1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mesir Serukan Revolusi Religius

1 Juni 2015

Presiden Mesir Al-Sisi serukan revolusi religius dalam Islam untuk berantas radikalisme. Paham radikalisme memicu pembunuhan dan perusakan serta jadi ancaman bahaya di seluruh Dunia.

https://p.dw.com/p/1FZxp
Ägyptens Präsident Al-Sisi
Foto: picture-alliance/dpa

Dalam sebuah pidatonya di Universitas Al Azhar awal tahun ini, Presiden Mesir Abdel Fattah Al-Sisi menegaskan, perang melawan haluan radikal dan ekstrimis "Islam" tidak bisa hanya dilancarkan dengan pesawat pembom atau serdadu. Para ulama-lah yang bisa lebih efektif memberantas paham radikalisme lewat ajarannya di ruang kelas.

Al-Sisi menyerukan dilancarkannya apa yang ia sebut sebagai revolusi religius dalam Islam untuk memberantas radikalisme yang memicu pembunuhan dan perusakan di seluruh dunia."Para ulama dan imam bertanggung jawab kepada Allah. Seluruh dunia menantikan jawaban para ulama," ujar presiden Mesir itu.

Langkah Presiden Al-Sisi itu merupakan bagian dari proyek politik yang lebih besar. Bukan hanya sekedar ingin mendepak rival politiknya "Ikhwanul Muslim". Melainkan sebuah program pemberantasan gerakan Islamis radikal yang kini melanda seluruh Mesir.

Pemerintah di bawah presiden mantan jenderal itu memang getol melancarkan programnya lewat gebrakan hukum maupun aksi kekerasan. Dan kini, Al Sisi mulai merangkul para ulama untuk ikut serta dalam programnya. Banyak pihak kini memuji langkah Mesir untuk melibatkan para ulama dan cendikia Islam, untuk menciptakan Islam yang lebih moderat dan tidak banyak terbias politik itu.

Meragukan sukses

Walau demikian, sejumlah negara Barat masih mempertanyakan dan meragukan rencana presiden Mesir itu. Para analis menyebut, ada gagasan besar yang cukup bagus. Akan tetapi visi Presiden Al-Sisi tidak jelas dan juga tidak ditegaskan bagaimana implementasi gagasan tersebut. Selain itu para analis Barat juga mengecam tindakan keras pemerintah di Kairo terhadap para aktivis hak asasi dan pro-demokrasi.

Juga sejumlah mahasiswa dan pimpinan Al-Azhar mempermasalahkan cara kekerasan yang dijalankan pemerintahan Al-Sisi untuk memberantas radikalisme. "Taktik tangan besi yang diterapkan Kairo selama ini adalah kontra-produktif. Aksi ini malahan akan membuat rakyat semakin radikal. Padahal mereka sebetulnya amat terbuka bagi gagasan sebuah Islam moderat," ujar seorang pimpinan gerakan mahasiswa Al Azhar kepada Kantor Berita Reuters.

Gagasan meraih para ulama dan imam terkemuka di Universitas Al Azhar juga memicu pro dan kontra. Pendukung gagasan ini menunjuk kegagalan reformasi di Tunisia, Suriah, Aljazair atau Irak yang tidak melibatkan kaum ulama. Sementara penentangnya menyebut, selama ini Al Azhar dinilai hanya sebuah institusi yang membela kepentingan pemerintah.

Walau muncul kritik dan suara menentang, Presiden Abdel Fattah Al-Sisi disebutkan akan tetap konsisten dengan programnya memberantas pemikiran radikal dan militan dengan melibatkan institusi pendidikan sekelas Al Azhar. Dalam pidatonya baru-baru ini, Al Sisi menyebutkan, Al Azhar dapat berbuat lebih banyak untuk mempromosikan bentuk Islam yang lebih moderat. "KIta perlu bergerak lebih cepat dan lebih efisien," tegas presiden Mesir itu.

as/yf(rtr,afp,dpa)