sejarah panjang di Indonesia. Selama Orde Baru di bawah Suharto, kebudayaan dan identitas mereka ditekan. Baru pada tahun 2000, warga Tionghoa bebas merayakan budayanya. Hari Raya Imlek dinyatakan sebagai Hari Libur Nasional.

"Sejak zaman kolonial Belanda, Cina selalu menjadi kambing hitam, padahal yang mereka inginkan adalah melakukan bisnis dalam damai," kata Retno Sukardan Mamoto, profesor studi budaya di Universitas Indonesia.

"Mereka selalu takut, karena mereka diserang dari kiri dan kanan, dan bahkan ketika mereka mencoba untuk masuk ke politik, mereka dikambinghitamkan," kata dia.

Mamoto memuji langkah Presiden Joko Widodo menangani kondisi menegangkan saat ini. Jokowi menemui para pemimpin agama untuk menurunkan ketegangan, dan menegaskan bahwa pemerintahannya tetap akan berpegang pada "kesatuan dalam keragaman" tanpa kompromi.

"Dia menggunakan lobi dan cara-cara persuasif ketika berurusan dengan kaum ekstrimis, dan tidak melulu menggunakan pendekatan kekerasan," kata Mamoto.

Jokowi sendiri pernah diisukan sebagai adalah anak dari orang tua pengikut komunis dan dari etnis Cina.

Pegawai bank Amie Liem mengatakan dia tetap akan menyambut Imlek dan memasuki tahun ayam dengan meriah bersama teman-temannya.

"Kami akan melupakan politik dan makan banyak bebek," katanya.

hp/rn (dpa)