1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

MSC24: Bahas Gaza, Ukraina-Rusia hingga Dana Pertahanan UE

19 Februari 2024

Konferensi Keamanan Munich 2024 dibayangi oleh situasi perang sampai kekhawatiran keamanan yang meningkat bagi Uni Eropa, termasuk soal pembelanjaan dana pertahanan dan masa depan hubungan Israel-Palestina.

https://p.dw.com/p/4cYgA
Salah satu panggung diskusi di Munich Security Conference (MSC) 2024
Presiden Georgia Salome Zourabichvili (kedua kanan), Wakil Perdana Menteri Ukraina untuk Integrasi Eropa dan Euro-Atlantik Olha Stefanishyna (ketiga kanan), Menteri Luar Negeri Lithuania Gabrielius Landsbergis (ketiga kiri), Menteri Luar Negeri Polandia Radoslaw Sikorski (kedua kiri), dan Penasihat Diplomatik Prancis Emmanuel Bonne (kiri), di Konferensi Keamanan di Hotel Bayerischer Hof, München, Jerman, 18 Februari 2024.Foto: Matthias Schrader/AP/picture alliance

Peneliti Senior bidang Kebijakan di Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri (European Council on Foreign Relations/ECFR) Ulrike Franke menyebut Eropa perlu meningkatkan anggaran belanja untuk sektor pertahanan, meskipun Kanselir Jerman Olaf Scholz telah berjanji akan memenuhi target NATO sebesar 2% dari produk domestik bruto (PDB).

Hal itu disampaikannya di sela-sela Munich Security Conference (MSC) 2024, sehari setelah Scholz membuat komitmen soal pembelanjaan "untuk tahun 2020-an, tahun 2030-an dan seterusnya”. "Rasanya kita masih kurang,” ujar Franke. "Eropa harus bersatu. Mereka perlu memastikan pertahanan Ukraina dan juga membangun kemampuan mereka sendiri, mengambil keuntungan dari skala ekonomi dan bekerja sama, daripada harus saling menyalahkan (pihak mana yang membelanjakan lebih banyak)."

Scholz membuat komitmen 2% untuk dana pertahanan itu hampir dua tahun setelah pidato "Zeitenwende", yang menandai perubahan haluan politik pertahanan dengan komitmen dana khusus 100 miliar Euro (sekitar Rp1.685 triliun) untuk meningkatkan kapasitas angkatan bersenjata Jerman, Bundeswehr, yang terpisah dari anggaran pertahanan Jerman.

Menurut Franke, dana khusus tersebut sejauh ini sebagian besar dibelanjakan untuk pesawat tempur F-35 dari Amerika Serikat. Dia juga mempertanyakan "apa yang terjadi jika dana tersebut habis?”

Analis ECFR ini menyebut Jerman telah berkomitmen untuk melakukan banyak tindakan jangka pendek, termasuk pengiriman senjata ke Ukraina untuk melawan invasi Rusia.

"Namun, saya masih khawatir kalau kita tidak menempatkan segala sesuatunya pada tempatnya dalam beberapa tahun ke depan. Ini tidak hanya berkaitan dengan uang, tetapi juga kemampuan industri, yakni dalam memproduksi lebih banyak peralatan militer. Rasanya kita sudah kehilangan satu atau bahkan hampir dua tahun (karena perang Ukraina).”

Saat ditanyakan soal ancaman eks Presiden AS Donald Trump, jika terpilih kembali, dia tidak akan membantu anggota NATO yang menurutnya mengeluarkan terlalu sedikit dana untuk pertahanan, jika terjadi serangan atau ancaman. Franke menyebut retorika tersebut telah "melemahkan jaminan keamanan NATO,” terlepas apakah ucapan itu merupakan indikasi dari kebijakan potensial atau tidak.

"Ini adalah berita buruk dan dapat mendorong aktor seperti Rusia untuk menguji NATO, untuk melihat apakah mereka (anggota NATO) bakal membela satu sama lain. Ini adalah peringatan lain bagi Eropa, bahwa mungkin dalam jangka panjang kita perlu melakukan lebih banyak hal untuk diri sendiri.”

Ahli berdebat di MSC24 soal keamanan Gaza

Perang di Gaza merupakan salah satu isu utama yang dibahas dalam Konferensi Keamanan Munich ke-60. Otoritas Palestina lewat Perdana Menteri Mohammed Shtayyeh menyebut Israel tidak boleh memaksa penduduk Palestina di Gaza untuk menyeberang ke perbatasan Mesir.

"Saya tahu, kita tahu, bahwa ada rencana pihak Israel untuk mengusir orang-orang dari Gaza. Kami dan pihak Mesir sedang bekerja keras untuk tidak membiarkan hal ini terjadi," kata Shtayyeh kepada para delegasi MSC, Minggu (18/02).

Pernyataan tersebut disampaikan saat Israel tengah mempersiapkan serangan ke Kota Rafah yang berada di bagian selatan Gaza dan berbatasan langsung dengan Mesir. Diperkirakan saat ini sedikitnya 1.5 juta penduduk Palestina berlindung di daerah yang padat. Diplomat senior serta lembaga kemanusiaan telah menyampaikan keprihatinan mendalam jika serangan itu terjadi.

Beberapa media internasional melaporkan bahwaMesir sedang membangun sebuah kamp pengungsian di sisi perbatasannya untuk menampung pengungsi Palestina.

Shtayyeh juga menyebut kalau Otoritas Palestina, yang berbasis di Tepi Barat, tidak menjalin komunikasi dengan kelompok Hamas. Kelompok itu, yang oleh AS, Uni Eropa dan beberapa negara lain dikategorikan sebagai organisasi teroris, telah memerintah di Jalur Gaza sejak tahun 2007. Otoritas Palestina di Tepi Barat dikuasai oleh partai politik Fatah.

Shtayyeh menyerukan agar spiral kekerasan dihentikan dan mengatakan bahwa masalah Palestina harus diselesaikan.

Shtayyeh juga menyebut bahwa berbagai kelompok Palestina, termasuk Fatah dan Hamas, bakal bertemu di Moskow pada hari Kamis (22/02) mendatang atas undangan Rusia.

mh/pkp/hp (AFP, AP, dpa, Reuters)

Jangan lewatkan konten-konten eksklusif berbahasa Indonesia dari DW. Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!