1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Minoritas Uighur di Cina Semakin Tertekan

Matthias von Hein23 April 2014

Warga minoritas Uighur di Cina lama mengklaim sebagai korban marjinalisasi budaya. Kini semakin banyak yang mengaku represi terhadap mereka bertambah parah, termasuk tudingan pelanggaran HAM serius.

https://p.dw.com/p/1BmQe
Foto: Reuters

Cina adalah negara yang multietnis. Selain mayoritas suku Han, ada 55 kaum minoritas yang bermukim di Cina, kebanyakan di batas luar negeri. Namun sejumlah minoritas juga merasa termarjinalisasi secara politik dan budaya.

Pemerintah Cina ingin memperlihatkan koeksistensi yang harmonis di antara beragam etnis. Namun keraguan yang datang dari sekitar 10 juta warga di bagian barat laut provinsi Xinjiang kembali mencuat.

Awal bulan April di kota Aksu, seorang pengendara motor berusia 17 tahun ditembak polisi setelah menerobos lampu merah. Rangkaian protes yang menyusul insiden ini dibungkam secara brutal, menurut Radio Free Asia.

Militer dan polisi Cina dituding membunuhi warga Uighur secara ekstra-yudisial
Militer dan polisi Cina dituding membunuhi warga Uighur secara ekstra-yudisialFoto: REUTERS

Di bawah perintah badan informasi negara, segala macam laporan mengenai tewasnya remaja tadi dihapus dari situs-situs Cina, menurut layanan berita online China Digital Times.

Mereka yang hilang

Banyak perempuan yang mengkhawatirkan suami mereka yang ditangkap oleh pemerintah Cina setelah kerusuhan pada bulan Juli 2009 yang menewaskan lebih dari 150 orang.

Alim Seytoff, jurubicara Konferensi Uighur Dunia (WUC), mengeluhkan bahwa sejak Presiden Xi Jinping berkuasa tahun 2013, ada puluhan penembakan ekstra-yudisial terhadap kaum Uighur. "Pasukan keamanan kerap menembak mati warga Uighur tanpa melewati pengadilan atau sidang dengar. Setelah penembakan umumnya mereka dengan mudah memberi label separatis, teroris atau ekstremis kepada korban," ungkapnya.

Meski kritiknya tergolong moderat, Tohti didakwa atas tudingan separatisme
Meski kritiknya tergolong moderat, Tohti didakwa atas tudingan separatismeFoto: Frederic J. Brown/AFP/Getty Images

Ulrich Delius, konsultan Asia untuk Society for Threatened Peoples mengatakan bahwa situasinya bagi kaum Uighur semakin bertambah parah.

"Dalam keseharian warga Republik Rakyat Tiongkok, mereka harus menerima rezim yang represif - rezim yang menggunakan segala kekuatannya tidak hanya terhadap suku Uighur tapi juga melawan orang Tibet atau suku Han yang menuntut hak asasi mereka," kata Delius. "Kita berhadapan dengan lawan yang sangat kuat dengan status besar - secara ekonomi, politik dan militer - sehingga situasinya menjadi lebih sulit."

Pemerintah Cina yakin solusinya adalah untuk menjadi lebih represif, menurut jurubicara kaum Uighur, Alim Seytoff. Fakta bahwa seorang kritikus moderat terhadap Beijing, seperti Profesor Ilham Tohti yang berdarah Uighur, yang didakwa atas tudingan separatisme tampaknya mendukung klaim ini.

Kaum Uighur ikut mengutuk serangan di stasiun kereta Kunming di bagian barat daya Cina
Kaum Uighur ikut mengutuk serangan di stasiun kereta Kunming di bagian barat daya CinaFoto: Getty Images/AFP

Ibukota pengasingan Uighur

Ada alasan sederhana mengapa München menjadi semacam ibukota bagi warga Uighur yang tinggal dalam pengasingan. Selama Perang Dingin, kota ini menjadi markas badan penyiaran asing Amerika, Radio Liberty, yang pada saat itu memiliki sebuah program khusus Uighur. Hasilnya, kota ini menarik banyak jurnalis dan aktivis Uighur.

Meski Radio Liberty kemudian pindah ke Praha, warga Uighur tetap bermukim di München.